Jakarta, NUSANTARAPOS.CO.ID – Pasangan Calon (Paslon) Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Tolikara Nomor Urut 2 Nus Weya dan Yan Wenda mengajukan permohonan Perselisihan Hasil Umum Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Tolikara (PHPU Bupati Tolikara) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Pemohon Perkara 297/PHPU.BUP-XXIII/2025 ini menilai terdapat sejumlah pelanggaran yang berpengaruh terhadap hasil perolehan suara. Salah satu yang didalilkan oleh Pemohon adalah tidak dilaksanakannya rekapitulasi penghitungan suara untuk sejumlah distrik.
Dalil tersebut disampaikan oleh Pither Ponda Barany selaku kuasa hukum Pemohon dalam Sidang Pemeriksaan Pendahuluan PHPU Bupati Tolikara yang digelar pada Kamis (16/1/2025) di Ruang Sidang Panel 3, Gedung 1 MK, Jakarta.
Menanggapi hal tersebut, Bupati Tolikara terpilih Willem Wandik mengatakan kehadiran kami di sini adalah sebagai pihak terkait untuk menghadiri sidang pendahuluan tadi, kalau melihat dalil yang dimohonkan oleh pemohon kami melihat dalilnya lemah. Kami juga melihat pilkada di kabupaten Tolikara itu menjadi perhatian khusus KPU RI, Menkopolhukam atau Mendagri serta institusi yang berkompeten semua memberikan perhatian serius dalam penyelenggaraan pilkada di Tolikara.
“Pilkada di Tolikara menjadi perhatian serius karena pada pilkada sebelumnya selalu diwarnai konflik yang luar biasa sehingga pemilu kali ini menjadi perhatian pemerintah pusat juga,” ujarnya didampingi Wakil Bupati Tolikara terpilih Yotham Wonda di depan Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (16/1/2025).
Lanjut Willem, kehadiran daripada ketua KPU dan komisioner Tolikara serta ketua dan komisioner Bawaslu Tolikara menghadirkan nuansa baru dimana mereka menegakkan aturan sehingga tahapan berjalan teratur, tertib dan damai sehingga tidak konflik yang berarti. Sampai adanya pleno penetapan di tanggal 16 Desember 2024 dengan adanya putusan KPU Tolikara dengan Nomor 349 Tahun 2024 diterima dengan baik tidak ada konflik ataupun protes pada waktu itu.
Namun, tambah Willem, tiba-tiba ada bunyi di MK (Mahkamah Konstitusi, red) sehingga kami pun ke sini sebagai bagian dari warga negara yang baik untuk menghadiri proses persidangan. Mereka tidak dapat menerima sehingga mengajukan gugatan ke MK itu dikarena ada sebagian distrik yang belum diplenokan tapi itu juga sudah habis batas waktunya.
Akan tetapi para pemohon mengklaim bahwa masing-masing dari mereka unggul di 6 distrik itu. Padahal di sana ada 46 distrik, dimana 40 distrik sudah diplenokan sementara 6 distrik lainnya belum karena sudah habis batas waktunya.
“Kami berharap semoga yang mulia majelis hakim konstitusi menolak semua permohonan pemohon karena yang dimohonkan tidak mendasar. Apalagi kami menang mutlak dengan perolehan suara 61.976, hampir semua TPS dan distrik yang belum diplenokan sedangkan kami unggul sekitar 13 ribu suara lebih,”pungkas mantan anggota DPR RI 2 periode tersebut.