JAKARTA,NUSANTARAPOS,-Mantan Direktur Telkom DR disinyalir menyalahgunakan kewenangannya sebagai pemegang kendali anak perusahaan Telkom, PT. Sigma Cipta Caraka yang bergerak di solusi Teknologi Informasi. Sering kali DR menabrak core business PT. Sigma Cipta Caraka, salah satunya dengan menjalin kerjasama dengan PT. Granary Reka Cipta yang disinyalir punya kedekatan dengan GT, adik DR, untuk menggarap sektor perumahan.
Hal ini diceritakan oleh Indra Gunawan Jaringan Relawan Anti Korupsi melalui pesannya, Kamis (18/6/20), bahwa PT. Granary Cipta Reka ditunjuk sebagai vendor oleh PT. Sigma Cipta Caraka untuk proyek pembangunan perumahan dengan nilai kontrak Rp. 24 Milyar. Potensi permasalahan muncul ketika PT. Granary Cipta Reka telah mendapatkan pembayaran penuh sebesar Rp. 26,4 Milyar untuk pembangunan perumahan yang berlokasi di Bojonegoro, Jawa Timur. Padahal PT. Sigma Cipta Caraka hanya mendapatkan pembayaran dari customernya sebesar Rp. 4,2 Milyar dan masih terdapat tunggakan sebesar Rp. 26,6 Milyar.
“Dalam proyek pengadaan material batu split, DR patut diduga juga telah memerintahkan pembayaran secara penuh kepada PT. Granary Cipta Reka sebesar Rp. 24 Milyar, padahal customer PT. Sigma Cipta Caraka baru melakukan pembayaran sebesar Rp. 4,5 Milyar dari total Rp. 29 Milyar,” terangnya.
Lalu PT. Granary Cipta Reka ditunjuk sebagai vendor PT. Sigma Cipta Caraka untuk pengadaan perangkat/ server dan mendapatkan pembayaran sebelum waktunya sebesar Rp. 236 Milyar. Dengan kekuasaan dan kewenangan yang dimilikinya, pembayaran dimaksud patut diduga juga atas perintah DR, dimana pelanggan PT. Sigma Cipta Caraka hanya melakukan pembayaran sebesar Rp. 100 Milyar dengan tunggakan sebesar Rp. 166 Milyar.
Sepak terjang PT. Granary Cipta Reka sebagai vendor di lingkungan PT. Sigma Cipta Caraka sudah menjadi rahasia umum karena disinyalir dikendalikan oleh DR dan GT, sehingga ditemukenali indikasi banyaknya proyek fiktif di PT. Sigma Cipta Caraka baik untuk sektor TIK maupun sektor lainnya yang tidak sejalan dengan perencanaan bisnis korporasi, dan saat ini infonya sudah dalam proses penyelidikan oleh Aparat Penegak Hukum.
“Selain membuat mekanisme pembayaran yang berpotensi banyak merugikan korporasi dan bahkan merugikan keuangan Negara, DR patut diduga juga menggunakan kewenangannya untuk mengamankan posisinya sebagai Direktur Telkom beberapa tahun lalu. Hal ini terindikasi dari adanya proses pengadaan set-up box Indihome senilai Rp. 1,3 Triliyun pada tahun 2016 yang terkesan mendadak dan waktunya dilakukan persis sehari sebelum pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham Telkom,”pungkasnya.