Jakarta, Nusantarapos – Koordinator Nasional Publish What You Pay Indonesia (PWYP) menanggapi sentilan Presiden Joko Widodo terhadap Menteri ESDM dan Menteri BUMN terkait defisit neraca perdagangan Januari-Mei 2019.
“Evaluasi terhadap defisit fiskal ini menjadi sangat penting. Defisit fiskal menunjukan adanya animali dalam pengelolaan energi nasional yang sangat bertumpu pada bahan bakar fosil, dalam hal ini migas. Migas juga dipandang sebagai komoditas dan sumber devisa, bukan menjadi trigger bagi pembangunan nasional,” kata Maryati.
“Dalam hal transisi energi, Indonesia juga belum memiliki roadmap yang jelas dan implementasi transisi energi yang belum konsisten. Sehingga defisit fiskal masih ditanggapi dengan pendekatan reaksi ekspor-impor semata,” lanjutnya.
Terkait dengan defisit neraca perdagangan, Maryati menambahkan bahwa Pemerintah harus bisa mengendalikan defisit ini, terutama dari impor minyak mentah dan BBM. Bukan saja dengan menaikan ekspor non migas, namun impor minyak itu sendiri perlu dikendalikan, dikurangi dan penggunaannya harus efisien supaya minus neraca perdagangan.
Selain itu, seharusnya Indonesia memiliki exit strategy yang sistematik dan konsisten. “Jika menaikan harga BBM dan listrik bukan pilihan tepat bagi Jokowi di periode pemerintahan yang kedua, maka Pemerintah harus melakukan efisiensi, mengawasi pelaksanaan bersubsidi energi dan menjalankan strategi transisi energi dan ekonomi secara makro, dari berbasis fosil ke energi rendah karbon,” pungkas Maryati. (RIE)