Jakarta, NUSANTARAPOS.CO.ID – Ketua Umum PDIP Megawati Soekarno Putri mengeluarkan surat instruksi kepada kepala daerah yang baru saja terpilih dalam pilkada serentak dan telah dilantik oleh Presiden RI Prabowo Subianto di Istana Negara Jakarta, Kamis (20/2/2025) kemarin. Surat instruksi itu berisi agar seluruh kepala daerah yang berasal dari PDIP untuk tidak mengikuti retreat yang diagendakan dari tanggal 21-28 Februari 2025 di Magelang, Jawa Tengah.
Menanggapi hal tersebut, Koordinator Tim Hukum Merah Putih C. Suhadi mengatakan yang jadi pertanyaan kita adalah kenapa seorang ketua umum partai besar melarang kepala daerah untuk tidak mengikuti retreat yang sudah menjadi program Presiden Prabowo pasca mereka dilantik kemarin. Terlebih yang membuat kita tercengang larangan itu karena dikaitkan KPK telah menahan Hasto Sekjen PDIP terkait kasus Harun Masiku.
“Kalau benar larangan itu dikaitkan dengan penahanan HK, apa hubungannya dengan Presiden Prabowo sehingga programnya ikut diacak-acak. Sebab antara penahanan KPK dengan Presiden sebagai kepala negara tidak ada sangkut pautnya,” katanya di Jakarta, Jumat (21/2).
Menurut Suhadi, KPK bekerja di jalur hukum dan presiden berada di pemerintahan. Sehingga keduanya mempunyai irisan kerja yang tidak sama. Hal ini sejalan dengan sistem hukum kita yang menganut trias politika yang dikembangkan oleh Montesquieu.
“Dalam teori itu dan Indonesia salah negara yang menganutnya, negara telah membagi kekuasaannya dalam tiga kekusaan seperti eksekutif (pemerintah), legislatif (DPR) dan yudikatif (peradilan). Bercermin dari teori pembagian kekuasaan negara, peran KPK sebagai lembaga penegak hukum terdapat wilayah pembeda yang tidak dapat dikangkangi oleh pemerintah,” ujarnya.
Letak KPK, lanjut Suhadi, segaris dengan peran sebagai yudikatit manakala KPK sudah memasuki penyidikan dan surat keluar menggunakan Pro Justitia (untuk keadilan). Sehingga dengan demikian peran KPK tidak boleh diganggu seperti yang dikehendaki Mega.
“Perlu diketahui Pro Justitia telah diuji di lembaga praperadilan dan ternyata praperadilan ditolak, karena sesuai faktanya peran Hasto terang benderang sebagai pelaku tindak pidana. Itu artinya perkara harus diproses menurut hukum yang berlaku dengan begitu tidak ada kriminalisasi seperti dituduhkan,”terangnya.
Suhadi menjelaskan terkait surat larangan ini yang dibungkus kata -menunda perjalanan- masuk dalam golongan Mega seperti seorang pemimpin bertangan besi dan seorang pemimpin yang tidak mencerminkan kenegarawanan. Menurut Saya aneh, dan terkesan kekanak kanakan.
“Karena kepala daerah apakah dia seorang gubernur maupun bupati dan walikota dipilih oleh rakyat, bukan oleh Megawati dan anggotanya. Karena peran partai hanya sampai pada rekomendasi saja dan selanjutnya hak rakyat seseorang akan dipilih atau tidak menjadi kepala daerah,” tuturnya.
Suhadi menambahkan demikian juga setelah terpilih, tidak lagi menjadi bagian penuh dari partai akan kedudukan mereka adalah menjadi milik rakyat yang memilihnya. Karena itu seorang kepala daerah tidak boleh lagi ada berada di ketiak ketua umumnya, dan setelah dilantik sebagai kepala daerah bukan menyembah sang ketua umum, akan tetapi mengabdi kepada rakyatnya dimana dia dipilih.
“Berkaca dari manuver ini semakin jelas, kenapa Mega selalu memegang teguh kalimat Petugas Partai, tujuannya adalah jelas bahwa partai dan kader ada dalam genggamannya, lalu kita bertanya buat siapa kepala daerah yang terpilih bekerja!,” pungkasnya.