DAERAH  

DPRD Minta TAPD Prioritaskan Kebutuhan Masyarakat Trenggalek

TRENGGALEK – Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Kabupaten Trenggalek diminta merubah sistem manajemen perencanaan dan penganggaran dalam pelaksanaan kegiatan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Permintaan perubahan dimaksud setelah adanya banyak temuan serta ironisnya kejadian atas tidak seimbangnya Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (APBD) dan kondisi terkini di lapangan tentang insfratruktur.

“Kami hari ini melakukan rapat untuk membahas evaluasi pelaksanaan belanja pegawai tahun anggaran 2021,” kata Mugianto Ketua Komisi II DPRD Trenggalek usai rapat, Kamis (23/6/2022).

Disampaikan Mugianto, hasil dari rapat sendiri menghasilkan banyak temuan atas tidak konsistennya perencanaan dan penganggaran pada TAPD. Terutama pada temuan terjadinya Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (Silpa) tahun anggaran 2021.

Berdasarkan laporan, Silpa pada tahun 2021 terhitung sangat besar sekitar Rp 224 milyar, hal itu menjadi temuan BPK karena tidak seimbanh dengan kondisi kebutuhan masyarakat dilapangan.

“Yang terjadi, Silpa besar namun kondisi kebutuhan masyarakat seperti insfratruktur banyak yang sudah tidak layak,” ungkap Mugianto usai rapat bersama Kepala BKD dan Bakeuda.

Politisi dari Partai Demokrat tersebut juga menyinggung dengan adanya anggaran yang mengendap sebegitu besar namun kebutuhan masyarakat tidak terpenuhi, maka sangat ironis jika ini terus-terusan akan terjadi di Trenggalek.

Hasil dari evaluasi tersebut, komisi meminta agar TAPD merubah skema tentang sistem manajemen perencanaan dan penganggaran. Skema yang harus dilaksanakan tentang perencanaan dan penganggaran berdasarkan kebutuhan OPD bukan atas dasar keinginan dari TAPD.

“Meski demikian, kebutuhan itu juga harus sesuai kebutuhan yang disesuaikan RPJMD dan rencana kerja di masing-masing OPD,” tegasnya.

Sedangkan hasil dari klarifikasi OPD dituturkan Mugianto bahwa OPD sendiri mengakui bahwa plafon anggaran yang diberikan oleh TAPD tidak berdasarkan kebutuhan.

Namum dalam pelaksanaan TAPD hanya memploting anggaran saja, sehingga mau tidak mau OPD hanya bisa menyesuaikan anggaran yang diberikan dengan program dan kegiatan yang akan dilaksanakan.

Sedangkan jawaban munculnya Silpa yang besar, adanya kesalahan dimana OPD yang tidak membutuhkan pelaksanaan kegiatan malah diberikan anggaran, sedangkan OPD yang membutuhkan anggaran untuk pelaksanaan kegiatan malah diabaikan.

“Ini jangan dibiarkan, maka dari itu kita melakukan klarifikasi dan meluruskan agar TAPD harus cermat dalam memberi plafon di masing-masing OPD,” harapnya.

Masih menurut Mugianto, untuk postur APBD Trenggalek tahun 2022 sendiri sebenarnya tidak jauh berbeda dari tahun 2021. Hanya saja di tahun ini kesalahan dalam perencanaan dan penganggaran yang kurang cermat.

Salah satu contoh, adanya belanja modal yang sangat kecil. Karena jika melihat adanya belanja modal yang sangat kecil namun belanja pegawai sangat tinggi maka bisa dipastikan tidak bisa berimbang.

Apalagi tentang TPP, di tahun kemarin hanya terealisasi sekitar Rp 82 milyar, padahal tahun 2021 diberikan plafon TPP sebesar Rp 88 milyar. Maka ada sisa dari plafon dan realisasi penganggaran yang sangat besar, seharusnya dengan perencanaan yang matang tidak ada sisa sebesar itu.

“Apalagi dengan perencanaan yang benar sisa tersebut dapat digunakan untuk pelaksanaan kegiatan lainnya. Sedangkan tahun ini tambahan penghasilan ASN sekitar Rp 96 milyar entah akan terealisasi berapa, apakah akan ada sisa lagi atau bagaimana,” pungkasnya. (Rudi)