Surabaya, Nusantarapos – Air tanah merupakan sumber daya alam yang terbarukan, namun apabila tidak kita kelola dengan baik dan memperhatikan keseimbangan antara imbuhan dan pengambilannya maka potensi ketersediaannya akan semakin berkurang.
“Air tanah memberikan peranan penting untuk berbagai keperluan, maka pemanfaatan air tanah harus memperhatikan keseimbangan dan pelestarian sumber yang kita kenal sebagai berwawasan lingkungan,” ujar Staf Ahli Menteri ESDM Bidang Ekonomi dan Sumber Daya Alam, Sampe L. Purba dalam sambutannya pada Talkshow Air Tanah dengan tema: “Air Tanah Terjaga, Petani Sejahtera” di Surabaya, Kamis (28/11).
Melalui talkshow ini, Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan, Badan Geologi, Kementerian ESDM ingin memberikan gambaran kebijakan pemanfaatan air tanah bagi pertanian serta mencari solusi dalam mengatasi permasalahan penggunaan air tanah untuk irigasi di Provinsi Jawa Timur.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Dinas ESDM Provinsi Jawa Timur, Setiajit, menyinggung persediaan air tanah permukaan yang semakin hari semakin berkurang. “Contohnya beberapa sumber air seperti di Malang yang awalnya cukup besar dan semakin hari jumlah sumbernya semakin berkurang. Ini artinya lingkungan hidup harus dijaga, hutanpun harus kita jaga,” tuturnya dalam Siaran Pers ESDM.
Sumber daya air, termasuk diantaranya air tanah digunakan dalam berbagai kegiatan manusia, baik untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga sehari-hari, kegiatan industri, pertanian, perikanan maupun penunjang sektor jasa.
Dalam kegiatan pertanian, mayoritas sumber air yang digunakan adalah dari air hujan, air sungai/ bendungan maupun air tanah yang diperoleh dengan membuat sumur bor air tanah.
Saat ini kebutuhan akan pemanfaatan air tanah sangat besar, baik untuk kebutuhan air pokok, rumah tangga, industri dan pertanian. Di zamannya dahulu, air permukaan cukup berlimpah dan airnya masih bagus, bahkan air sungai mengalir deras selama satu tahun penuh.
Saat ini kebanyakan petani di Indonesia mengairi area persawahannya dengan menggunakan air irigasi yang bersumber dari air permukaan/ waduk.
Sementara di beberapa daerah di Indonesia, dimana air permukaan masih kurang untuk mengairi lahan pertanian, petani akan menggunakan air dari sumur bor.
Pengambilan air tanah dalam jumlah melebihi jumlah imbuhannya, akan menyebabkan penurunan air tanah. Di daerah Madiun, tepatnya di daerah Balerejo, dalam kurun waktu 12 tahun (2007 hingga 2019) telah terjadi penurunan muka air tanah hingga 20 m.
Sementara di Kabupaten Sragen, dalam kurun waktu tiga tahun pengamatan (2016 hingga 2019), tidak terjadi penurunan air tanah di daerah persawahan, meskipun petani banyak menggunakan air tanah.
Disamping penggunaannya banyak, sumbernya juga sudah terdegradasi karena air turun dari langit masuk ke permukaan tanah dan merembes ke dalam tanah. Sekarang sebagian besar (air) yang meresap sedikit dan yang jadi air permukaan besar.
Hal ini mengindikasikan bahwa potensi air tanah disetiap daerah berbeda-beda, sehingga kebijakan penggunaan air tanah untuk irigasi perlu diatur sesuai dengan potensi air tanahnya, supaya konservasi air tanah terjaga untuk generasi sekarang dan yang akan datang. (*)