DAERAH  

Lakpesdam PCNU Trenggalek Tolak RUU Sisdiknas, Bisa Mengancam Kesetaraan Madrasah

Murkam Saat Dikonfirmasi di Kediaman, Tanggapi RUU Sisdiknas

TRENGGALEK,NUSANTARAPOS,- Murkam selaku Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) PCNU Kabupaten Trenggalek tegas menolak revisi Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas).

Penolakan tersebut dikarenakan frasa madrasah dalam undang-undang yang sebelumnya ada dihilangkan dalam pembahasan RUU Sisdiknas tahun 2022. Dengan hilangnya frasa madrasah dikhawatirkan bisa mengancam hilangnya kesetaraan madrasah dalam sistem pendidikan.

“Jika frasa Madrasah dihilangkan dari draft RUU Sisdiknas, maka kami menolak revisi UU Sisdiknas masuk prolegnas prioritas,” kata Murkam.

Murkam yang juga menjabat sebagai Ketua Yayasan Al-Atiq Desa Pakel Kecamatan Watulimo membenarkan bahwa revisi UU Sisdiknas tersebut saat ini hangat menjadi perbincangan di dunia nyata dan Maya.

Meskipun dirinya belum melihat secara pasti draf RUU Sisdiknas tersebut, namun dengan hilangnya frasa madrasah dikhawatirkan berdampak buruk terhadap sistem pendidikan di madrasah yang berbasis agama.

Selaku ketua yayasan yang mengelola madrasah seperti Ra, Diniyah dan MI tentu sangat memperhatikan kebijakan yang akan dibuat oleh pemerintah. Karena madrasah sudah menjadi bagian daripada masyarakat, terutama yang selama ini ikut membantu pemerintah dalam hal mencerdaskan kehidupan bangsa dan generasi penerus bangsa.

“Madrasah menjadi penyelenggara pendidikan yang dilaksanakan masyarakat melalui yayasan sangat dirugikan jika RUU Sisdiknas disahkan,” ucapnya.

Apalagi menurutnya, dalam undang-undang tahun 2003, madrasah sendiri telah masuk dalam Sisdiknas, bahkan madrasah telah berstatus setara dengan SD, SMP dan jenjang lainnya telah dinikmati masyarakat melalui kesetaraannya.

Jika madrasah ini akan dihilangkan, maka akan kembali menjadi anak tiri dalam menyelenggarakan pendidikan. Bahkan ada kekhawatiran dalam keadilan dan penganggaran yang melekat pada madrasah.

“Secara tegas kami sangat tidak setuju frasa madrasah dihilangkan, karena dengan tercantumnya madrasah dalam UU, kesetaraan madrasah telah berjalan,” tutur Murkam.

Murkam juga menambahkan, tidak menutup kemungkinan semua khawatir akan kehilangan hak atas madrasah, apalagi dengan adanya dasar hukum berupa undang-undang tersebut dihilangkan, dikhawatirkan menjadi timpang dalam pelaksanaan pendidikan di madrasah.

Bahkan informasinya, frasa madrasah sendiri akan tertuang dalam Kepmen atau Permen dalam pelaksanaan teknisnya. Jika memang benar, akan dimasukkan kedalam peraturan turunan maka dasar hukum madrasah sendiri akan semakin menyempit.

“Adanya UU saja masih belum terakomodir secara penuh, apalagi hanya sebatas keputusan menteri, jadi ibarat dulu sudah ada saja masih ada kekawatiran, apalagi frasa madrasah dihilangkan ini sangat mengancam,” terangnya.

Diimbuhkan Murkam, dalam UU Sisdiknas tahun 2003, frasa madrasah telah disebutkan beberapa kali yaitu dalam Ketentuan Umum Pasal 1 nomor 25, Pasal 17 ayat 2, Pasal 18 ayat 3, Pasal 38 ayat 2, Pasal 51 ayat 1, Bagian ketiga, Pasal 56 ayat 1, ayat 3, ayat 4, Pasal 66 ayat 1.

Bahkan data statistik Pendidikan Islam Kementerian Agama pada tahun 2019/2020, terdapat 82.418 lembaga pendidikan dari tingkatan RA, MI, MTS dan MA. Dari jumlah tersebut menurutnya, sebanyak 95,1 persen adalah swasta dan negeri hanya 4,9 persen, sedangkan jumlah siswa pada semester genap 2019/2020 ada 9.450.198 Siswa,

“Seharusnya pemerintah berterima kasih dan bersyukur dengan adanya lembaga pendidikan seperti madrasah, karena sudah membantu mencerdaskan anak bangsa dengan amanat pasal 31 UUD 1945,” pungkasnya. (Rudi)

Editor: RUDI