Jakarta, Nusantarapos – Kelompok masa dari Koalisi Mahasiswa Peduli Bangsa kembali mendatangi kementrian ESDM dan Kemenko Maritim dan Investasi pada Kamis siang (19/12).
Salah satu tuntutan massa yang berjumlah hampir 1000 mahasiswa dan pemuda tersebut yakni menuntut pemerintah untuk segera mencabut Permen ESDM No. 11 tahun 2019 terkait pelarangan ekspor bijih nikel kadar rendah yang dianggap telah merugikan penambang lokal dan negara secara keseluruhan.
Menurut koordinator aksi Dony Manurung, selain membuat penambang lokal “berteriak”, kebijakan ini juga berpotensi besar melanggengkan praktek kartel/mafia dalam proses tata niaga nikel di Indonesia.
Dony menilai, pelarangan ekspor bijih nikel ini diperkirakan akan membuat 26 smelter nasional yang sedang dalam proses pembangunan akan terlantar. Dan hingga saat ini pemerintah seperti menutup mata.
“Permen ESDM No. 11 tahun 2019 salah satu isinya itu kan melarang ekspor bijih nikel kadar rendah, yakni dibawah 1.7%. Sedangkan 26 smelter lokal yang sedang dibangun saat ini hanya berharap dapat mengumpulkan anggaran dari hasil penjualan nikel kadar rendah tersebut. Kalau sekarang dilarang, mau dikemanakan nasib pengusaha lokal kita? Pemerintah suruh olah sendiri, tapi pemerintah sendiri sampai saat ini belum terlihat perhatiannya terhadap nasib penambang dan smelter lokal,” ujarnya.
Dony berharap kiranya pemerintah jangan hanya peduli dengan investor asing, tapi pengusaha lokal yang sedang berjuang membangun smelter juga harus segera di selamatkan.
Selain itu Dony juga menaruh kecurigaan besar mengenai permainan kadar bijih nikel oleh smelter Virtue Dragon dan Tsingshan melalui surveyornya PT. Intertek.
“Banyak laporan di lapangan bahwa ada permainan pengaturan kadar bijih nikel oleh dua smelter asing dari Tiongkok ini. Banyak yang mengeluhkan bahwa kebanyakan penambang yang menjual bijih nikelnya kepada dua smelter asing ini sering kali ditolak dengan alasan kadar nikelnya tidak memenuhi standar, padahal awalnya para penambang sudah mengukur kadarnya dan dinyatakan memenuhi syarat. Tapi ketika melewati lab surveyor PT. Intertek yang dipakai oleh Virtue Dragon dan Tsingshan, kadarnya malah menjadi rendah. Makanya disini kita menuntut agar pemerintah segera mencabut izin smelter dan surveyor asing yang mempermainkan penambang lokal kita,” tegasnya.
Dilain pihak, Presidium Koalisi Mahasiswa Peduli Bangsa Rahmat Pakaya, menyoroti perihal “harga kesepakatan” yang dikeluarkan oleh kepala BKPM Bahlil Lahadalia. Menurutnya, harga yang diklaim sebagai harga kesepakatan antara BKPM dan para pengusaha nikel tersebut secara terang-terangan menabrak aturan.
“Pemerintah padahal sudah mengeluarkan peraturan soal harga patokan mineral (HPM) bijih nikel yang didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 Pasal 85. Kok ini ada bikin-bikin harga baru lagi? Permainan apa lagi ini? kata Rahmat.