JAKARTA, NUSANTARAPOS- Sampah plastik menjadi salah satu momok bagi lingkungan. Selain memerlukan waktu yang cukup lama untuk terurai, sampah plastik juga rentan dikonsumsi oleh satwa, termasuk biota laut.
Sebagai bentuk langkah konkrit, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Balai Besar Pengujian Penerapan Produk Kelautan dan Perikanan (BBP3KP) mendukung program pengurangan sampah plastik, dengan melakukan perekayasaan teknologi pembuatan plastik ramah lingkungan (biodegradable) dari bahan baku rumput laut.
Hasil rekayasa salah satu UPT Ditjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP) ini berupa kemasan biodegradable dan kemasan edible coating yang digunakan sebagai pembungkus makanan. Saat ini, baru diproduksi komersial dengan skala usaha kecil oleh M. Putra Sahban pemilik UD. Pusaka Hati Mataram, salah satu tenant inkubasi bisnis dari BBP3KP.
“Kemasan biodegradable diartikan sebagai film kemasan yang dapat di daur ulang dan dihancurkan secara alami,” ujar Dirjen PDSPKP, Artati Widiarti saat membuka webinar “Kemasan Biodegradable dan Edible Coating : Inovasi Untuk Indonesia Maju”, Kamis (27/8).
Artati mengungkapkan, dalam perkembangan teknologi, kemasan tidak hanya sekedar membungkus produk saja, tetapi melalui kemasan bisa ditambahkan satu konten atau ingredient di dalamnya seperti untuk memonitor kesegarannya. Dan dalam perkembangan kegiatan pemasaran eceran, peran kemasan semakin meluas antara lain dengan menggunakan sachet yang umumnya terbuat dari plastik.
“Kemasan sachet dari bahan plastik memang cantik tetapi ada hal yang perlu mendapat perhatian yaitu karena tidak mudah terurai,” sambungnya.
Karenanya, plastik biodegradable atau bioplastic yang hampir keseluruhannya terbuat dari bahan yang dapat diperbarui, seperti pati, minyak nabati dan mikrobiota, menjadi salah satu solusi dalam pengurangan sampah plastik. Apalagi konsumsi plastik nasional masih didominasi dalam bentuk kemasan sekitar 65%.
Ketersediaan bahan dasar bioplastik di alam pun masih sangat melimpah. Artati menyontohkan dari bahan dasar rumput laut merah, dimana kandungan karbohidratnya merupakan bahan utama untuk membuat bioplastic. Sehingga kemasan edible coating yang diciptakan sebagai pembungkus makanan merupakan suatu terobosan yang baik untuk mengurangi penggunaan plastik sebagai pembungkus makanan.
Apalagi Indonesia adalah salah satu penghasil rumput laut terbesar di dunia dengan peningkatan produksi sebesar 30% setiap tahunnya. Merujuk fakta ini, Indonesia memiliki peran besar dalam pengembangan plastik biodegradable dari rumput laut, guna mengatasi krisis plastik global.
“Sangat tepat memanfaatkan potensi bahan baku rumput laut sebagai pembungkus makanan yang tidak menciptakan limbah bahkan justru bisa memberikan asupan serat dan gizi lain yang diperlukan tubuh manusia,” imbuh Artati.
Senada, Perekayasa Madya BBP3KP, Agus Supriyanto memaparkan sampah plastik membutuhkan waktu antara 100 – 500 tahun untuk diurai oleh tanah sehingga dapat membahayakan. Hal ini mendasari BBP3KP untuk mengembangkan edible coating dan edible film.
“Kita buat dari karagenan pada tahun 2016 dan mengembangkan kemasan biodegradable dari karagenan dan rumput laut pada tahun 2019,” jelas Agus.
Manfaat plastik ramah lingkungan karya BBP3KP ini diamini oleh pelaku usaha pengolahan rumput laut UD. Pusaka Hati Mataram, M. Putra Sahban. Dia pun menuturkan pengalamannya menerapkan hasil rekayasa BBP3KP dengan memproduksi kemasan biodegradable dan edible coating.
“Usaha olahan dodol dan manisan rumput laut kami telah dibungkus dengan menggunakan edible coating yang diproduksi sendiri,” jelas Putra.
Sebagai informasi, pembuatan plastik biodegradable berukuran 40×60 cm membutuhkan 20 gram rumput laut kering yang telah direndam semalaman sehingga menjadi 450 gram.
Proses pembuatannya adalah dengan memblender rumput laut tersebut dengan 1 liter air secara bertahap sampai menjadi bubur, kemudian ditambahkan gliserin, diaduk dan dimasak selama 15 menit sampai mendidih. Adonan tersebut didinginkan kemudian dituang kedalam cetakan loyang kaca berukuran 40×60 cm, diamkan semalam kemudian dioven, atau bisa dikeringkan dengan sinar matahari yang panas.
Cara ini dapat diproduksi skala rumah tangga mengingat cara ini sangat mudah untuk diaplikasikan. (Rilis)