BERITA  

KemenPPPA Apresiasi Putusan Majelis Hakim PN Malang Wajibkan Pelaku Berikan Restitusi Korban TPKS

JAKARTA, NUSANTARAPOS – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menghormati keputusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Malang terhadap JE atas kasus kekerasan seksual yang telah dilakukannya.

Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar mengatakan, keputusan tersebut diharapkan dapat melindungi hak-hak korban kekerasan seksual dan memberikan efek jera, tidak hanya bagi terpidana, tetapi juga mencegah adanya pelaku kekerasan seksual lainnya.

Nahar menegaskan, pihaknya terus memantau proses hukum dan turut hadir dalam pembacaan keputusan Majelis Hakim pada Rabu (7/9/2022). Dalam persidangan tersebut, JE divonis hukuman pidana penjara selama 12 tahun dan denda sebesar Rp.300 juta atau subsider 3 bulan kurungan.

“Sejak kasus kekerasan seksual di Kota Batu bergulir, kami terus berkoordinasi dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) dan Dinas PPPA setempat untuk memantau pemulihan psikis korban dan proses hukum yang berlangsung. Kami menghormati keputusan Majelis Hakim sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, meskipun hukuman pidana penjara yang dijatuhkan lebih rendah dibandingkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), yaitu 15 tahun penjara,” ujar Nahar, dalam siaran resminya di Jakarta, Sabtu (10/9/2022).

Lebih lanjut, Nahar menuturkan, pihaknya mengapresiasi Majelis Hakim atas keputusan restitusi sebesar Rp.44,7 juta kepada salah satu korban. Restitusi tersebut wajib dibayarkan oleh JE paling lama sebulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap atau inkracht.

Apabila terpidana tidak membayarkan restitusi tersebut, maka hartanya akan disita oleh Jaksa untuk dilelang guna membayarkan restitusi tersebut. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).

Dalam pembacaan keputusan Majelis Hakim, JE dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan kekerasan seksual dengan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan, sesuai Pasal 81 Ayat 2 UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Menjadi UU.

KemenPPPA juga menyampaikan apresiasi dan terima kasih yang setinggi-tingginya atas upaya JPU yang telah berhasil meyakinkan Majelis Hakim dengan sekurang kurangnya dua alat bukti yang sah, sehingga Majelis Hakim memperoleh keyakinan tindak pidana benar-benar terjadi dan terdakwa yang melakukannya.

Melihat maraknya kasus kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia, bahkan di institusi pendidikan, mengajak masyarakat yang mengetahui, melihat, menyaksikan, atau mengalami kasus kekerasan untuk berani bicara dan melaporkan ke lembaga-lembaga yang telah diberikan mandat oleh UU TPKS, seperti UPTD PPA, UPT Bidang Sosial, Penyedia Layanan Berbasis Masyarakat, dan Kepolisian. (GUFFE)