Jakarta, NusantaraPos – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mulai menggenjot penggunaan energi hijau ramah lingkungan (green fuel) dari minyak kelapa sawit (crude palm oil/cpo) di tahun 2019. Hal ini sebagai tindak lanjut dari fokus Pemerintah dalam menahan laju tingginya konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM).
Kehadiran energi hijau bakal memberikan dampak positif bagi Indonesia, terutama untuk capaian bauran energi terbarukan sebesar 23% pada 2025. Demi merealisasikan hal tersebut, Pemerintah telah menggarap sektor transportasi melalui penerapan mandatori bauran 20% biodiesel (B20) fatty acid methyl ether/FAME ke dalam BBM yang bergulir sejak September 2018 lalu.
Pemerintah pun menargetkan tingkat penggunaan CPO mencapai 13 juta kiloliter atau 235.247 barel per hari (bph) pada tahun 2025. Apalagi selama setahun terakhir, realisasi produksi biodiesel sudah mencapai 6 juta kiloliter atau 108.576 bph. Angka ini melebihi dari yang ditargetkan sebesar 5,7 juta KL di tahun 2018. Tren positif ini dinilai oleh Menteri ESDM Ignasius Jonan sebagai peluang investasi jangka panjang bagi Pertamina lewat pengembangan green refinery dengan skema bisnis.
“Kalau mobil bermesin bensin, kalau mau digabung etanol kan ketersediaannya sangat minim. Kalau untuk kendaraan bermesin diesel kan populasinya 2/3 sehingga kami mendorong Pertamina untuk bekerja sama membuat green diesel [Biosolar dari CPO],” kata Jonan saat menyaksikan penandatanganan kerja sama Pertamina dengan Eni untuk pengolahan CPO serta penandatanganan head of term sheet of joint venture agreement di Roma, Italia, Rabu (30/1) seperti dikutip dari Siaran Pers Kementerian ESDM, Jumat (1/2/2019).
Pertamina – Eni, perusahaan migas asal Italia, sendiri telah memperkuat kerjasama di antara kedua belah pihak dengan menandatangani 3 kesepakatan. Dua kesepakatan terkait dengan pengembangan Green Refinery, yaitu Head of Joint Venture Agreement untuk pengembangan Green Refinery di Indonesia serta Term Sheet CPO processing di Italia. Kesepakatan ini merupakan lanjutan dari nota kesepahaman kerja sama yang telah ditandatangani Pertamina dengan Eni pada September dan Desember 2018.
Sementara satu kesepakatan lainnya yaitu MoU terkait circular economy, low carbon products dan renewable energy dengan disaksikan oleh Menteri Jonan.
Di samping untuk menekan impor minyak, imbuh Jonan, keberadaan kilang green fuel akan mendorong konsumsi CPO di dalam negeri, dengan kalkulasi sebesar 200.000 barel per hari. Dengan begitu, produsen sawit akan mendapatkan kepastian serapan CPO di dalam negeri tanpa harus menggantungkan diri pada ekspor.
“Produksi sawit Indonesia sebanyak 46 juta ton, sedangkan minyak diesel kebutuhannya 120.000 ton per hari [800.000 barel per hari] kalau dikalkulasi dalam setahun jumlahnya sekitar 36 juta ton. Dengan begini kan bisa meningkatkan harga sawit di tingkat yang wajar,” tambahnya.
Untuk memastikan stabilitas harga CPO, Pemerintah masih merumuskan formula harga CPO seperti harga minyak Indonesia (Indonesian crude price/ICP) dalam ekuivalen ukuran yang sama.
Selama ini, Pemerintah memberikan subsidi biodiesel agar masuk skala keekonomian. Subsidi untuk biodiesel diambil dari pungutan ekspor CPO yang dikumpulkan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). (*)