Mengatasi Konflik Papua, Negara Harus Lebih Terbuka Menangani Persoalan

Anggota DPR Fraksi Partai Demokrat dapil Papua, Willem Wandik ketika diwawancarai disela rapat Komisi V.

Jakarta, NUSANTARAPOS.CO.ID – Anggota DPR Fraksi Partai Demokrat dari pemilihan Papua, Willem Wandik mengkritisi situasi di Papua saat ini dikarenakan ketidakadilan yang terus ditunjukkan oleh pemerintah pusat. Terutama terkait operasi militer yang digelar oleh TNI/Polri.

Hal itu ia sampaikan pada saat pelantikan anggota DPR RI periode 2019-2024 di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (1/10/2019).

Willem mengatakan kondisi Papua hari ini adalah terakumulasi dari kompleks persoalan yang selama ini tidak ditangani secara utuh sehingga menjadi bom waktu yang setiap saat meledak. Selama ini sejumlah persoalan di sana tidak pernah dilihat sehingga memicu polemik.

“Isu ras itu sudah ada sejak dulu, di dalam aspek kebijakan bernegara itu sudah ada. Bagaimana orang Papua dirasa tidak setara dengan saudara-saudara kita yang lain di republik ini,” katanya.

Lanjut Willem, untuk mencegah pengulangan tersebut, maka solusinya adalah negara harus terbuka memediasi persoalan ini untuk dibedah supaya bisa terobati. Karena selama ini diabaikan, ketika ada persoalan dianggap sepele, padahal di sana ada persoalan hukum adat, HAM dan sumber daya alam.

“Dan yang menjadi dasarnya adalah dikriminalisasi ras. Ada pandangan/stigma itu sehingga dalam mengimplementasikan melampaui itu, penegakan HAM tidak jalan,” ujarnya.

Willem mencotohkan ketika ada orang Papua meninggal dunia saja ibaratnya hanya seperti orang tikusnya mati sehingga tidak pernah ada penindakan terkait kematian itu. Tidak pernah ada tim suvery/pencari fakta datang ke sana untuk mencari tahu kematian orang asli Papua di sana.

“Lalu pengelolaan sumber daya alam dan APBN yang didominasi oleh pusat sehingga orang Papua hanya jadi penonton. Belum lagi otonomi khusus juga dikasih hanya sebagai casing saja,” ucapnya.

Willem mengungkapkan kalau negara konsisten dalam menjalankan amanat konstitusi republik ini, itu baru bisa adil. Tapi kalau sikap negara masih setengah hati persoalan Papua akan terus mengemuka.

“Sebagai contoh yang kasus di Surabaya sampai saat ini belum ditangani dengan sepenuh hati, karena tidak diketahui siapa aktor dan pelaku utamanya yang membuang bendera ke selokan. Tapi justru aktivis perempuan Veronica malah ditetapkan jadi tersangka,” ujarnya.

Willem mengungkapkan padahal sebelum kasus itu mencuat mahasiswa Papua melakukan demo karena ada warga sipil di Nduga sebanyak 184 meninggal dunia tidak pernah negara menyampaikan belasungkawa seperti yang pernah saya sampaikan pada saat rapat Paripurna beberapa waktu lalu. Ratusan tulang belulang di hutan-hutan tidak tangani dengan baik.

“Sehingga mereka melakukan aksi demo yang lebih luas di Jogja, Malang dan Jakarta. Dan yang terakhir adalah di Surabaya, dimana sampai ada yang mengeluarkan kata-kata rasis sehingga menimbulkan amarah orang asli Papua,” terangnya.

Setelah itu, tambah Willem, adik-adik mahasiswa dan masyarakat Papua turun ke jalan dengan mengibarkan bendera bintang kejora karena sudah mulai bosan dengan penanganan persoalan yang ada di sana.

“Tetapi apa yang didapatkan adalah aparat terlalu represif terhadap mahasiswa dan masyarakat Papua. Bahkan ada yang sampai ditembak mati namun belum ada penanganan, dan sampai saat ini pun masih ada yang ditahan di Mako Brimob,” pungkas Anggota DPR 2 periode tersebut.(Hari.S)