Terpilih Secara Aklamasi, Palmer Situmorang Beberkan Fakta Munas AAI ke VI

Foto kiri ke kanan : Dr. Efran Helmi Juni, S.H., M.H., (Wakil Ketua Umum), Dr. Palmer Situmorang (Ketua Umum) dan Dr. Hendri Donal (Sekretaris Jenderal).

Jakarta, NUSANTARAPOS.CO.ID – Pelaksanaan Musyawarah Nasional (Munas) VI Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) yang dipusatkan di Bandung dan diadakan di sejumlah tempat berakhir dengan kekecewaan. Karena Munas tersebut tidak bisa diadakan yang disebabkan belum keluarnya izin dari pihak kepolisian.

Kalaupun ada izin dari Satgas Covid-19, hanya dibatasi 250 orang saja, sementara sudah ada 2.120 advokat yang telah mendaftar. Kekecewaan yang memuncak itu mendorong para peserta Munas mengambil sikap tegas untuk tetap menggelar Munas dengan agenda utama memilih secara aklamasi jajaran pimpinan AAI yang baru, periode 2022-2027.

Sehingga terpilihlah Dr. Palmer Situmorang, sebagai Ketua Umum Pusat AAI, Dr. Hendri Donal (Sekretaris Jenderal), Dr. Efran Helmi Juni (Wakil Ketua Umum), Kuswara S Taryono (Ketua Dewan Kehormatan), Dr. KPHA Tjandra Sridjaja Pradjonggo (Ketua Dewan Penasihat), dan Johnson Panjaitan (Ketua Komisi Pengawas).

Pasca terpilih, melalui keterangan persnya, Rabu (16/2/2022), Palmer Situmorang memaparkan hal-hal seputar gonjang-ganjing pelaksanaan Munas VI AAI. “Penundaan Munas VI AAI bukan semata-mata karena alasan pandemi Covid-19, melainkan akibat kelalaian Muhammad Ismak Ketua Umum DPP AAI periode 2015-2020 dalam mengurus permohonan izin keramaian acara ke Mabes Polri,” kata Palmer.

Dijelaskan Palmer, Ketua Umum demisioner selaku penanggungjawab Munas tidak melakukan tindakan yang patut mencegah agar peserta tidak terjebak dalam bahaya Covid-19. “Harusnya selaku penanggungjawab Munas, dia bisa mengambil sikap apakah menunda atau meneruskan Munas. Tetapi pemanggilan Munas dilakukan tanpa terlebih dahulu mempersiapkan/memiliki izin sebelum pemanggilan diumumkan di Harian Republika tanggal 27 Januari 2022, sejatinya penundaan acara Munas sudah tiga kali dilakukan” urainya kata Palmer.

Ironisnya, pada 17 Januari 2022, DPP AAI mengeluarkan Surat Pemberitahuan dan Undangan Munas VI AAI Tahun 2022, dan menyebutkan Munas diadakan di beberapa tempat, antara lain, Hotel Holiday Inn Bandung (TPM Utama), Hotel Aryaduta Medan (TPM-1), Hotel Novotel Palembang (TPM-2), The Sultan Hotel & Residential Jakarta (TPM-3), Hotel Aryaduta Bandung (TPM-4), The Stone Hotel Legian Denpasar (TPM-5), pada 11-13 Februari 2022, meski saat itu DPP AAI, SC, dan OC belum mendapatkan rekomendasi dari Satgas Covid-19 Kota Bandung dan izin penyelenggaraan dari Mabes Polri.

Terkesan Ketum Ismak melakukan pembiaran dan menyembunyikan keadaan terkait ketiadaan perijinan dari anggota peserta Munas, sehingga seluruh peserta Munas terjebak pada ketidakpastian terselenggaranya acara tersebut. Dilaporkan, dari 2.120 peserta yang terdaftar, hanya 1.200 peserta yang hadir di enam Venue TPM.

Saat ditelisik, ternyata DPP AAI baru menerima Surat Rekomendasi dari Satgas Covid-19 Kota Bandung pada 4 Februari 2022, dengan pembatasan jumlah peserta pada setiap venue di Bandung maksimal 250 orang. Padahal, peserta yang akan hadir mencapai 900 orang.

Parahnya lagi, pada H-5, dikabarkan ada 6 anggota SC dan OC yang positif terpapar Covid-19. Hal itu pun diduga disembunyikan, sehingga banyak peserta keburu membeli tiket untuk datang ke Bandung. “Seharusnya Ketum menyatakan kepanitiaan lock down, demi menyelamatkan semua peserta sesuai azas utama adalah mengutamakan keselamatan jiwa/nyawa dan menunda Munas. Yang terjadi sebaliknya, baik Ketum maupun panitia malah ingin menambah venue yang tentunya ditolak oleh Satgas Covid-19,” bebernya.

Palmer menjelaskan, berdasarkan Pasal 9 ayat 7 Anggaran Dasar AAI, Ketum harus bertanggung jawab atas segala hal yang dikerjakan selama masa jabatannya, termasuk atas tidak terlaksananya Munas. Untuk itu, Muhammad Ismak dinilai tidak lagi memiliki legitimasi dan kemampuan untuk menjalankan mandat, tugas, dan kewajiban sebagai Ketum.

