Jakarta, NusantaraPos – Bukannya membaik, paska reformasi ’98 kualitas demokrasi dinilai menurun. Hal ini disebabkan masifnya penyebaran hoaks atau informasi bohong, terutama di masa sekarang.
“Semakin banyak pendapat dan kritik, kualitas demokrasi meningkat. Karena ada pertempuran ide gagasan. Setelah reformasi harusnya kualitas demokrasi kita semakin baik. Namun karena hoaks, menjadi semakin menurun,” ujar intelektual muda Nahdlatul Ulama (NU) Mohamad Guntur Romli pada diskusi ‘Menjaga Demokrasi dari Bahaya Hoaks untuk Pemilu yang Jujur dan Berintegritas’ yang digelar Indonesian Democracy Network (IDN), Tebet, Jakarta Selatan, Selasa (22/1/2019).
Melalui hoaks, kata Guntur, politik identitas yang bernuansa suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) bisa disisipkan mempengaruhi opini publik. Hal ini tentunya merusak hasil dari demokrasi, termasuk pemilu. Dengan hoaks, pemimpin yang berkualitas berpotensi tidak dipilih ketika ajang kontestasi. Selain berbahaya, hal ini dipandang sebagai kemunduran.
“Padahal konsep politik modern itu memilih pemimpin berdasarkan meritokrasi,” ucapnya.
Atas itu, Guntur mengajak seluruh pihak memerangi hoaks karena merusak demokrasi yang telah dibangun. Caranya dengan memberikan pencerahan ke masyarakat, terlebih oleh orang-orang yang mampu membedakan hoaks-tidaknya suatu informasi.
“Apa kita biarkan hoaks merusak demokrasi? Atau kita memberikan alternatif-alternatif. Bagi saya kita harus memberikan pencerdasan politik ke masyarakat. Anda boleh kritik lawan, tapi jangan fitnah. Harus menyampaikan sesuatu berdasarkan kenyataannya yang ada,” tandas politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
Selain diskusi, turut digelar deklarasi pemilu damai oleh IDN. Mereka berkomitmen menjaga pelaksanaan Pemilu 2019 yang aman, jujur dan adil.
“Juga siap menjadi garda depan melawan berita berita hoaks dengan upaya preventif,” kata perwakilan IDN, Abdal. (RK)