banner 970x250
HUKUM  

LSM anti korupsi meminta Kajari mimika untuk asas ultimum remedium

Mimika, Nusantarapos – Tuduhan korupsi pada pengadaan pesawat Kabupaten Mimika yang melibatkan mantan Kepala Dinas Perhubungan Kab Mimika saat itu yaitu Johannes Rettob yang sekarang menjabat sebagai Wakil Bupati Mimika dinilai mengada-ada. Kepala Dinas Perhubungan Kab Mimika saat itu yang memang berwenang dalam pengadaan satu unit pesawat Cessna jenis Caravan dan Helikopter Airbus AS 350 B3E/H125 serial number 8150. Hanya dalam tuduhan dalam kasus tindak pidana korupsi oleh Kajati Papua dikatakan ijin impor yang pada kenyataannya semua pengadaan pesawat memang melalui ijin impor. Yang kedua mengenai hutang pajak 21M yang merupakan ranah dari pihak pengelola. Kemudian mengenai _re-ekspor_ setiap tiga tahun sekali, ini sebenarnya hal yang lazim sebagaimana garansi pada jenis alat transportasi yang menyangkut keselamatan penerbangan yang merupakan keselamatan orang banyak. Lalu dugaan berikutnya yang mengatakan bahwa pesawat tersebut tidak digunakan oleh masyarakat Mimika, penjelsannnya adalah biaya operasional termasuk _maintenance_ didalamnya yang tinggi memaksa pihak operator untuk memenuhinya salah satunya melalui sistem penyewaan atau rental pesawat kepada pihak lain yang membutuhkan. Dan biaya perawatan akan semakin membebani APBD apabila pesawat lebih sering banyak berada hangar. Dari semua yang di sangkakan oleh Kajari sebenarnya ini semua tidak memenuhi unsur dugaan korupsi. “Jadi saya berharap pihak kejaksaaan tidak memaksakan ada pidana korupsi dalam pengadaan dan pengelolannya, yang nantinya malah seperti ada tekanan dari pihak tertentu sampai ke penyidikan,” ujar ketua koalisi LSM Anti Korupsi Papua Maluku Antonius Rahabav. Saat di ketemui dikejaksaan (1 – 11 -2022)

Pihak Kajati seharusnya lebih memperhatikan dahulu asas ultimum remedium dalam kasus ini. Yang mana urgensinya adalah seluruh apparat negara mendapat perlindungan hukum, dimana dalam kasus dugaaan korupsi terdapat unsur perdatanya maka unsur perdata ini yang didahulukan. Asas ini memiliki makna apabila suatu perkara dapat diselesaikan melalui jalur lain (kekeluargaan, negosiasi, mediasi, perdata, ataupun hukum administrasi) hendaklah jalur tersebut terlebih dahulu dilalui.
“Dalam kasus dugaan korupsi ini saya melihat ini terjadi setelah ada persetujuan APBD dan Kuasa Pengguna Anggraan dalam hal ini Dinas Perhubungan melakukan pembayaran terdapat MoU yang mengatakan bahwa pengelolaan kedua pesawat ini diserahkan kepada pihak ketiga. Dan disitu ada hak keperdataan seseorang yang harus dipenuhi,” sambung Antonius.

“Sehingga bila pihak kejati tetap mempertahankan argumentasinya yang mengatakan ada dugaan korupsi akan ada benturan dengan deponering atau menyampingkan perkara demi kepentingan umum. Kasus ini sepertinya di tunggangi oleh mereka yang bermain dan membiayai kasus ini dan saya minta pihak kejati melihat ini dengan jernih,” katanya.

Dalam PP dan UU Tidak Pidana Korupsi dikatakan peran serta masyarakat dalam pemberantasan korupsi, yang masyarakat yang berhak mengajukan seperti lembaga independen, LSM ataupun pihak akademisi. Dan pihak pelapor harus memenuhi minimal dua alat bukti. Dalam kasus dugaan korupsi di Mimika ini masyarakat yang melaporkan ini memenuhi unsur yang mana? Ini harus di perjelas oleh pihak Kajati Papua, dimana aspek legalitas dari pelapor.

Lebih lanjut dirinya meminta pihak Kejati menerangkan tentang adanya persepsi yang mengatak terjadinya penggelembungan dana dari 79 M menjadi 85M
“Pihak kejaksaan harus menerangkan secara gamblang mengenai kesimpangsiuran dana APBD yang digunakan. Dikatakan dalam APBD Induk dana yang digunakan sebesar 79M akan tetapi dalam APBD Pengganti berubah menjadi 85M,” lanjut Antonius.

Bila ditilik lebih jauh, kasus ini penyalahgunaan ada pada pihak pengelola karena tidak dapat mengelola dengan baik cashflow perusahaan yang meyebabkan kerugian sehingga tidak dapat menyetor kewajiban sebagai wajib pajak sebesar 21M.
Kejanggalan berikutnya adalah ada dana operasional dari APBD akan tetapi fisiknya dana tersebut tidak diberikan kepada pengelola melainkan pihak tersebut mengadakan pengadaan sendiri seperti pembelian onderdir untuk maintenance, ini artinya ada oknum yang bermain di dalamnya. Wabub sendiri tidak ada diranah tersebut jadi bisa dikatakan dirinya terbebas dari sangkaan tersebut.
”Saya berharap Kejaksaan menghentikan kriminalisasi pada Wakil Bupami Mimika Johannes Rettob karena penyalagunaan pengelolaan tidak ada pada dirinya. Pengelolaan keuangan ada pada Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah dan melakukan belanja mandiri yang seharusnya diberikan kepada pihak pengelola,” pungkasnya. [Daniel]