HUKUM  

Pakar Hukum Pidana : Kasus Edy Mulyadi Bukan Katagori Produk Pers

Pakar Hukum Pidana Dr. Anwar Husin, S.H.,M.M (kiri) dan Wartawan senior Edy Mulyadi.

Jakarta, NUSANTARAPOS.CO.ID – Menurut Pakar Hukum Pidana Dr. Anwar Husin, S.H.,M.M kasus Edy Mulyadi tidak bisa berlindung kepada UU pers. UU Pers itu terkait profesi seseorang seperti, wartawan, Pengacara dan IDI. Edy Mulyadi saat menyampaikan pernyataan tidak sedang menjalankan profesinya sebagai seorang wartawan.

Sulit kata Anwar mengkaitkan pernyataan Edy Mulyadi dan teman-temannya di masukan dalam produk pers. “Edy dan kawan-kawannya melontarkan ucapan provokatif, bukan dalam rangka menjalankan kegiatan tugas jurnalistik,” ujar pengacara asal Kalimantan Barat tersebut dalam keterangan persnya Senin (31/1/2022).

Kasus Edy Mulyadi, kata Anwar sudah memenuhi unsur pidana ujaran kebencian, karena telah menimbulkan respons yang tidak baik di masyarakat. Mengacu pada surat edaran Polri, kata Anwar, bentuk ujaran kebencian antara lain: penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, perbuatan tidak menyenangkan, memprovokasi, menghasut, menyebarkan berita bohong, yang memiliki tujuan atau bisa berdampak pada tindak diskriminasi, kekerasan, penghilangan nyawa, atau konflik sosial.

Ujaran kebencian mengacu pada surat edaran Kapolri, bertujuan untuk menghasut dan menyulut kebencian terhadap individu dan/atau kelompok masyarakat dalam berbagai komunitas yaitu: suku; agama; aliran keagamaan; keyakinan/kepercayaan; ras; antargolongan; warna kulit; etnis; gender; kaum difabel (cacat); orientasi seksual.

Tujuan surat edara Kapolri tersebut agar masyarakat menghindari atau tidak mengeluarkan ujaran kebencian pada suku, agama, ras dan warna kulit (SARA). Perlu dipahami kata Anwar, mengenai larangan berujar kebencian telah ada dan diatur dalam sejumlah peraturan perundang-undangan. Yaitu Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”).

Dalam UU ITE sudah diatur mengenai sanksi terhadap hate speech yang dilakukan di media sosial, yaitu di Pasal 45 ayat (2) jo. Pasal 28 ayat (2) UU ITE. Namun UU ITE telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (“UU 19/2016”). Pengenaan sanksi hate speech yang dilakukan di media sosial dapat didasarkan pada Pasal 45A ayat (2) UU 19/2016 sebagai berikut:

Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Selain itu, penegakan hukum atas dugaan terjadinya tindak pidana ujaran kebencian juga dapat mengacu pada ketentuan Pasal 16 jo. Pasal 4 huruf b angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis (“UU 40/2008”) yang mengatur mengenai tindakan diskriminatif ras dan etnis berupa menunjukkan kebencian atau rasa benci kepada orang karena perbedaan ras dan etnis yang berupa perbuatan membuat tulisan atau gambar untuk ditempatkan, ditempelkan, atau disebarluaskan di tempat umum atau tempat lainnya yang dapat dilihat atau dibaca oleh orang lain. Sanksinya adalah pidana penjara paling llama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500 juta.

Untuk diketahui, pihak Edy Mulyadi mengaku akan mengirim surat ke Dewan Pers terkait polemik kasus dugaan ujaran kebencian soal pernyataan ‘tempat jin buang anak’. Edy Mulyadi ingin meminta perlindungan hukum ke Dewan Pers karena mengaku saat menyampaikan pendapatnya dia berkapasitas sebagai wartawan. Pihak Edy Mulyadi menyebut profesi wartawan melekat.

“Kita mau kirim surat ke Dewan Pers untuk minta perlindungan hukum,” ujar pengacara Edy Mulyadi, Herman Kadir, kepada wartawan, Sabtu 29 Januari 2022 seperti dikutip dari detikcom. “Ini kita sudah siapin suratnya,” sambung Anwar Husin yang juga loyalis Jokowi tersebut.