JAKARTA, NUSANTARAPOS – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengapresiasi langkah Polresta Mataram yang telah mengamankan AA, mantan anggota DPR NTB yang diduga melakukan kekerasan seksual terhadap anak kandungnya. Selain menjerat pelaku atas perbuatannya, LPSK juga mengingatkan penyidik tentang hak anak korban tindak pidana untuk memperoleh restitusi.
Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo menyesalkan ulah AA yang melakukan kekerasan seksual terhadap anak kandungnya. Sebagai mantan pejabat publik, perbuatan pelaku sungguh memalukan. “Kami (LPSK) menilai langkah penyidik mengamankan pelaku tepat untuk mencegah intimidasi kepada korban. Apalagi, korban merupakan anak kandung pelaku yang kemungkinan besar kebutuhan ekonominya masih tergantung kepada pelaku,” kata Hasto di Jakarta, Jumat (22/1-2021).
Di sisi lain, lanjut Hasto, ibu kandung anak korban sebagaimana diberitakan harus dirawat karena terpapar Covid-19. Kondisi demikian membuat posisi anak korban menjadi serba sulit. Bahkan, kini, anak korban harus berhadapan secara hukum dengan ayah kandungnya sendiri. “LPSK siap memberikan perlindungan bagi anak korban. Yang bersangkutan dapat mengakses layanan dari negara, antara lain bantuan medis, rehabilitasi psikologis dan bantuan lain,” ungkap Hasto.
Dia menegaskan, LPSK memberikan atensi khusus terhadap kasus ini karena kekerasan seksual termasuk salah satu tindak pidana tertentu yang mendapatkan prioritas perlindungan LPSK. Penyidik dan jaksa diharap menjerat pelaku dengan hukuman yang berat, disertai hukuman pemberat lainnya, mengingat status pelaku adalah ayah kandung korban. Jika perbuatannya terbukti dan pelaku dinyatakan bersalah, hakim diharapkan meniadakan hak pelaku untuk mendapatkan remisi.
Kepada penyidik Polresta Mataram, Hasto mengingatkan untuk memfasilitasi hak anak korban yaitu restitusi, seperti diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Restitusi bagi Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana. Dalam PP disebutkan, anak korban yang berhak memperoleh restitusi, termasuk anak korban kejahatan seksual.
“Sebagai orang tua, pelaku memiliki kewajiban terhadap anak kandungnya. Tetapi, sebagai pelaku kekerasan seksual terhadap anak, pelaku juga dapat dituntut untuk membayarkan restitusi kepada anak korban,” ungkap Hasto.
Masih kata Hasto, karena kasus ini sudah memasuki tahap penyidikan, penyidik berkewajiban memberitahukan pada pihak korban mengenai hak anak yang menjadi korban tindak pidana untuk memperoleh restitusi dan tata cara pengajuannya.
“Restitusi dapat diajukan pihak korban. Karena pelaku ayah kandung korban, sementara ibu korban dirawat, permohonan dapat diajukan lembaga, dalam hal ini Polresta Mataram dan perhitungan restitusinya diajukan ke LPSK,” pungkasnya. (Rilis)