Sengketa Pilkada Jayawijaya Digelar Perdana, Kuasa Hukum Pemohon Terangkan Adanya Penggabungan Suara untuk Menangkan Paslon 02

Tim Hukum Jhon-Marthin, Ismail Maswatu (kanan) dan rekan sedang memberikan keterangan pers kepada awak media.

Jakarta, NUSANTARAPOS.CO.ID – Mahkamah Konstitusi menggelar sidang pendahuluan Perkara Nomor 278/PHPU.BUP-XXIII/2025 dilaksanakan di Panel 3 yang dipimpin Hakim Konstitusi Arief Hidayat dengan didampingi oleh Hakim Konstitusi Anwar Usman dan Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih pada Rabu (15/1/2025).

Gugatan tersebut didaftarkan oleh Pasangan Calon (Paslon) Bupati dan Wakil Bupati Jayawijaya Nomor Urut 4 Jhon Richard Banua dan Marthin Yogobi. Dalam sidang perdana tersebut Tim Hukum Jhon-Marthin, Ismail Maswatu dan rekan-rekan menjelaskan kepada Hakim Konstitusi terkait adanya sejumlah dugaan kecurangan dengan modus penggabungan suara yang dilakukan secara masif oleh pasangan calon tertentu.

“Kami telah serahkan berkas terkait adanya kecurangan itu untuk menjadi bahan pertimbangan oleh majelis MK. Penggabungan terjadi di tingkat Panitia Pemilihan Distrik (PPD), dan bahkan berlanjut ke pleno kabupaten. Ini terjadi sistematis dan berakibat merugikan pasangan calon kami,” katanya kepada awak media usai sidang perdana di Gedung Mahkamah Konstitusi.

Dia juga menjelaskan modus yang dinilai merugikan pihaknya, yakni terdapat pasangan calon tertentu yang menggabungkan suara untuk memberikan kepada pasangan calon lainnya.”Sehingga merugikan calon kami. Ini jelas tidak boleh, karena melanggar PKPU nomor 10 maupun turunannya,” kata Ismail.

Diduga kemenangan paslon nomor 2 Athenius Murip-Rony Elopere (MURNI) pada Pilkada Jayawijaya diduga merupakan hasil penggabungan suara dari Paslon nomor 1 Anthonius Wetipo-Dekim Karoba (ADEM) dan nomor urut 3 Esau Wetipo-Kornelex Gombo (EKO). Kini, kasus tersebut tengah diperkarakan di Mahkamah Konstitusi (MK).

Ismail menguraikan, permohonan sengketa Pilkada yang diajukan oleh paslon nomor 4 adalah adanya dugaan penggabungan suara dari ADEM dan EKO kepada MURNI, sekitar 40 ribuan suara pada saat pleno di sejumlah distrik. Menurutnya, penggabungan suara tersebut jelas-jelas melanggar Keputusan KPU Nomor 1774 Tahun 2024.

Dia mengatakan, sejauh ini dugaan kecurangan terjadi di Distrik Musatfak, Piramid, Silo Karno Doga, dan Trikora. Seperti diketahui, di berbagai distrik tersebut, Pilkada berlaku dengan sistem noken.

Di Distrik Asolokobal, pasangan ADEM dan EKO sama sekali tidak mendapatkan suara, sementara pasangan MURNI memperoleh 3.820 suara dan pasangan nomor urut 4 hanya memperoleh 616 suara.

Hal serupa juga ditemukan di Distrik Maima, di mana pasangan ADEM dan EKO kembali memperoleh 0 suara, sedangkan pasangan MURNI mendapatkan 3.453 suara. Pasangan nomor urut 4 hanya memperoleh 2.341 suara.

“Kami sudah menyerahkan bukti-bukti dan telah disahkan oleh Hakim Konstitusi untuk selanjutnya akan disidangkan,” imbuhnya.

Ismail mengharapkan majelis hakim MK membuat keputusan dengan melihat objek kecurangan yang terjadi sangat sistematis. “Kami berharap MK bisa mengambil satu keputusan yang adil, dengan melihat kondisi riil di lapangan dan bukti-bukti yang kami ajukan,” pungkasnya.