banner 970x250
DAERAH  

KPK Diminta Periksa Proyek Break Water Pacitan

Ketua Forum Masyarakat Kelautan Maritim, Perikanan (FMKMP) Jawa Timur Oki Lukito

SURABAYA, NUSANTARAPOS,- Ketua Forum Masyarakat Kelautan Maritim, Perikanan (FMKMP) Jawa Timur Oki Lukito minta KPK turun lapangan memeriksa proyek pemecah gelombang atau break water di Pelabuhan Perikanan Tamperan, Pacitan.

“Selain pekerjaan tidak selesai, proyek tersebut ditengarai sarat manipulasi dan merugikan negara empat miliar,” kata Oki Lukito, Jumat (15/7/22)

Menurutnya, proyek yang dianggarkan Rp 8,5 miliar dari APBD Jatim tahun 2021 tersebut tidak mampu diselesaikan kontraktor atau wanprestasi. Selain itu diduga material proyek berupa  batu bahan utama pemecah gelombang tidak sesuai dengan spesifikasi yang tercantum di perjanjian kontrak.

“Break water rentan ambrol atau sliding jika diterjang gelombang dan membahayakan kapal atau perahu yang berada di kolam labuh, mengingat karakter ombak di pantai selatan sangat besar dan batunya yang dipasang kecil, seraya menduga jenis batu yang digunakan adalah batu karst diambil di lereng bukit di Kelurahan Sidoharjo, Kecamatan Pacitan dan bukan batu andesit sebagaimana umumnya material batu untuk pemecah gelombang.” jelasnya.

“Padahal material batu yang disaratkan untuk breakwater standarnya memiliki kuat tekan minimal 500. Sedangkan untuk abrasinya minimal 30 persen yang dipasang diduga hanya 19,6 persen. Harga batu Andesit di Pacitan sekitar Rp 54 ribu per kubik di lokasi penambangan sedangkan batu karst tidak diperjualbelikan karena berada di dalam kawasan lindung.” katanya.

“KPK saya minta menyelidiki dugaan kelebihan pembayaran proyek yang dikerjakan hanya 52 persen itu. Termasuk di antaranya pekerjaan konsultan pengawas. Seharusnya konsultan pengawas yang dibayar hampir tujuh ratus juta, memberi laporan dini sehingga proyek bisa dihentikan sejak awal,” tegas Oki Lukito yang juga Dewan Pakar PWI Jawa Timur itu, Jum’at (15/7/2022)

Masih menurutnya, di Pacitan hanya ada tiga pemegang Ijin Usaha Penambangan (IUP). Yaitu di Desa Losari dan Desa Kalikuning, Kecamatan Tulakan berjarak sekitar 70 Km dari Tamperan. Satu pemegang IUP lainnya di Desa Tanjungsari, Kecamatan Pacitan akan tetapi hanya untuk memenuhi kebutuhan pembuatan aspal.

“Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DPK) Jawa Timur, Dyah Wahyu Ermawati membenarkan proyek break water Tamperan tidak selesai dikerjakan kontraktor, Pembangunan. Tamperan bukan berarti gagal, namun tertunda pemanfaatannya,” jelasnya kepada Oki.

“Keputusan tersebut juga dalam rangka mengamankan uang negara, karena sisa anggaran akan dikembalikan ke kas negara. Pemutusan kontrak lanjutnya direkomendasi APIP,  Inspektorat Provinsi Jawa Timur. Saat ini kasus pembangunan pelabuhan perikanan Pacitan masih disidik Kejari Pacitan,” jelasnya lagi.

“Sementara itu Kuasa Pengguna Anggaran tahun 2021, DKP Jatim, Miftahul Arief yang juga Kepala Bidang Perikanan Tangkap saat proyek dikerjakan, belum merespon ketika  dikonfirmasi.” ujarnya.

“Informasi yang diperoleh dari internal DKP Jatim yang keberatan disebutkan namanya, selain break water yang bermasalah juga pengerukan lumpur di kolam labuh tidak ada lumpurnya yang dikeruk. Jumlah Kubikasi lumpur yang dilaporkan tidak sesuai dengan fakta di lapangan serta kolam penampungan lumpurnya juga diduga dibuat asal asalan sehingga terjadi kebocoran.” pungkasnya.

Sementara sampai berita ini diturunkan, Kajari Pacitan Jum’at (15/7/2022) saat dikonfirmasi soal penanganan kasus putus kontrak di pelabuhan tamperan Pacitan melalui whatsapp belum memberikan jawaban. (MJ)