Semarang, NUSANTARAPOS.CO.ID – Usai ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan laporan palsu yang dibuatnya, Notaris sekaligus dosen program studi magister kenotariatan (MKn) Prof (HC) WH mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Semarang, Jawa Tengah. Gugatan tersebut terdaftar dalam register perkara Nomor: 13/Pid.Pra/2024/PN.Smg, dimana telah disidangkan pertama kali pada tanggal 21 Oktober 2024 dan dalam sidang pertama pihak Ditkrimum Polda Jawa Tengah tidak hadir.
Lalu sidang kedua dilanjutkan pada tanggal 28 Oktober 2024 yang dihadiri oleh kuasa hukum Pemohon (Tersangka WH) dan Termohon (Polda Jawa Tengah). Pemohon (Tersangka WH) dalam gugatannya memohon agar PN Semarang menyatakan penetapan Pemohon sebagai Tersangka oleh Termohon dinyatakan tidak sah atau tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Ditetapkannya WH sebagai Tersangka terkat dengan adanya laporan polisi yang diajukan oleh WH selaku Pelapor terhadap Yualita Widyadhari dan Tri Firdaus Akbarsyah selaku ketua umum dan sekretaris umum Ikatan Notaris Indonesia pada saat itu dengan sangkaan membuat surat palsu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 ayat 1 KUHPidana.
Objek membuat surat palsu yaitu Surat Keputusan Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia yang ditandatangani oleh Ketua Umum dan Sekretaris Umum perihal pencabutan pengukuhan WH selaku ketua Pengwil Ikatan Notaris Indonesia Jawa Tengah, adalah surat palsu, karena Ketua Umum dan Sekretaris Umum tidak lagi menjabat sehingga produk keputusannya dilaporkan sebagai perbuatan membuat surat palsu.
Akan tetapi laporan saudara WH dihentikan oleh Ditkrimum Polda Jawa Tengah karena tidak terbukti dan berdasarkan penghentian tersebut, dilaporkannya saudara WH dengan dugaan membuat laporan palsu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 220 jo 317 KUHPidana.
Ditemui usai mengahadiri sidang praperadilan di PN Semarang pada Senin (28/10/2024), kuasa hukum Pelapor (Yualita Widyadhari dan Tri Firdaus Akbarsyah) yang diwakili oleh Martin Lukas Simanjuntak, SH., dan Christian Haryadi, SH., MKn., mengatakan kehadiran kami dalam sidang untuk memantau jalannya sidang praperadilan agar kliennya dapat memperoleh keadilan dan juga memberikan informasi yang berimbang atas gugatan praperadilan tersebut.
Di kesempatan itu Christian Haryadi menyatakan penyidik Ditkrimum Polda Jawa Tengah sudah melakukan rangkaian penyidikan atas laporan kliennya, secara benar dan sesuai ketentuan yang berlaku yaitu didasarkan pada bukti-bukti saksi, surat dan keterangan ahli pidana maupun administrasi negara, yang telah memenuhi kecukupan 2 (dua) alat bukti yang sah untuk menaikkan laporannya ke tahap penyidikan dan penetapan tersangkanya. Sebagaimana diatur dalam Pasal 184 ayat 1 KUHAP jo Pasal 183 ayat 4 KUHAP.
“Untuk itu kami meminta Pengadilan Negeri Semarang yang mengadili dan memeriksa gugatan praperadilan tetap imparsial dan objektif serta tidak terpengaruh dengan banyaknya karangan bunga yang bertebaran di lingkungan pengadilan,” ujarnya.
Sementara itu Martin Lukas Simanjuntak menjelaskan bahwa dalil pemohon prapid yang mengatakan penetapan tersangka error in persona karna penyidik salah mengkonstruksikan peran saudara WH yang seakan-akan mempertanggung jawabkan laporan tersebut secara pribadi, padahal menurut tersangka saudara WH yang bersangkutan hanya menjalankan amanah dari hasil rapat Pengwil Jateng INI tanggal 11 Juni 2022.
“Faktanya dalil pemohon tersebut merupakan dalil yang diada-adakan karena faktanya tidak ada peraturan internal Ikatan Notaris Indonesia baik anggaran dasar maupun anggaran rumah tangga yang dapat memberikan kewenangan kepada ketua Pengwil Ikatan Notaris Indonesia untuk bertindak keluar membuat laporan kepolisian mewakili organisasi dalam hal ini Ikatan Notaris Indonesia,” ungkapnya.
Akhir keterangannya kuasa hukum pelapor menegaskan bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 77 KUHAP jo Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 jo Peraturan MA No 4 tahun 2016, dimana salah satu kewenangan praperadilan yaitu memeriksa dan memutus sah atau tidaknya penetapan tersangka, dengan hanya menilai aspek formilnya saja yaitu adanya 2 (dua) alat bukti yang sah dan tidak memeriksa materi atau pokok perkara.