Bogor, Nusantarapos — Sederet tugas telah menanti sejumlah lembaga/instansi pasca terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No 7 Tahun 2018 Tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi, dan Bantuan kepada Saksi dan Korban. Tumpukan tugas tersebut hanya akan berhasil diselesaikan bilamana tercipta sinergi antar lembaga/instansi dalam mengurus para korban terorisme. Selain sinergi, perlu disusun strategi yang tepat agar PP No 35/2020 dapat terlaksana dengan cepat dan terukur.
Demikian disampaikan Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban Hasto Atmojo dalam Rapat Koordinasi Tindak Lanjut Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2018 tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi dan Bantuan kepada Saksi dan Korban yang diselenggarakan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) di Bogor, Selasa (4/8/2020).
“Kami menyadari, untuk melaksanakan PP No 35 tahun 2020, LPSK dan BNPT tentu tidak bisa menjalankan peran ini secara sendirian atau berdua saja” ujar Hasto.
Lebih lanjut Hasto mengatakan, agar PP Nomor 35 Tahun 2020 berhasil diimplementasikan, diperlukan sinergi, koordinasi dan juga kolabarasi dengan kementerian atau lembaga lain yang relevan dengan aktivitas pemenuhan hak korban terorisme.
Pemenuhan hak korban terorisme yang dimaksud bukan hanya tertumpu pada pemberian kompensasi semata, namun juga terdapat hak rehabilitasi medis, psikologis maupun rehabilitasi psikososial kepada korban. Hasto menegaskan pemenuhan hak rehabilitasi psikososial ini bisa membuka ruang yang besar bagi sejumlah kementerian/lembaga berperan lebih besar.
“Rehabilitasi psikososial untuk korban terorisme tentu bisa melibatkan banyak instansi seperti Kementerian Sosial, Kementerian Pendidikan maupun Pemerintah Daerah” kata Hasto.
Namun begitu, Hasto beranggapan bahwa PP 35/2020 merupakan berkah bagi Korban, utamanya Korban Terorisme Masa Lalu, yang selama ini belum merasakan perhatian memadai dari Negara/Pemerintah. Oleh karena itu LPSK sangat berkeinginan agar PP tersebut berjalan dengan baik.
Pada kesempatan yang sama, Deputi Pencegahan, Perlindungan dan Deradikalisasi BNPT Hendri Paruhuman Lubis mengakui pasca terbitnya PP ini, banyak tugas berat yang akan menanti, seperti misalnya memastikan semua korban ataupun ahli waris korban mendapat informasi yang jelas dan utuh tentang keberadaan aturan ini.
“Selain itu, LPSK dan BNPT juga harus melakukan sinkronisasi dan pemutakhiran data korban terorisme masa lalu selain juga memastikan pengajuan berkas permohonan kompensasi oleh korban/ahli waris korban masuk ke LPSK sebelum tanggal 22 Juni 2021” kata Hendri.
Lebih lanjut Hendri mengatakan pelaksanaan PP Nomor 35 Tahun 2020 terus berkejaran dengan waktu. Menurutnya penerbitan PP yang sedikit terlambat ini perlu dijawab dengan kolaborasi yang apik dari seluruh pemangku kepentingan. “Itulah alasan mengapa pertemuan pada hari ini diselenggarakan” terangnya.
BNPT, menurut dia, akan memaksimalkan fungsi koordinasi yang dilekatkan pada lembaganya sesuai dengan UU no 5 Tahun 2018. Bahkan menurut Hendri, pihaknya telah menyusun Standar Operasional Prosedur Pelaksanaan Koordinasi Program Pemulihan bagi Korban Terorisme yang di dalamnya mencakup panduan peran sejumlah kementerian/lembaga dalam rangka pemulihan korban.
BNPT mengundang sejumlah Kementerian/lembaga untuk bersama-sama membahas Tindak Lanjut Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2020, Selasa (4/8/2020). Hadir dalam rapat koordinasi tersebut sejumlah perwakilan dari berbagai instansi seperti Kementerian Koordinator Bidang PMK, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Keuangan, Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, Kantor Staf Presiden dan Densus AT 88. (Rilis)