Dari fakta-fakta di atas, maka kepemimpinan Ismak telah berakhir karena dinilai dan terbukti lalai dalam menjalankan tugasnya selaku Ketum DPP AAI periode 2015-2020; Merugikan para anggota AAI peserta Munas; Merusak nama baik AAI; dan Masa Bakti sebagai Ketum DPP AAI telah berakhir tanggal 31 Desember 2020, dan sejak itu tidak ada perpanjangan masa jabatan Ketua Umum yang didapatkan dari institusi yang sah. Karena Ketum AAI diangkat dan dipilih dalam Munas sesuai ketentuan Pasal 8 ayat (1) AD dan ketentuan tersebut masih berlaku hingga saat ini (belum pernah dilakukan perubahan).

Di Hari-H, Ismak juga tidak menemui peserta Munas di Venue Utama. Bahkan penundaan dan pengumuman DPP AAI periode 2015-2020 dilakukan di Jl. Jakarta No. 36, Kebon Waru, Bandung (sebelah Kejaksaan Negeri Bandung), bukan dilakukan di Hotel Holiday Inn sebagai Venue Utama yang ditetapkan.

Terjadinya kekosongan pengurus AAI dan demi menyelamatkan keberlangsungan kepengurusan dan tanggung jawab hukum maupun eksistensi AAI ke luar maupun ke dalam pengadilan, maka anggota dan DPC-DPC yang hadir di TPM Utama dan diikuti di TPM-TPM Munas VI AAI lainnya secara sepakat telah membuat, membuka dan menyelenggarakan Munas VI AAI, dan secara aklamasi mengangkat Dr. Palmer Situmorang sebagai Ketum Pusat AAI.

“Kami diberi kewenangan untuk membentuk organ dan alat kelengkapan organisasi serta diberikan mandat, kewenangan, dan tugas untuk mengambil tindakan hukum. Untuk itu, telah kami persiapkan langkah hukum, baik melalui jalur perdata, pidana dan kode etik atas kerugian anggota peserta Munas VI AAI dan lain sebagainya yang dipandang perlu,” pungkasnya.

Keputusan DPP AAI Menunda Munas Didasarkan Dengan Penuh Pertimbangan

Sementara itu Muhammad Ismak, S.H., M.H., selaku Ketua Umum terpilih dalam Munas AAI 2015 mengatakan keputusan DPP AAI untuk menunda Munas didasarkan dengan penuh pertimbangan sebagaimana yang telah disampaikan dengan seksama oleh Sekjend DPP AAI Dr. Efran Helmi Juni, S.H., M.Hum., sebagai bentuk penghormatan kita kepada hukum dimasa pandemi Covid-19 yang mengalami pasang surut keadaannya.

“Bahwa DPP AAI telah memberikan mandat sepenuhnya penyelenggaraan Munas VI ini kepada Panitia Pelaksana (OC) dan Panitia Pengarah (SC), baik dalam pengurusan perijinan, akomodasi, penyusunan acara dan keperluan lainnya agar Munas VI AAI dapat diselenggarakannya dengan baik dan lancar. Namun demikian keputusan untuk menunda Munas VI AAI menjadi hak dan tanggungjawab DPP dengan pertimbangan yang cukup dan demi alasan kesehatan bersama sebagai penghormatan dan kepatuhan kita kepada hukum dimasa pandemi covid,” katanya melalui siaran pers, Kamis (17/2/2022).

Ismak menjelaskan Munas VI AAI telah dinyatakan ditunda untuk sementara waktu, maka DPP AAI bersama-sama dengan SC dan OC akan tetap menyelenggarakan MUNAS VI sesuai dengan jadwal dan tenggat waktu yang akan ditentukan oleh DPP AAI. Oleh karenanya, pengurus DPP AAI hingga saat ini masih tetap menjadi pengurus yang sah yang diangkat berdasarkan Munas AAI pada tahun 2015 lalu.

“Selaku ketua umum DPP AAI, saya berharap agar jajaran Pengurus baik Pengurus DPP maupun Pengurus DPC dan rekan-rekan Anggota AAI di seluruh tanah air tidak terpancing dan terprovokasi oleh tindakan-tindakan yang mengambil kesempatan dan keuntungan dengan melakukan perbuatan-perbuatan tercela untuk melanggar Anggaran Dasar / Konstitusi AAI demi membenarkan suatu tindakan perpecahan dalam tubuh AAI sebagai organisasi yang sudah dikenal dengan kemesraan dan profesionalnya dalam menjalankan organisasi profesi yang memiliki harkat dan martabat serta menjunjung tinggi hukum serta menghargai aturan main yang elegan,” tegasnya.

Ismak mengungkapkan atas kejadian deklarasi sepihak menjelang pembukaan Musyawarah Nasional (Munas) Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) yang terjadi pada Sabtu pagi (11/2) di Hotel Holiday Inn, Bandung, tidak serta merta memberi wewenang kepada seseorang menyatakan diri sebagai Ketua Umum AAI seperti yang diklaim oleh pihak tertentu.

Narasi yang mengaitkan tentang tertundanya pelaksanaan Munas dikarenakan izin, sangat tidak berhubungan atau tidak serta merta memberi legitimasi pada seseorang atau sekelompok orang untuk menjadi Pemimpin atau Pengurus Pusat AAI. “Tertundanya Munas dan klaim sepihak sebagai Ketua Umum adalah dua hal yang berbeda dan tidak seujung rambutpun berkorelasi. Bahwa argumentasi demikian tidak seharusnya keluar dari seorang advokat apalagi menyatakan diri paham organisasi,” tutupnya.