Pengamat : Surat Wasiat Prabowo Hanya Istilah Untuk Menutupi Konsekuensi Hukum

Ketua Umum Negeriku Indonesia Jaya (Ninja) C. Suhadi, S.H., S.H.

Jakarta, NUSANTARAPOS.CO.ID – Calon presiden (capres) Prabowo Subianto berencana membuat surat wasiat menyikapi situasi Pemilu Presiden (Pilpres) 2019.

Surat dibuat sebagai komitmen Prabowo kepada rakyat, untuk menghadirkan pemilu yang adil tanpa kecurangan. Menurut calon wakil presiden (cawapres) pendamping Prabowo, Sandiaga Uno, surat hasil masukkan ahli hukum tersebut merupakan pegangan mereka untuk melangkah di Pemilu.

Pimpinan organisasi relawan Jokowi-Ma’ruf, Negeriku Indonesia Jaya (Ninja), C Suhadi, menilai surat wasiat Prabowo tak lazim karena surat itu seharusnya bersifat rahasia.

“Dan yang menjadi lucu pernyataan petinggi BPN (Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi), bahwa surat wasiat itu adalah pegangan buat kita melangkah. Itu artinya surat wasiat itu isinya sudah diketahui dan sudah terbuka,” ujar Suhadi di Jakarta, Jumat (17/5).

Surat wasiat dibuka atau bisa diketahui orang, imbuh dia, apabila si pembuat telah meninggal dunia. Adapun mengacu hukum perdata, surat wasiat ialah pemberian suatu benda secara sukarela kepada seseorang tanpa ada imbalan.

“Dalam hukum Islam, wasiat dapat dilakukan secara tertulis dan atau tanpa tertulis sepanjang pernyataannya disaksikan oleh dua orang saksi,” tuturnya.

Karena dianggap berbeda dengan kebanyakan, Suhadi menilai surat wasiat Prabowo hanyalah istilah yang dibuat-buat guna menghindari konsekuensi hukum tertentu.

“Itu bukan surat wasiat seperti diatur dalam hukum perdata. Karena secara hakikat sudah tidak dapat dikatakan wasiat, sehingga penggunaan istilah ‘wasiat’ dalam kaitan ini sebagai bentuk pengalihan isu. Diduga agar tidak dapat dijerat pasal makar apabila surat perintah yang dibungkus wasiat itu mempunyai tujuan-tujuan jahat,” papar advokat senior ini.

Kendati begitu, Suhadi yakin jika ada rencana jahat dari hadirnya surat wasiat Prabowo, penegak hukum tak terkecoh dan mampu menjerat para pelakunya. Seperti halnya upaya mengganti istilah people power oleh politisi senior Amien Rais yang dipandang sebagai aksi makar, menjadi gerakan kedaulatan rakyat.

“Apapun bungkusnya dari rencana jahat itu, akan tetap tidak lepas dari jerat hukum sepanjang tujuan dari rencana itu adalah jahat. Seperti contoh, untuk menghilangkan makar, Amien Rais yang menggagas istilah people power diganti dengan istilah lain, padahal mau diganti seperti apa kalau tujuannya mau merebut kekuasaan dengan cara cara inkonstitusional adalah tindak pidana makar,” tandas Suhadi.