Jakarta, NUSANTARAPOS.CO.ID – Sikap dan pandangan kritis dari siapapun warga bangsa terhadap jalannya pemerintahan dan pembangunan menuju Indonesia Maju pastilah diperlukan, dan pasti sangat dihargai, termasuk dari relawan dan bahkan elemen partai pendukung presiden Jokowi. Demikian dikatakan salah seorang relawan Jokowi Maruf Amin Menang Total (Join Metal) Teddy Syamsuri HS di Jakarta, Rabu (19/2/2020).
Fenomena yang paling nyata adalah sikap dan pandangan kritis dari kader dan anggota DPR dari Fraksi PDIP, Effendi Simbolon yang sesekali begitu vulgar mengkritisi pemerintahan Jokowi, tetapi dia baik-baik saja di dalam partai kepala banteng tersebut.
Tetapi jika yang disebarkan adalah cercaan dan tuduhan yang tidak berbasis data yang lengkap dari sumber terpercaya, itu namanya ujaran kebencian, hoax dan fitnah.
Menurut Taddy Syamsuri, di masa kampanye Pilpres 2019, rakyat merasakan betapa ujaran kebencian, hoax dan fitnah telah sangat menyesakkan dada, melukai akal sehat, bahkan hampir-hampir membelah, memecah persatuan dan kesatuan kita sebagai bangsa dan NKRI.
“Setelah usai Pilpres, di periode kedua Presiden Jokowi, tidak hanya relawan dan elemen partai pendukung, tetapi seluruh rakyat Indonesia pasti sudah muak dengan rekayasa kabar bohong, hoax, fitnah atau ujaran kebencian. Rakyat ingin damai dan fokus menata masa depan,” katanya.
Teddy Syamsuri mensinyalir ada satu dua orang terutama di elit organ relawan yang tidak ikhlas dan menjadi relawan dengan ada pamrih dari gerakan kerelawannya. Ada tendensi reward jabatan yang diimpikan, sehingga ketika tidak terakomodasi malah berbalik menyerang.
Teddy Syamsuri mengaku tidak habis pikir, ketika tiba-tiba ada orang-orang yang mengaku relawan kemudian melemparkan tuduhan ke publik, sebut saja Aznil Tan yang menuduh Kepala Staf Presiden, Jenderal Purn. Moeldoko terkait dengan kasus korupsi Jiwasraya, dan menuduh bahwa Moeldoko adalah kaki tangan SBY.
“Bahkan bukan hanya Aznil Tan, ternyata hal tersebut pun dilakukan oleh Haidar Alwi yang menuduh Moeldoko juga terkait dengan korupsi di PT. ASABRI bersama BN, anak mantu orang nomor satu negeri ini. Atas kabar tersebut sangat mengagetkan, bahkan bukan hanya relawan, tetapi seluruh warga bangsa tersentak,” ujarnya.
Bagaimana mungkin orang-orang dekat Presiden Jokowi berani melakukan korupsi, padahal Jokowi sendiri sangat mengharamkan perbuatan itu untuk seluruh aparat dan keluarga.
Teddy melihat tuduhan- tuduhan itu tidak disertai bukti yang valid dan kuat, karena Kejaksaan Agung sendiri sudah mengusut kasus Jiwasraya dan menetapkan 6 tersangka, tidak ada nama Moeldoko. Wajarlah kalau rayat dan relawan menanggapi tuduhan yang disebarkan itu hoax, halusinasi dan fitnah, dan tentu saja rakyat dan relawan menjadi sangat marah karena Aznil Tan dan Haidar Alwi sudah bikin kegaduhan baru yang bersumber dari analisa halu dan rekayasa kabar bohong, setelah rakyat sudah muntah-muntah dengan suasana penuh hoax ketika Pilpres 2019 lalu.
“Rakyat dan relawan setuju jika segala kebobrokan harus dibongkar tuntas, dibuang durinya dan diantisipasi, namun semuanya harus berdasar data yang akurat dan kredibel misalnya tentang Kadrun dan eks orang-orang pendukung SBY yang direkrut untuk jadi Tenaga Ahli dan Penasehat di KS. Yang kemudian dipersepsikan bahwa Moeldoko adalah kaki tangan SBY yang akan membantai Jokowi dari dalam Istana, apakah pemikiran dan tuduhan ini logis,” terangnya.
Teddy mencontohkan ketika Jokowi merekrut Ali Muchtar Ngabalin yang mantan tokoh Kadrun, dan ketika Jokowi merekrut Prabowo di jajaran Menterinya, apakah akan dikatakan bahwa Jokowi sedang membantai dirinya sendiri ? Faktanya ternyata kinerja mereka justru banyak diapresiasi rakyat.
Rakyat percaya bahwa Presiden Jokowi sangat teliti dan hati-hati dalam memilih para pembantunya, rakyat masih ingat ketika Jokowi menolak mengangkat Budi Gunawan sebagai Kapolri, karena sedang bermasalah dengan KPK.
Presiden Jokowi tentu sudah mengecek segala sesuatunya ketika berketetapan memberikan Jabatan Kepala Staf Presiden kepada Moeldoko. Track Record, kapabilitas, kredibilitas, integritas dan loyalitasnya pasti sudah sangat diperhitungkan oleh Presiden. Terbukti selama kampanye Pilppres, Moeldoko telah menjadi bemper, tameng dan benteng yang kokoh dan efektif dalam menangkis serangan ujaran kebencian, hoax dan fitnah dari lawan politik dan kelompok radikal, sehingga berandil besar terhadap kemenangan Jokowi.
Persoalan korupsi yang dituduhkan Aznil Tan dan Haidar Alwi terhadap Moeldoko dalam kasus Jiwasraya dan ASABRI juga tidak dapat diterima akal sehat, terlebih jika dikatakan bahwa Moeldoko mengkorupsi Jiwasraya dan ASABRI untuk kepentingan dana Pilpres 01.”Setahu kami Jokowi itu sangat mengharamkan duit korupsi, maka rakyat dan relawan yakin Moeldoko tidak mungkin melakukan itu,” pungkasnya.
Mengakhiri pendapatnya, Teddy menegaskan, ketika tuduhan korupsi tidak disertai data-data akurat, maka rakyat dan relawan menilai semua itu hanyalah fitnah dan hoax.
Maka menurut Teddy, formula terbaik untuk upaya pemberantasan korupsi dan sekaligus pembersihan Pejabat korup adalah dengan penyelesaian (pelaporan) Pro Justisia. KPK adalah instansi yang tepat utk melaporkan dan mendorong penyelidikan serta penyidikan urusan korupsi.
Teddy menyarankan Aznil Tan dan Haidar Alwi kalau memang punya data akurat, segera melaporkan temuannya ke KPK, karena jika tidak, maka akan dicap sebagai pembuat rekayasa dan penyebar berita bohong, hoax, ujaran kebencian.”Jika itu yang terjadi maka sangat pantas jika Aznil Tan dan Haidar menerima akibat hukumnya di hotel Prodeo,” tegasnya.