TRENGGALEK – Pembahasan riview Standar Satuan Harga (SSH) Belanja Barang dan Jasa masih belum menemukan titik temu. Hal itu dikarenakan Komisi III DPRD Trenggalek belum merasa puas dengan jawaban yang telah disampaikan oleh eksekutif.
Sebelumnya Komisi III telah menggelar rapat kerja beberapa kali untuk melakukan evaluasi SSH tahun 2021 dan untuk dasar pelaksanaan di tahun 2023 bersama eksekutif yang membidangi hal tersebut.
“Menindaklanjuti riview SSH yang dibahas beberapa pekan lalu, kita mengundang kembali eksekutif yang membidangi tentang SSH,” kata Pranoto Ketua Komisi III DPRD Trenggalek, Selasa (8/2/2022).
Dalam pelaksanaan pembahasan sebelumnya, Pranoto mengatakan telah meminta eksekutif yang membidangi hal itu untuk melakukan evaluasi dan peninjauan kembali. Karena SSH saat ini masih menggunakan SSH lama, jadi memang perlu pembaharuan.
Tujuan komisi ingin meningkatkan pembangunan yang berkualitas, artinya ingin SSH agar bisa disampaikan terhadap pelaksanaan HPS yang tentunya akan dibuat acuan dalam RAB pada kegiatan yang akan datang.
“Keputusan Bupati tentang ssh memang stagnan sehingga tidak sesuai harga pasar. Maka kita bedah secara mendalam karena harga tidak sesuai riil,” ungkap Pranoto.
Dari evaluasi kemarin alhasil ditunjuk tiga OPD untuk evaluasi ulang, dan kali ini telah disampaikan dan di lihat masih ada kekurangan sehingga disarankan untuk dilakukan evaluasi kembali.
“Karena evaluasi awal tidak sesuai dengan riil harga di lapangan, atau mungkin toko yang di buat acuan hanya asal asalan,” paparnya.
Mengenai hal itu Komisi minta agar survey tidak salah kamar, sehingga kewajiban survei harus penyedia yang memang menyediakan barang. Padahal ini sebenarnya kewenangan eksekutif, namun komisi memiliki fungsi pengawasan dan meminta agar di evaluasi.
Hal ini memang harus segera dilaksanakan, untuk pijakan pelaksanaan APBD tahun depan. Apalagi pertanggungjawaban juga harus dilakukan, dokumen juga harus jelas.
Ada juga pembahasan tentang penyebutan merek pada rancangan pelaksanaan kegiatan yang diminta untuk dihilangkan. Karena dikhawatirkan ada monopoli, sehingga agar penjualan merata
“Mungkin merek harusnya ditambahi atau kalau bisa hanya berbunyi SNI saja,” tutur Pranoto.
Sementara, Ramelan Kepala Dinas PUPR menerangkan survei ini memang dalam rangka menyusun hps untuk tahun depan, karena menurut anggota DPRD, SSH saat ini masih dibawah harga pasar.
Sebenarnya sudah sesuai namun jika masih diragukan maka akan dilakukan evaluasi kembali. Untuk saran penyebutan merek yang juga tidak boleh, namun secara aturan nasional bisa menyebutkan merek.
“Menurut kita kalau hanya SNI khawatir beda kualitas, jadi kita tetap pertahankan penyebutan merek dalam rancangan,” katanya. (Rudi)