Kemkominfo Kenalkan Warga Jateng Akan Hak dan Kewajiban di Ruang Digital

Jakarta, Nusantarapos.co.id – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) terus menggalakkan program #MakinCakapDigital. Kali ini tema mengangkat tema ‘Hak dan Kewajiban di Ruang Digital’ menyasar masyarakat se-Jawa Tengah.

Acara diskusi yang digelar secara virtual, Selasa (28/2/2023), menghadirkan tiga narasumber yakni Aina Masrurin dari Komunitas Digital Kaliopak, Dr. Meithiana Indrasari, ST., MM, dari dan Pembina Yayasan Pendidikan Cendikia Utama, dan Heru Prasetia, Koordinator Media dan Publikasi Seknas Jaringan GUSDURian.

Dalam pemaparannya, Aina Masrurin mengatakan perkembangan teknologi informasi di dunia terus berkembang secara masif. “Pengguna internet di Indonesia mencapai 202 juta orang,” kata Aina Masrurin.

Dampaknya, lanjut Aina, terjadi perubahan gaya hidup menjadi serba digital, yang menawarkan berbagai kemudahan dan kepraktisan dalam melakukan berbagai aktivitas. Namun, dia mewanti-wanti, tingginya aktivitas digital juga membuka potensi buruk, yaitu penipuan dan pencurian akun. Oleh karena itu, kata Aina, diperlukan pemahaman masyarakat terkait keamanan digital.

“Keamanan digital adalah sebuah proses untuk memastikan penggunaan layanan digital, baik secara daring maupun luring, dapat dilakukan secara aman,” jelasnya.

“Tidak hanya untuk mengamankan data yang kita miliki, tetapi juga melindungi aksi pencurian data pribadi yang bersifat pribadi,” sambungnya.

Aina menyebut, dengan mengamankan perangkat digital berarti kita mengamankan identitas digital, meminimalisir menjadi korban penipuan digital, dan memahami rekam jejak digital. “Terpenting juga, memahami keamanan digital bagi anak-anak,” ujar Aina.

Dia pun meminta masyarakat untuk berhati-hati dengan Malware, atau perangkat lunak yang dirancang untuk mengontrol perangkat secara diam-diam, dan bisa mencuri informasi pribadi atau uang dari pemilik perangkat digital.
“Jenis-jenis malware itu yaitu virus, worm, trojan, ransomware, dan spyware adware,” ungkapnya.

Aina memberikan tips aman bermedia digital. “Pastikan keamanan dari gawai dan media digital yang kamu punya termasuk media sosial dan aplikasi perpesanan dengan menggunakan password yang kuat dan pastikan mengaktifkan 2FA (Two-Factor Authentication), dan jaga data pribadi kita tetap aman, jangan pernah bagikan dengan siapapun, termasuk di media social,” tuturnya.

“Selalu waspada akan tautan tak dikenal, jangan buka file atau tautan yang tidak dikenal yang dikirimkan lewat email, media sosial atau aplikasi chatting, dan jangan merespon panggilan telepon dan pesan yang ujungnya meminta data pribadi atau password/PIN,” tambahnya.

Tips aman bermain digital lainnya yaitu kenali dengan seksama dengan siapa kita berkomunikasi di internet.

Bagi yang suka berbelanja online, Aina menyarankan untuk terlebih dahulu memastikan penjual terpercaya dan belanja dari tempat terpercaya. “Instal aplikasi dari tempat resmi seperti AppStore atau Google Play.Gunakan anti virusm khususnya di perangkat computer. Pastikan orang-orang di sekitar kita juga memiliki pemahaman yang sama terkait keamanan digital,” imbuhnya.

Sementara itu, Heru Prasetia mengatakan ada beberapa tantangan yang dihadapi dalam bermedia digital, khususnya dalam bidang budaya. Dia menyebutkan, bermedia digital dapat mengaburkan wawasan kebangsaan dan menghilangkan budaya Indonesia.

“Media digital bisa dijadikan panggung bagi budaya asing untuk masuk dan menyingkirkan budaya asli Indonesia. Selain itu penyalahgunaan kebebasan ekspresi, berkurangnya toleransi dan penghargaan pada perbedaan, dan menghilangnya batas-batas privasi, juga rentan pelanggaran karya intelektual dan hak cipta,” ujarnya.

Kata Heru lagi, budaya bermedia digital merupakan kemampuan individu dalam membaca, menguraikan, membiasakan, memeriksa, dan membangun wawasan kebangsaan, nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut Heru, nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai landasan kecakapan digital dalam kehidupan berbudaya, berbangsa, dan bernegara.

Katanya lagi, menjadi pelaku digitalisasi kebudayaan dengan memanfaatkan TIK diperlukan pengetahuan dasar yang justru akan menimbulkan kecintaan terhadap produk dalam negeri dan kegiatan produktif lainnya. Dengan begitu, diharapkan, nilai-nilai Pancasilan dan Bhinneka Tunggal Ika menjadi landasan kecakapan digital, dan menjadi panduan karakter dalam beraktivitas di ruang digital.
Narasumber lainnya, Dr. Meithiana Indrasari, ST., MM menjelaskan kenapa dalam ruang digital kita tetap harus beretika dan etis.

“Karena dalam ruang digital kita akan berinteraksi dan berkomunikasi dengan berbagai perbedaan kultural,” ucap Meithiana. “Interaksi antar budaya dapat menciptakan standar baru dalam beretika,” tambahnya.

Menurut dia, kesadaran, integritas, tanggung jawab, dan kebajikan diperlukan sehingga tercipta etika dalam bermedia digital.

“Etika adalah sistem dan nilai norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau sekelompok orang dalam mengatur tingkah lakunya. Sedang etiket adalah tata cara individu berinteraksi dengan individu lainnya,” terang Meithiana.

Dia pun menjabarkan cara beretika yang baik dan benar yaitu tidak menggunakan huruf besar (kapital) apabila mengutip dari internet, kutiplah seperlunya saja.
Selain itu, memperlakukan email sebagai pesan pribadi dan berhati-hati ketika melanjutkan email ke orang lain.

“Biasakan menggunakan format plain text dan jangan sembarangan menggunakan HTML. Juga, jangan kirim file berukuran besar melalui attachment tanpa izin terlebih dahulu dari penerima pesan,” tuturnya.
Sedangkan contoh etiket berinternet yaitu menulis email dengan ejaan yang benar dan kalimat sopan. “Tidak menggunakan huruf kapital semua. Membiasakan menulis subject email untuk mempermudah penerima pesan,” saran Meithiana.

Dia juga menyarankan agar menggunakan BBC (Blind Carbon Copy), bukan CC (Carbon Copy) untuk menghindari tersebarnya email milik orang lain.

“Tidak mengirim email berupa spam, surat berantai, surat promosi dan surat lainnya yang tidak berhubungan dengan mailing list, menghargai hak cipta orang lain, menghargai privasi orang lain, dan jangan menggunakan kata-kata jorok atau vulgar,” katanya.

Meithiana menyebutkan beberapa jenis konten negatif berdasarkan UU ITE yaitu yang melanggar kesusilaan, perjudian, penghinaan atau pencemaran nama baik, pemerasan atau pengancaman, penyebaran berita bohong (hoax) atau menyesatkan, dan menyebarkan kebencian atau permusuhan berdasarkan SARA.

Sebagai informasi, workshop literasi digital ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan dalam program Indonesia “MakinCakapDigital yang diinisiasi oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika RI (Kemenkominfo) bersama Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi.