Mengulik Mafia Tanah di Balik Pembangunan Waduk Pondok Rangon

Jakarta, Nusantarapos.co.id – Sepertinya proyek pembangunan waduk Pondok Rangon I, II dan III di kelurahan Cilangkap menarik ditelisik dan diungkap. Pasalnya diduga ditemukan ada pelanggarannya administrasi yang dilakukan oknum anggota dewan yang terlibat.

Berdasarkan informasi yang dihimpun Nusantarapos.co.id dilapangan diketahui, para warga yang terkena penlok pembangunan waduk Pondok Rangon I,II dan III tidak informasikan bahwa lahan yang sudah terkena penlok tidak boleh dijual belikan dibawah tangan kepada perantara atau makelar. Karena hal itu telah sesuai UU
no 2 tahun 2012 pasal 27 tentang pengadaan tanah demi kepentingan umum. Yang bunyi
“(1) Berdasarkan penetapan lokasi pembangunan untuk
Kepentingan Umum sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 26 ayat (1), Instansi yang memerlukan tanah
mengajukan pelaksanaan Pengadaan Tanah kepada
Lembaga Pertanahan.
(2) Pelaksanaan Pengadaan Tanah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. inventarisasi dan identifikasi penguasaan,
pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah;
b. penilaian Ganti Kerugian;
c. musyawarah penetapan Ganti Kerugian;
d. pemberian Ganti Kerugian; dan
e. pelepasan tanah Instansi.
(3) Setelah penetapan lokasi pembangunan untuk
Kepentingan Umum sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 26 ayat (1), Pihak yang Berhak hanya dapat
mengalihkan hak atas tanahnya kepada Instansi yang
memerlukan tanah melalui Lembaga Pertanahan.
(4) Beralihnya hak sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dilakukan dengan memberikan Ganti Kerugian yang
nilainya ditetapkan saat nilai pengumuman
penetapan lokasi.”

Namun yang terjadi dilapangan, tidak sesuai dengan aturan alih-alih dibayar sesuai Aturan yang berlaku, malah dibayar sangat murah oleh para spekulan.

Menurut warga setempat yang bernama Samin, semua lahan-lahan yang ada proyek pembangunan waduk Pondok Rangon I,II,dan III sudah dibeli oleh oknum dewan. “Lahan orang tua saya aja dibeli dengan harga Rp300 ribu per meter,” ujarnya.

Di tempat terpisah, Bareskrim Polri mendorong tim khusus lintas kementerian untuk memberantas mafia tanah, segera dibentuk. Hal ini merupakan respons dari rencana pemerintah membentuk tim tersebut.

“Tentu itu menjadi perhatian pimpinan Polri dalam hal ini Bareskrim dalam melaksanakan hal-hal terkait mafia tanah, apalagi bila ada perintah dari pimpinan negara,” kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan, kemarin.

Ahmad mengatakan, sebelumnya Polri telah memiliki satuan tugas (satgas) untuk menyelesaikan masalah mafia tanah. Satgas itu berperan dalam melakukan proses penegakan hukum.

“Sekali lagi satgas itu sudah ada dan selalu bekerja dalam memproses persoalan-persoalan mafia tanah di Indonesia. Kaitannya kalau Polri adalah proses penegakan hukum terhadap pelanggaran-pelanggaran terkait mafia pertanahan,” ujarnya.

Lebih lanjut, Ahmad menyebut Polri akan menampung laporan dari masyarakat terkait mafia tanah. Bareskrim akan terus menjalin kerja sama dengan pihak terkait.”Menerima laporan tentu mendengar informasi yang perlu kita tindak lanjuti, satgas ini kita bekerja dengan stakeholder lainnya,” katanya.

Sementara itu, saat diminta konfirmasi terkait persoalan yang ada di dapilnya, politisi Golkar Jamaludin yang merupakan anggota DPRD Jakarta dari daerah pemilihan Kecamatan Ciracas, Pasar Rebo, Cipayung dan Kecamatan Makassar, Jakarta Timur mengatakan, saat ini dirinya masih melakukan kunker ke Bali. ” Saya di Bali kembali Sabtu,” katanya melalui pesan wa kepada Nusantarapos.co.id.

Seperti diketahui, untuk proyek pembangunan Waduk Pondok Rangon III di Kelurahan Cilangkap, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur diduga terindikasi korupsi. Pasalnya bidang tanah yang sudah ditetapkan sebagai lokasi Waduk Pondok Ranggon III melalui Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta No 228/2012.

Namun, pada 2013 tanah itu dijual ahli waris lewat perantara dengan harga Rp150-Rp500 ribu per meter persegi.Selanjutnya pada 2016, Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI membebaskan lahan tersebut dan bertransaksi dengan para pemilik baru.

Total transaksi senilai Rp32 milliar atau Rp1,8 juta per meter persegi.Padahal, dalam Pergub No 408/2017 tentang penetapan nilai jual objek pajak (NJOP) bumi bangunan perdesaan dan perkotaan, NJOP di Jalan Setia Warga I yang berada sejajar dengan lahan itu pada 2017 senilai Rp916 ribu, dengan penggolongan nilai jual bumi pada kisaran Rp855 ribu-Rp977 ribu.