Kenapa Pelajar Harus Berperilaku Etis di Dunia Digital? Yuk #MakinCakapDigital

Jakarta, Nusantarapos.co.id -Perkembangan teknologi digital yang sangat masif merubah kebiasaan masyarakat, tidak terkecuali pelajar. Berbagai aktivitas dunia pendidikan kini bisa dipraktikan secara online. Meski begitu, pelajar perlu dibekali etika yang baik para pelajar dalam berperilaku digital.

Melalui progam #MakinCakapDigital, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bekerja sama dengan Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi menggelar diskusi bertema “Etis Sebagai Pelajar di Ruang Digital”, Jumat (3/3/2023), dengan pembicara Aina Masrurin dari Manajer Ceritasantri.id yang juga tergabung dalam Komunitas Digital Kaliopak, Sarjoko, praktisi maedia di Sekretariat Nasional Jaringan GUSDURian dan dosen Universitas Nahdlatul Ulama (NU) Yogyakarta, dan Kepala Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta Muhamad Wahib Jamil.

Aina Masrurin memaparkan, dalam ruang digital kita akan berinteraksi dan berkomunikasi dengan berbagai perbedaan kultural yang dapat menciptakan standar baru tentang etika.

Berdasarkan itu, lanjut Aina, pelajar akan menghadapi tantangan baru yang berkaitan dengan penggunaan teknologi dan internet. Bahkan, bisa terjadi praktik-praktik yang tak terpuji seperti cyber bullying, plagiarisme, pencurian data pribadi, dan overuse teknologi.

“Internet mempengaruhi cara kita belajar dan dengan berbagai cara membangun hubungan lebih jauh dan berkolaborasi dengan orang lain. Maka, segala aktivitas digital di ruang digital dan menggunakan media digital memerlukan etika digital,” kata Aina.

Kata Aina lagi, diperlukan kompetensi ketika mengakses informasi sesuai netiket di platform digital, seperti menyeleksi dan menganalisis informasi, membentengi diri dari tindakan negatif di platform digital, serta memproduksi dan mendistribusikan informasi di platform digital.

“Memverifikasi pesan sesuai standar netiket, berpartisipasi membangun relasi sosial dengan menerapkan netiket, dan berkolaborasi data dan informasi dengan aman dan nyaman di platform digital,” tambah Aina.

Lantas, Aina mencontohkan, perilaku tak terpuji di media digital terhadap pelajar, yaitu terjadinya praktik cyber bullying (perundungan), kecanduan game online, dan overuse penggunaan media digital. “Yang dampaknya dapat memunculkan rasa takut korban, bahkan dapat terjadi kekerasan fisik di dunia nyata,” tuturnya.

Dia menyarankan, untuk mencegah hal-hal buruk di media digital diperlukan “kesepakatan” yaitu menjaga privasi, menjaga komunikasi yang sehat, dan jika memang diperlukan melaporkan tindakan cyber bullying kepada pihak yang berwenang.

Selain itu, lanjut dia, media digital juga memunculkan dampak negatif perilaku plagiarisme yang merupakan bentuk kecurangan akademik yang serius dan dapat mengakibatkan pelajar mendapatkan nilai yang buruk atau bahkan dikeluarkan dari institusi pendidikan.

“Pelajar kita jadi kehilangan keterampilan, menurunnya kepercayaan diri. Plagiarisme dapat menghalangi kemampuan pelajar untuk mengembangkan keterampilan penelitian, menulis dan berpikir kritis. Hal ini dapat merusak rasa percaya diri pelajar,” tegas Aina.

“Plagiarisme juga dapat merugikan pemilik karya asli, seperti penulis, pengarang atau pembuat konten, karena tindak tersebut mengabaikan hak cipta mereka,” tambahnya.

