HUKUM  

Tanyakan Fatwa ke MA, Namun Tak Dibalas Ada Apa ?

Gedung Mahkamah Agung.

Jakarta, NUSANTARAPOS.CO.ID – Makawi selaku Ahli Waris dari H. Abdul Halim dan Hj. Muzenah terus memperjuangkan haknya yang telah diambil alih oleh Sumarecon Kepala Gading dengan diduga melakukan jual beli palsu. Untuk memperjuangkan itu maka Makawi menunjuk kantor hukum S.E.S & Partner menjadi kuasa hukumnya.

C Suhadi kuasa hukum Makawi mengatakan,kami telah bersurat kepada Ketua Kamar Perdata Mahkamah Agung perihal fatwa penggunaan alat bukti dalam perkara Perdata baik ditingkat Pengadilan Pertama (Pengadilan Negeri) maupun dalam upaya hukum lanjutan seperti Tingkat Banding di Pengadilan Tinggi dan Kasasi Hingga PK di Mahkamah Agung.

“Apakah diperbolehkan dan/atau dibenarkan menggunakan bukti yang dihasilkan dari produk hukum yang cacat secara formal dan materiil dikaitkan dalam perkara klien Kami?,” tanyanya.

Di dalam surat itu, kata Suhadi, kami mempertanyakan bagaimana sikap Mahkamah Agung dalam hal ini, chususnya Kepada Ketua Kamar Perdata menyikapi peran Pasal 263 ayat 2 KUHP dalam implementasinya berkaitan dengan adanya kepalsuan dalam alat bukti.

“Adapun masalah ini Kami mohon fatwa tidak lain agar Mahkamah Agung dan peradilan dibawahnya dalam mengadili suatu perkara terdapat alasan yang jelas berkaitan dengan mempertimbangkan alat bukti,” ujarnya.

Suhadi pun menjelaskan tujuan dibuatkan Fatwa tersebut diharapkan bisa ditemukan keadilan bagi para pencari keadilan. Karena dengan begitu bagi pencari keadilan seperti klien kami percaya bahwa alat bukti adalah bukan produk yang perolehannya melanggar hukum atau dihasilkan dari sebuah rekayasa.

Waktu ditanya lebih detail apa yang dimaksud alat bukti dari alat bukti yang cacat secara Formal, Suhadi menjelaskan bahwa PT Sumarecon dalam menguasai tanah sengketa dari jual beli antara almarhum orang tua klien kami pada tahun 1981, dan sesuai faktanya orang tua klien kami sudah meninggal pada tahun 1978, masa orang meninggal bisa transaksi, dan akte tersebut digunakan dalam penerbitan sertifikat atas nama PT,” ujarnya.

Artinya, lanjut Suhadi, pada saat jual beli orang tua klien kami sudah meninggal sekitar 3 tahunan dan alat bukti itu oleh perusahaan digunakan di pengadilan. Dan menurut Pasal 263 Ayat 2 itu merupakan tindak pidana, serta banyak lagi keganjilan dalam proses jual beli dan digunakan di Pengadilan, dan anehnya dibenarkan oleh Pengadilan Tinggi dan Yudex Yuris (MA). Sehingga atas dasar itu kami mintakan Fatwa, “ terangnya.

“Namun dari mulai bulan September 2022 surat itu kami ajukan sampai sekarang belum juga dijawab oleh Ketua Kamar Perdata Mahkamah Agung. Untuk itu kami memohon kepada Ketua Mahkamah Agung menegur bawahannya demi menegakkan keadilan bagi masyarakat,” ungkapnya