Galakan Program #MakinCakapDigital di Wilayah Jateng, Kemkominfo Gelar Talkshow Bertajuk “Rekam Jejak Digital di Ranah Pendidikan”

Jakarta, Nusantarapos.co.id – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) terus menggalakkan program #MakinCakapDigital. Program ini bekerja sama dengan Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi.

Kali ini, Rabu (2/3/2023), digelar talkshow bertema “Rekam Jejak Digital di Ranah Pendidikan” yang ditujukan bagi masyarakat di Provinsi Jawa Tengah, dengan pembicara praktisi ilustator dan comic artis Muhammad Iqbal, Anang Dwi Santoso, SIP, MPA Dosen Universitas Sriwijaya, dan Abdul Su’ud, S.Ag, M.S.i Kepala Bidang Pendidikan Madrasah Kanwil Kementerian Agama DI Yogyakarta.

Dalam pemaparannya, Muhammad Iqbal mengatakan bahwa perkembangan teknologi informasi di dunia terus berkembang secara masif. Pengguna internet di Indonesia mencapai 212 juta pengguna.
“Masihnya perkembangan teknologi berdampak pada perubahan gaya hidup masyarakat menjadi serba digital yang menawarkan kemudahan, kenyamanan, dan kepraktisan dalam melakukan berbagai aktivitas,” kata Iqbal.

Namun, di sisi lain, lanjut Iqbal, aktivitas digital juga membuka potensi buruk, seperti maraknya aksi penipuan dan pencurian akun. Untuk mengantisipasi itu, masyarakat diharuskan memahami terkait keamanan digital.

“Keamanan digital itu untuk memastikan penggunaan layanan digital, baik secara daring maupun luring dapat dilakukan secara aman. Tidak hanya untuk mengamankan data yang kita miliki, melainkan juga melindungi data pribadi yang sifatnya rahasia,” tuturnya.
Iqbal menyebutkan hal-hal yang harus diamankan yaitu perangkat digital, identitas digital, terhindar dari aksi penipuan, rekam jejak digital, dan memastikan keamanan digital bagi anak-anak.

Khususnya jejak digital, dia menjelaskan adalah kumpulan jejak data yang terdokumentasi secara digital pada perangkat computer atau lainnya, seperti rute yang kita lalui pada Google Maps, laman yang kita kunjungi, unggahan foto, video, dan status di media sosial, serta email yang dikirim. “Jejak digital itu abadi,” tegas Iqbal.

Lebih detail lagi dia memaparkan jejak-jejak digital terbagi dua yaitu jejak digital aktif dan pasif. Contoh jejak digital aktif seperti sosial postingan, komentar, teman dan kontrak, situs pihak ketiga, dll di media sosial.

“Sedangkan jejak digital aktif di situs belanja online seperti pembelian, pendaftaran kode voucher, mengunduh aplikasi, dan lain-lainnya,” jelasnya.
“Jasa perbankan juga tak luput dari jejak digital, seperti menggunakan aplikasi mobile banking, membeli atau menjual saham, berlangganan publikasi keuangan dan blog, dan membuka rekening kartu kredit. Panggilan dan chat juga termasuk,” sambung Iqbal.

Sedangkan jejak digital pasit contohnya riwayat aplikasi seperti pencarian, halaman yang dikunjungi, cookies, tag foto/teks, informasi gawai, alamat IP, geolokasi (Google maps, tanda tempat, dll).

Dia mengingatkan, dampak buruk yang didapat jika kita mengabaikan jejak digital di antaranya merusak kredibilitas pribadi, framing, doxing. “Data pribadi kita bisa diakses secara ilegal oleh orang lain, pencurian identitas, dan pelacakan diri kita oleh pihak yang bermaksud tidak baik,” ungkapnya.

Dia pun memberikan tips aman bermedia digital yaitu mengunggah hal-hal yang positif, jangan oversharing, pastikan keamanan dari gawai dan media digital yang kita punya, termasuk media sosial dan aplikasi perpesanan dengan menggunakan password yang kuat dan pastikan mengaktifkan 2FA (Two-Factor Authentication).