Pembicara lainnya, Sarjoko mengatakan, pengguna internet di Indonesia pada 2022 mencapai 202 juta pengguna, 30 juta di antaranya adalah anak-anak dan remaja. Katanya, perubahan hidup serba digital menawarkan kemudahan dan kepraktisan dalam melakukan berbagai aktivitas. Banyak pelajar yang semakin nyaman dan percaya dalam melakukan aktivitas serba digital. Di sisi lain, ada banyak hal positif. Maka diperlukan pemahaman masyarakat terkait keamanan digital.

Dia mengungkapkan, perubahan hidup serba digital memunculkan kekhawatiran para orang, yakni 83 persen orang tua khawatir anaknya terpapar konten tidak pantas atau berpotensi membahayakan ketika berselancar internet.

Sarjoko memaparkan, berdasarkan sumber UNICEF dan indonesiabaik.id, tercatat ada 1.940 pengaduan anak terkait kasus pornografi dan kejahatan siber. “281 anak menjadi korban cyber bullying, dan 326 anak menjadi korban kejahatan seksual melalui internet,” ungkap Sarjoko.

Sarjoko menyarankan agar para orang tua memberikan pemahaman pada anak-anaknya agar terhindar dari cyber bullying yaitu dengan melakukan beberapa hal. “Bilang ke anak itu mengalaminya, beritahu apa yang dialaminya kepada seseorang yang dapat dipercaya agar mendapat dukungan. Ajarkan mereka agar berani untuk berbicara,” imbuhnya.

“Begitu juga jika anak kita melihat sesuatu di media sosial yang membuatnya marah atau tersakit, ajarkan dia untuk melapor. Di berbagai platform media sosial, ada kanal untuk melapor sebuah postingan atau foto yang melanggar peraturan komunitas. Kebanyak platform media sosial memperbolehkan kita untuk mengeblok seseorang agar tidak melihat konten mereka dan mereka tidak bisa menghubungi atau mengirimkan pesan kepada kita,” jelasnya.

Sarjoko memberikan tips aman berinternet di antaranya, jangan mengunggah atau memposting informasi pribadi apapun secara online seperti alamat rumah, sekolah atau nomor telepon.

Dia juga menyarankan agar mengatur pengaturan privasi di akun online setinggi mungkin. Dan, jangan pernah membagikan atau memberitahu password kepada orang lain. “Jangan bertema dengan orang yang tidak kamu kenal, jangan bertemu dengan orang yang kamu kenal dari perkenalan online, dan bilang kepada orang tua jika ingin bertemu dengan orang yang mereka kenal di media sosial,” saran Sarjoko.

Sarjoko juga menyarankan agar orang tua memberitahu anak-anaknya agar tidak mudah percaya dengan apa yang dilihatnya di internet. Dan mengonsultasikan atau minta pendapat orang tua.
“Jangan pernah membeli sesuatu secara online tanpa meminta izin dari orang tua. Dan, minta bantuan atau tanyakan kepada orang yang lebih berpengalaman sebelum mengundur program, foto atau gambar di internet,” pungkasnya.

Sementara itu, Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta Muhamad Wahib Jamil mengatakan perkembangan teknologi digital dapat mengaburkan wawasan kebangsaan, menipis rasa sopan santun, bahkan menghilangkan budaya asli Indonesia.

“Perkembangan teknologi digital juga dapat memunculkan kebebasan berekspresi yang kebablasan, berkurang toleransi dan penghargaan pada perbedaan, dan menghilangkan batas-batas privasi, serta pelanggaran hak cipta terhadap karya intelektual,” tuturnya.

Karena itu, kemampuan individu dalam membaca, menguraikan, membiasakan, memeriksa sangat diperlukan dalam bermedia digital dalam kehidupan sehari−hari.

Sebagai informasi, adapun informasi lebih lanjut mengenai literasi digital dan info kegiatan dapat diakses melalui website info.literasidigital.id, media sosial Instagram @literasidigitalkominfo Facebook Page dan Kanal Youtube Literasi Digital Kominfo.