Jakarta, NUSANTARAPOS.CO.ID – Selama 2 hari persidangan terkait adanya sengketa pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak 2024 lalu, Mahkamah Konstitusi (MK) seperti memiliki alat gergaji untuk menolak mayoritas permohonan pemohon yang diajukan oleh ratusan calon kepala daerah (cakada). Gergaji yang dimaksud adalah dengan menerapkan pasal 158 No.10 Tahun 2016 tentang Undang-Undang Pemilu.
Salah satunya yang merasa haknya digergaji oleh MK adalah pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati yang memohonkan perkara ke MK adalah pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Intan Jaya nomor urut 3 Apolos Bagau dan Tetairus Widigipa dan tim kuasa sangat kecewa atas hasil putusan Mahkamah Konstitusi saat memberikan putusannya terkait sengketa Pilkada 2024.
Kuasa hukum Pemohon perkara sengketa pilkada tahun 2024 yakni Paslon Cabup dan Cawabup dengan nomor urut 3 yaitu Apolos Bagau dan Tetairus Widigipa, diantaranya M.Roberto Sihotang S.H.,M.H., Mila Ayu Dewata Sari.S.H.,S.E., Gillian, Joan Fernando.S.H.,dan Yosua Riodoma.S.H., para Advokat dari Law Firm Roberto Sihotang & Partners.
Roberto Sihotang mengatakan, sangat aneh apabila hakim konstitusi hanya mengukur dari syarat formil yang tidak terpenuhi yang mengacu pada Pasal 158, sementara pada faktanya dipersidangan awal sudah diperlihatkan dan disampaikan kepada hakim konsitusi bahwa keputusan KPU Intan Jaya nomor 1042, tidak ditandatangani oleh seluruh Komisioner KPU (hanya 3 Komisioner yang tandatangan), ditambah lagi Bawaslu tidak menandatangani termasuk juga Paslon tidak menandatangani.
Lebih lanjut Roberto menambahkan, ini adalah kejadian khusus dimana KPU Intan Jaya telah mengkhianati integritasnya sebagai anak bangsa, yaitu dengan tidak melaksanakan pemilu yang jujur, transparan, akuntabel, dan adil. Ditambah lagi Bawaslu telah mengeluarkan rekomendasi yaitu rekomendasi Nomor 279 yang menyatakan menolak hasil Pleno Rekapitulasi yang dikeluarkan oleh KPU Intan Jaya Nomor 1042.
“Bilamana hal ini ditolak oleh hakim konstitusi, apabila hanya dilihat dari syarat formil yang harus dipenuhi, maka sesungguhnya hakim konstitusi juga tidak mau melihat fakta yang sesungguhnya terjadi. Oleh sebab itu, untuk apa gunanya Mahkamah Konstitusi yang disebut sebagai the guardian of constitutions?,” ucap Roberto dengan sikap yang penuh emosional.
Hal senada juga disampaikan Mila Ayu Dewata Sari sebagai kuasa hukum paslon pemohon perkara sengketa Pilkada Kabupaten Intan Jaya, mengatakan bahwa kalau masyarakat itu melihat sosok dari pasangan Apolos-Widigipa ini sangat betul-betul memperhatikan masyarakatnya terutama terkait kesejahteraan dan juga perubahan bagi Kabupaten Intan Jaya.
Intinya kami semua kecewa dengan putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia atas putusan hari ini, dimana mayoritas pemohon tidak diterima dan semua alasannya itu sama yaitu karena Ambang Batas.”Seharusnya hakim MK menerima untuk mendengarkan dulu kesaksian-kesaksian para saksi dan bukti-bukti yang kita siapkan, sedangkan pada saat persidangan sebelumnya hakim konstitusi sudah mendengarkan keterangan dari pihak KPU, Bawaslu dan lainnya, dimana dalam agenda tersebut KPU sudah mengakui ada beberapa rekomendasi Bawaslu yang tidak dijalankan,” sesalnya.
“Kami sangat sedih hakim-hakim tidak mau melihat fakta di lapangan, kita melihat hampir di seluruh Kabupaten/Kota yang ada di Kabupaten Intan Jaya ditolak, ini ada apa? sampai fakta-fakta itu tidak mau dilihat dulu,” ucap Mila.
Gillian Joan Fernando selaku tim kuasa hukum 03 juga menyampaikan, kami bingung kenapa Bawaslu tiba-tiba selaras dengan KPU, tidak sesuai dengan keterangan yang diberikan Bawaslu Kabupaten Intan Jaya pada MK, sekarang Bawaslu tiba-tiba sinkron dan senada dengan KPU. Sehinggga pemimpin terpilih Selalu berdasarkan Ambang Batas yang jelas-jelas seperti disepakati pada saat KPU memberikan jawaban dan KPU memberikan keterangan yang awalnya berbeda, tiba-tiba jadi senada bukan saat pelaksanaan Pilkada itu sendiri (fakta di lapangan).
“Aneh bin ajaib memang, jika terus seperti ini sampai kapanpun proses Pilkada di Papua tidak akan berubah menjadi lebih baik,” tandasnya.
Yosua Riodoma menambahkan, pasca putusan/penetapan dismissal oleh 9 Hakim MK ternyata tidak mencerminkan rasa keadilan bagi para pencari keadilan itu sendiri. Khusus di Kabupaten Intan Jaya, dimana masyarakat di Intan Jaya sangat mengenal sosok pemimpinnya dimana bapak Apollos yang sangat peduli kepada masyarakatnya justru kehilangan suara.
“Kami meminta dengan segala hormat kepada pemerintah agar dilakukan pemeriksaan sidang DKPP kepada KPU juga Bawaslu khusus di Kabupaten Intan Jaya untuk menentukan sudah sesuai atau tidaknya prosedur dan tupoksi yang dilakukan, dimana dibilik suara bapak Apollos telah kehilangan banyak suara. Kami meminta bagi masyarakat yg mendukung tetap memberikan support dan dukungannya,” tegasnya.