HUKUM  

Tahun 2021, LPSK Catatkan Jumlah Permohonan dan Konsultasi Tertinggi Sepanjang Sejarah

JAKARTA, NUSANTARAPOS – Ekspektasi terhadap kerja perlindungan saksi dan korban terus meningkat. Pada 2021, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mencatatkan jumlah permohonan dan konsultasi tertinggi sejak lembaga ini dibentuk pada 2008 lalu.

Demikian disampaikan Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Hasto Atmojo Suroyo dalam Rapat Kerja dengan Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Senayan, Jakarta, Senin (14/2-2022).

Selain Ketua LPSK, raker dengan Komisi III DPR juga dihadiri para Wakil Ketua LPSK seperti Antonius PS Wibowo, Edwin Partogi Pasaribu, Livia Istania DF Iskandar dan Susilaningtias, beserta Sekretaris Jenderal LPSK Noor Sidharta.

Hasto menuturkan, Pandemi Covid-19 yang memasuki tahun kedua pada 2021, nyatanya tak berkorelasi dengan turunnya kejahatan. Bahkan, dalam beberapa jenis tindak pidana menunjukkan tren peningkatan, khususnya kekerasan seksual terhadap anak.

“LPSK mencatatkan total 3.027 pengaduan terdiri dari permohonan dan konsultasi, tertinggi sepanjang 13 tahun kehadiran LPSK. Itu semua berasal dari 34 provinsi yang tersebar di 256 kabupaten/kota,” ungkap Hasto.

Selain tren kenaikan kejahatan, menurut Hasto, permohonan ke LPSK juga dipengaruhi batas akhir waktu bagi LPSK memenuhi hak atas kompensasi bagi korban terorisme masa lalu sebagai mandat UU No. 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan TP Terorisme.

“Korban yang mendapatkan haknya (kompensasi) tidak hanya dari Indonesia, tetapi juga WNI yang tinggal di luar negeri, dan WNA dari Singapura, Amerika Serikat, Belanda, Jerman, Australia, dan Selandia Baru,” papar Hasto.

Sepanjang 2021, LPSK mengidentifikasi sebanyak 357 korban terorisme masa lalu, dan kompensasi bagi 355 orang korban sudah dibayarkan senilai Rp59.220.000.000, sedangkan kompensasi bagi dua korban lainnya akan dirampungkan awal tahun ini.

Dengan demikian, Hasto menyebutkan, total pemenuhan hak saksi dan korban pada 2021 diberikan kepada 2.470 terlindung dengan 4.115 bentuk program perlindungan yang tersebar di 31 provinsi dengan 199 kabupaten/kota.

Program perlindungan dimaksud mulai dari perlindungan fisik, pemberian bantuan medis maupun rehabilitasi psikologis, fasilitasi ganti rugi korban sesuai putusan pengadilan, pembayaran kompensasi, beserta hak-hak lainnya sesuai undang-undang.

Pagu Awal Tahun 2022 Naik 92,14%
Tahun 2021 merupakan tahun pertama LPSK menjalankan Bagian Anggaran secara mandiri. Hasto menyebutkan, dari total pagu anggaran Rp143.563.798.000 pada tahun lalu, realisasi penyerapan mencapai 98,45% atau sebesar Rp141.344.413.242.

Di awal tahun ini, Hasto menyampaikan penghargaan yang tinggi kepada Komisi III DPR RI yang meningkatkan anggaran LPSK sebesar 92.14% dari pagu awal tahun 2021 Rp79.417.515.000 menjadi Rp152.595.374.000 dalam pagu awal tahun 2022.

Hasto berkeyakinan, kenaikan pagu awal tahun ini merupakan bentuk dukungan dan perhatian penuh kepada LPSK dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya untuk menghormati, melindungi dan memenuhi hak-hak saksi dan korban.

“Anggaran LPSK tahun 2022 terbagi dalam program penegakan hukum dan penyusunan program hukum Rp94.045.762.000 atau 64,87% dari total pagu anggaran, dan program dukungan manajemen Rp50.919.843.000 atau 35,13% dari total pagu anggaran,” sebut dia.

Namun demikian, LPSK masih berhadapan dengan sejumlah tantangan, antara lain lain belum memadainya jumlah sumber daya manusia. “Saat ini LPSK memiliki 220 pegawai perlindungan., jauh dari rasio dua pegawai dapat menjangkau satu kabupaten/kota,” beber Hasto.

Selain itu, yang bertugas memberikan perlindungan perlindungan sebagian besar masih berstatus pegawai pemerintah non pegawai negeri (PPNPN). Mengingat pemerintah telah menetapkan 2023 sebagai batas akhir status PPNPN, LPSK mengharapkan dukungan agar PPNPN LPSK dapat diberikan kemudahan untuk diangkat sebagai PNS maupun PPPK.

Masih menurut Hasto, komposisi anggaran saat ini juga belum memadai, sehingga program perlindungan belum mampu menjangkau semua wilayah. Agar optimal dalam memberikan program perlindungan di pelosok wilayah, LPSK memerlukan dukungan anggaran yang ideal.

“Keterbatasan anggaran membuat LPSK memberi batasan waktu dalam program yang sebenarnya amat dibutuhkan oleh saksi/korban secara jangka panjang,” ujar Hasto seraya menambahkan, semua tantangan baik SDM maupun anggaran, sampai saat ini mampu djawab dengan etos kerja semua insan di LPSK. (RILIS)