“Bisa kombinasi dengan aktivitas analog, seperti mencatat password di buku catatan. Jaga data pribadi kita tetap aman dan jangan dibagikan dengan siapapun, apalagi di media sosial, dan hindari mengisi data pribadi dengan menggunakan Wifi publik,” saran Iqbal.
Dia juga menyarankan agar kita mengenali dengan siapa kita berkomunikasi di internet. “Baca aturan dan kebijakan media sosial, hindari masuk website pihak ketiga menggunakan akun media sosial. Pantau akun media sosial anda, hapus yang tidak diperlukan. Gunakan Anti virus, khususnya di perangkat komputer. Gunakan mode incognito, search engine yang minim penggalian data pengguna (bing, duckduckgo), hapus cookies dan riwayat pencarian,” tambahnya.

Sementara itu, Anang Dwi Santoso memaparkan, pesatnya perkembangan teknologi memunculkan tantangan bagi masyarakat Indonesia yaitu meniadakan budaya Indonesia seperti perilaku sopan santun dan mengaburkan wawasan kebangsaan.

Katanya, minimnya pemahaman akan hak-hak digital akan berdampak munculnya kebebasan berekspresi yang kebablasan, berkurangnya budaya toleransi dan penghargaan terhadap perbedaan, dan menghilangnya batas-batas privasi, serta pelanggaran hak cipta dan karya intelektual.

“Maka dari itu diperlukan pengetahuan dasar akan nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai landasan kecakapan digital dalam kehidupan berbudaya, berbangsa, dan bernegara,” ujarnya.

Menurut dia, budaya bermedia digital yang benar adalah menjadikan nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai landasan kecakapan digital, dan mewujudkan nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai panduan karakter dalam beraktivitas di ruang digital.

Anang berpendapat, jati diri dalan ruang budaya digital tidak berbeda dengan budaya non digital. Seharusnya, lanjut Anang, justru digitalisasi budaya dapat dimanfaatkan untuk mewujudkan kreativitas anak bangsa.

“Dunia digital adalah dunia kita sekarang. Mari mengisinya dan menjadikannya sebagai ruang yang berbudaya, tempat kita belajar dan berinteraksi. Tempat anak-anak kita bertumbung kembang, sekaligus tempat di mana kita sebagai bangsa, hadir dengan bermartabat,” pungkasnya.

Pembicara lainnya, Abdul Su’ud mengatakan diperlukan digital skill agar dapat menggunakan teknologi digital dengan benar. Katanya, digital skill berkaitan dengan kemampuan individu dalam mengetahui, memahami, dan menggunakan perangkat keras, perangkat lunak, serta sistem operasi digital dalam kehidupan sehari-hari.

Selain itu, diperlukan digital culture yang menjadi pegangan masyarakat Indonesia saat beraktivitas di ruang digital yaitu wawasan kebangsaan yakni nilai-nilai Pancasila dan Kebhinekaan Tunggal Ika.

“Diperlukan juga digital ethics berupa kemampuan menyadari, mempertimbangkan dan mengembangkan tata tiga kelola etika digital (netiquette) dalam kehidupan sehari-hari, dan digital safety sebagai pribadi untuk mengenali, menerapkan, meningkatkan kesadaran perlindungan data pribadi dan keamanan digital,” terangnya.

Kata Abdul Su’ud, internet adalah anugerah, tetapi bisa menjadi bencana jika manusia memanfaatkannya teknologi tanpa disertai dengan etika. “Etika hadir sebagai seorang bijak, yang mengingatkan kembali hakikat teknologi sebagai anuegarah bagi manusia,” imbuh Abdul Su’ud.

“Etika digital sebagai pedoman menggunakan berbagai platform digital secara sadar, bertanggung jawab, berintegritas, dan menjunjung nilai-nilai kebajikan antar insan dalam menghadirkan diri, kemudian berinteraksi, berpartisipasi, bertransaksi, dan berkolaborasi dengan menggunakan media digital,” pungkasnya.
Sebagai informasi, adapun informasi lebih lanjut mengenai literasi digital dan info kegiatan dapat diakses melalui website info.literasidigital.id, media sosial Instagram @literasidigitalkominfo Facebook Page dan Kanal Youtube Literasi Digital Kominfo.