Jakarta, Nusantarapos – Perang melawan illegal, unreported, and unregulated (IUU) Fishing di Indonesia belum dan tidak akan berhenti. Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyatakan bahwa Presiden Joko Widodo masih tetap tegas dalam pemberantasan _IUU Fishing_.
“Kebijakan kita satu: kapal ikan asing yang tertangkap, pasti ditenggelamkan. Jadi kalau ada lelang KIA, itu sebenarnya kebijakan yang merugikan kita ,” tegasnya dalam gelaran konferensi pers di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Selasa (30/4).
Menteri Susi meyakini, adanya lelang kapal pelaku. illegal fishing berpotensi membuat kapal tersebut digunakan kembali untuk kejahatan serupa. “Kapal pelaku illegal fishing dilelang dengan harga masuk negara hanya 100, 200, hingga maksimal Rp500 juta. Sementara keuntungan mereka Rp1-2 miliar dari sekali melaut dengan mencuri di wilayah Indonesia. Secara hitungan ekonomi mereka masih untung dibandingkan dengan PNBP dari hasil lelang,” lanjut Menteri Susi.
“Oleh karena itu, banyak kita temukan kapal residivis yang tertangkap kembali.” ungkapnya.
Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang dihasilkan dari pelelangan kapal dinilai terlalu kecil, tidak sepadan dengan kerugian ekonomi dan risiko keselamatan petugas patroli kita, dan kebanggaan sebagai bangsa yang berdaulat. Untuk itu, ia menginginkan agar KIA asing yang ditangkap dirampas negara untuk dimusnahkan.
“Makanya saya tidak pernah setuju dengan kebijakan lelang untuk KIA ini. Dengan banyak sekali kejar mengejar dan mereka mencoba intimidasi dan tabrak kapal kita. Itu tidak ‘worth it’ kalau kapal-kapal itu kita lelang sekadar untuk mendapatkan PNBP. Ini akan mengurangi ketegasan dan tekad kuat kita di mata para pelaku IUU Fishing,” jelas Menteri Susi.
Hal ini menyusul insiden intrusi KIA asal Vietnam di perairan Laut Natuna Utara yang telah menarik perhatian publik beberapa waktu terakhir. Menteri Susi menyatakan sikap tegas KKP atas insiden penangkapan kapal BD 979 pada Sabtu (27/4) sekitar pukul 14.45 WIB tersebut.
Perlu diketahui, kapal Vietnam BD 979 yang membawa 14 Awak Kapal Perikanan (ABK) berkewarganegaraan Vietnam ditangkap oleh KRI Tjiptadi (TPD) 381 di koordinat 6o24’50’’ U –106o50’12’’ T. Namun saat Kapal BD 979 digerakkan mendekat ke KRI TPD 381, dua Kapal Dinas Perikanan Vietnam yaitu KN 264 dan KN 231 melakukan interupsi. Keduanya menabrak lambung dan buritan BD 979 hingga terjadi kebocoran. “KRI TPD 381 terpaksa memotong tali-tali BD 979 karena kondisi kapal tenggelam dan tidak dapat diselamatkan,” jelas Menteri Susi.
Tak hanya itu, Kapal patroli Dinas Perikanan Vietnam tersebut juga menabrak lambung KRI TPD 381 dan berusaha mengikuti KRI TPD 381 untuk memberikan tekanan.
Jika memang belum ada kesepakatan, Menteri Susi menyebut seharusnya tidak ada kegiatan perikanan di wilayah tersebut sampai dengan tercapainya kesepakatan dua pemerintahan (Pasal 74 (3) UNCLOS).
“Apa yang dilakukan TNI AL sudah benar dengan menarik KIA Vietnam tersebut karena berdasarkan Undang-undang Perikanan kita kewenangan penegakan hukum di laut ZEE Indonesia ada pada TNI AL dan KKP. Sebagai bagian dari Satgas 115, mereka sudah melakukan tugasnya dengan benar, tugas menangkap kapal ikan yang mencuri ikan. Jadi secara prosedur sudah benar,” tegas Menteri Susi.
Pendapat Menteri Susi ini didasarkan pada UNCLOS Pasal 57, negara pantai dapat melakukan klaim ZEE atas wilayah sampai 200 nm dari garis pangkal. Sehingga, Indonesia berhak untuk melakukan klaim atas wilayah ZEE yang melebihi batas Landas Kontinen yang disepakati dengan Vietnam.
Sementara itu, Vietnam melakukan klaim batas ZEE Vietnam segaris dengan Landas Kontinen dengan dasar Perjanjian 2003. Klaim tersebut sangat merugikan Indonesia karena perbatasan ZEE seharusnya tidak disamakan dengan perbatasan Landas Kontinen.
Menurut Menteri Susi, kejadian tekanan dan intimidasi dari kapal asing terhadap KRI atau kapal pengawas ini bukanlah yang pertama kalinya terjadi.
Menteri Susi mengatakan, dalam satu tahun belakangan, agresivitas intrusi kapal ikan asing khususnya di wilayah perairan Natuna meningkat tajam. “Tahun ini, sudah ada 4 kali insiden kapal Vietnam dan 2 kali kapal Malaysia mencoba mengintimidasi dan menabrak kapal patroli kita.”
“Kenapa mereka tidak jera? Ya namanya juga butuh. Sumber daya mereka sudah tidak ada. Mereka putus asa, jadi mereka datang ke perairan kita,” imbuhnya.
Menteri Susi menyayangkan pelanggaran yang terus-terusan dilakukan kapal perikanan asing, utamanya Vietnam. Padahal Vietnam baru saja terlepas dari kartu kuning _(yellow card)_ dari Uni Eropa karena permasalahan _illegal fishing_. Dalam periode Oktober 2014 – Agustus 2018 misalnya, dari 488 kapal pelaku _illegal fishing_ yang ditenggelamkan, 272 di antaranya merupakan kapal Vietnam, disusul 90 kapal Filipina, 73 kapal Malaysia, 25 kapal berbendera Indonesia, dan 23 kapal Thailand. Sementara itu sepanjang tahun 2019 (hingga 29 April), Kapal Pengawas Perikanan KKP, Kepolisian Perairan (Polair), dan TNI AL telah menahan 33 barang bukti kapal pelaku _illegal fishing_ dari Vietnam disusul 16 kapal Malaysia.
“Mereka seharusnya tidak lepas dari kartu kuning karena masih seringkali melakukan IUU Fishing di wilayah orang lain,” ujar Menteri Susi. (*)