Jakarta, nusantarapos.co.id – Kementerian Hukum dan HAM beberapa waktu lalu telah mencabut status badan hukum Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) melalui Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor AHU-30.AH.01.08 Tahun 2017.
Ada tiga alasan pemerintah membubarkan HTI. Pertama, sebagai ormas berbadan hukum, HTI tidak melaksanakan peran positif untuk mengambil bagian dalam proses pembangunan guna mencapai tujuan nasional.
Kedua, kegiatan yang dilaksanakan HTI terindikasi kuat telah bertentangan dengan tujuan, azas, dan ciri yang berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas.
Ketiga, aktivitas yang dilakukan HTI dinilai telah menimbulkan benturan di masyarakat yang dapat mengancam keamanan dan ketertiban masyarakat, serta membahayakan keutuhan NKRI.
Sebelumnya, pada Senin (7/5/2018), Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta juga menolak gugatan yang diajukan pihak Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) terhadap Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Karena ditolak di PTUN, maka HTI pun mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung pada tanggal 19 Oktober 2018. Dan Yusril Ihza Mahendra ditunjuk sebagai kuasa hukum untuk mendaftarkan kasasi tersebut.
Atas dasar itu, Advokat Senior C. Suhadi mengatakan berkaitan dengan pembubaran HTI yang dilakukan oleh pemerintah melalui Kemenkum HAM itu belum final. Karena HTI masih melakukan perlawanan dalam bentuk kasasi ke MA.
“Meskipun sudah ada SK pembubaran, kemudian HTI masih mengajukan gugatan pembatalan maka menurut hukum pembubaran belum dinyatakan final, belum dapat di eksekusi, dan masih menunggu putusan kasasiā katanya di Jakarta, Selasa (27/11/2018).
Lanjut Suhadi, dengan adanya gugatan pembatalan maka SK pembubaran antara ada dan tiada. Artinya SK masih dalam status quo karena yang keberadaannya harus menunggu putusan Kasasi dari Mahakamah Agung. Oleh karena itu saran saya, sebagai salah satu pemerhati proses hukum ini meminta kepada mahkamah agung untuk segera melakukan langkah-langkah yang cepat dan tepat dalam mengkaji langkah langkah hukum untuk segera diputus di tingkat kasasi.
“Nah dalam rangka menghormati langkah-langkah hukum yang sedang berjalan agar kita jangan gegabah dalam menyikapi gerakan-gerekan mereka. Gerakan mereka yang sementara tidak punya legal standing serahkan kepada aparat penegak hukum,” ujarnya.
Suhadi menambahkan karena sebelum ada keputusan yang bersipat inkracht van gewijsde (berkekuatan hukum ) HTI belum dapat disebut terlarang secara de facto. Meskipun secara de jure HTI tidak boleh mengklaim sebagai organisasi yang sah, karena atas dasar SK Pembubaran.
Dalam menyikapi hal itu, sambung Suhadi, maka saya meminta kepada MA untuk segera mengambil langkah percepatan dalam menangani perkara HTI dengan tetap menjujung azas-azaz hukum yang tepat dan benar. Artinya kalau memang langkah-langkah pembubaran itu sudah sesuai dengan ketentuan hukum, maka Mahkamah Agung jangan segan-segan mengambil keputusan terhadap pembubaran tersebut.
“Jika sudah ada kepastian hukum dari Mahkamah Agung tentang pembubaran, maka pemerintah dapat lebih bersikap terhadap pembubaran itu sendiri, karena payung hukumnya lebih kokoh,” tegas caleg Partai Nasdem tersebut.(Hari)