JAKARTA,NUSANTARAPOS,-Sejumlah aktivis pro demokrasi menggelar jumpa pers di Jakarta Selatan, Senin (26/4/2021) untuk mendukung aktivis senior Syahganda Naigolan dan Jumhur Hidayat yang di tuntut oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan tuntuan 6 tahun penjara akibat aktivitas mereka di medsos yang di anggap melanggar UU ITE.
Syahganda dan Jumhur yang bergabung di Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) sangat aktif mengadvokasi untuk menentang UU OMNIBUS LAW bersama buruh, pemuda, Mahasiswa dan anak STM media tahun 2020 lalu. Mereka sendiri memiliki rekam jejak panjang dalam gerakan pro demokrasi Indonesia sejak era Soeharto. Masuk keluar penjara serta memjadi nara pidana politik karena menentang kekuasaan otoriter bukan hal baru bagi mereka. Sejak Era Soeharto yang sangat kuat dengan Orde Barunya, Syahganda dan Jumhur juga berani melawan kekuasaan tirani waktu itu hingga di era Presiden Jokowi saat ini.
Tampak hadir dalam konpers ini antara lain Rocky Gerung, MS Ka’ban, Refly Harun, Rusli Moti, Fahri Hamzah, Andrianto dll.
” Kami menunjukan empati dan dukungan pada Syahganda, Jumhur yang akan menghadapi vonis pada Kamis 29 April 2021 di Pengadilan Negeri Depok. Tuntutan 6 tahun dari JPU sangat tidak logis dan melanggar prinsip – prinsip kebebasan berpendapat di negara demokrasi. Kami aktifis Pro Demokrasi akan selalu bersama Syahganda dan Jumhur” ungkap Andrianto salah satu aktivis Prodem Indonesia dalam keterangannya pada redaksi di Jakarta, Senin (26/4/2021).
Pernyataan pers lengkap aktivis Pro Demokrasi sebagaimana di terima redaksi kurang lebih sebagai berikut:
Demokrasi Harus Diselamatkan
Amnesti Internasional Indonesia dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) pada akhir tahun 2020 telah mempublikasikan catatan tentang kemunduran demokrasi dan hak-hak asasi manusia di Indonesia, antara lain pembungkaman hak-hak sipil dan kekerasan terhadap aktifis, termasuk pemenjaraan tokoh-tokoh aktifis yang menyuarakan kritik terhadap
pemerintah, sebagaimana yang terjadi pada dua tokoh aktifis nasional, Syahganda Nainggolan serta Jumhur Hidayat.
Terkait kemunduran demokrasi, saat ini kita menyaksikan adanya praktik-praktik nondemokrasi yang dilakukan Pemerintah dengan “meminjam” tangan legislatif dan yudikatif, untuk membungkam kebebasan dan demokrasi. Dalam hal meminjam tangan legislatif, beberapa hak-hak rakyat dikebiri, misalnya hak-hak buruh untuk melakukan hubungan industrial, melalui UU Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker). Legislatif juga tercatat memberikan pelemahan pada cita-cita pemerintahan yang bebas korupsi melalui revisi UU KPK dua tahun lalu.
Kemunduran demokrasi di Indonesia tersebut juga sudah dicatat oleh kalangan akademisi dan pengamat, khususnya pengamat Indonesia dari Australia, juga dari Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat.
Pada saat yang bersamaan, kekuasaan kehakiman juga “dipinjam” eksekutif untuk membungkam lawan-lawan politik ataupun orang-orang yang dianggap “mengganggu” kekuasaan. Penangkapan dan kemudian proses persidangan terhadap Syahganda Nainggolan dan Jumhur adalah contoh nyata. Hal serupa juga dialami oleh kelompok kritis lainnya, termasuk oleh beberapa mahasiswa yang diadili terkait penolakan RUU Cipta Kerja (Ciptaker).
Terkait hal ini, maka kami yang berkumpul dan bertanda tangan di bawah ini, menyatakan keprihatinan, kecemasan dan kekhawatiran terhadap masa depan demokrasi di Indonesia. Kepedulian kami ini tidak bisa dilepaskan dari apa yang selama ini telah kami perjuangkan, yakni mendobrak sistem otoritarian Orde Baru dan kemudian melakukan gerakan Reformasi Politik 1998. Perlu digarisbawahi, sebagai bangsa besar, Indonesia selama ini juga telah menjadi role model demokrasi bagi negara-negara ASEAN dan negara-negara Muslim di dunia.
Terkait dengan pemenjaraan Syahganda Nainggolan, aktifis pro-demokrasi yang dituntut
Jaksa Penuntut Umum dengan hukuman 6 tahun penjara karena menyatakan kritiknya di Tweeter terkait RUU Omnibus Law Ciptaker, kami sangat menyayangkan hal tersebut. Patut diduga, kriminalisasi ini telah membawa demokrasi ke kondisi yang tidak sehat.
Untuk itu kami mengajukan petisi sebagai berikut:
- Meminta Majelis Hakim Pengadilan Negeri Depok yang mengadili Syahganda Nainggolan untuk membebaskan yang bersangkutan dari segala tuntutan.
- Meminta seluruh Hakim dan lembaga peradilan tetap berpegang teguh pada asas independensi hakim sesuai dengan semangat pembagian kekuasaan negara antara eksekutif, legislatif dan yudikatif.
- Meminta Pemerintah segera kembali menjalankan demokrasi yang sesungguhnya.
Jakarta, 26 April 2021
Yang bertanda tangan,:
- Abdullah Rasyid
- Ahmad Syarbini
- Ahmad Yani
- Alon
- Andi Arief
- Andrianto
- Ariady Achmad
- Bursah Zarnubi
- Benny K. Harman
- Bambang Isti Nugroho
- Desyana Zainuddin
- Fahri Hamzah
- Ferry Juliantono
- Gde Siriana
- Haris Rusly Moti
- Hatta Taliwang
- Herdi Sahrasad
- Margarito Kamis
- M. Din Syamsuddin
- MS Kaban
- Natalius Pigai
- Paskah Irianto
- Rachlan Nashidik
- Radhar Tri Baskoro
- Ray Rangkuti
- Refly Harun
- Rinjani Soedjono
- Rizal Darma Putra
- Rocky Gerung
- Swary Utami Dewi Ilyas
- Salamudin Daeng
(MARS)