Promosi Budaya Indonesia Lewat Konten Digital

Jawa Tengah, Nusantarapos.co.id – dunia kini sedang menghadapi perubahan era dari teknologi analog ke digital. Digitalisasi adalah penerapan teknologi digital (digitalisasi) dalam berbagai ranah dan sektor kehidupan. Inovasi model dan proses bisnis yang memanfaatkan teknologi digital.

Muhammad Mustafid, Pengasuh Pesantren Mahasiswa Aswaja Nusantara Mlangi mengatakan efek domino dari beralihnya teknologi analog ke digital saat ini tengah terjadi restrukturisasi level secara sistemik di tataran ekonomi, politik, kelembagaan, tata kelola, hingga kehidupan masyarakat.

Lalu, dia menyinggung soal promosi budaya Indonesia melalui digital media. Katanya, Indonesia dan juga sebagian besar negara-negara di Asia memiliki sejarah yang berbeda dengan negara-negara di Barat. Sebagian besar negara-negara di Asia adalah negara yang heterogen sejak awal. Asia adalah rumah dari berbagai ras, suku, agama maupun etnisitas.

“Jadi, secara normatif negara-negara di Asia adalah negara multikultur yang berarti penduduknya sangat beragam,” kata Mustafid dalam diskusi virtual bertema “Promosi Budaya Indonesia Lewat Konten Digital” yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bekerja sama dengan Siberkreasi Indonesia, Kamis (11/5/2023).

“Sejak awal, Nusantara adalah plural, majemuk, kaya akan keragaman dan perbedaan. Sebuah realitas keragaman yang berbeda dengan masyarakat Barat,” sambungnya.

Selanjutnya, kata Mustafid, seperti negara-negara lainnya di dunia, Indonesia tengah menghadapi tantangan global yakni globalisasi kebudayaan, homogenisasi popular culture, dan konservatifme sebagian kebudayaan tradisional. Untuk menjawab tantangan itu maka diperlukannya masyarakat yang mumpuni pada teknologi digital.
“Apa yang dibutuhkan di era digital seperti sekarang yaitu Digital Skill, Digital Ethic, Digital Safety, dan Digital Culture,” ujarnya.

Secara detail dia menjelaskan. Digital Skill adalah kemampuan individu dalam mengetahui, memahami, dan menggunakan perangkat keras dan piranti lunak TIK serta sistem operasi digital. Sementara, Digital Ethic adalah kemampuan individu dalam menyadari, mencontohkan, menyesuaikan diri, merasionalkan, mempertimbangkan, dan mengembangkan tata kelola etika digital (netiquette).

“Digital Safety yaitu kemampuan individu dalam mengenali, mempolakan, menerapkan, menganalisis, dan meningkatkan kesadaran keamanan digital dalam kehidupan sehari-hari. Dan, kemampuan individu dalam membaca, menguraikan, membiasakan, memeriksa, dan membangun wawasan kebangsaan, nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika,” terangnya.

Mustafid menegaskan, individu yang cakap bermedia digital dinilai yaitu mampu mengetahui, memahami, dan menggunakan perangkat keras dan lunak dalam lanskap digital, mesin pencarian informasi, aplikasi percakapan dan media sosial, serta aplikasi dompet digital, lokapasar, dan transaksi digital.
Sementara itu, Kepala Cabang Dinas Pendidikan Wilayah X Provinsi Jawa Tengah, Drs Agus Triyanto, MSi mengatakan masifnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dapat mengaburkan wawasan kebangsaan di masyarakat.

“Dapat menipiskan sopan santun, budaya digital menjadi panggung budaya asing sehingga menghilangkan budaya nasional, kebebasan berekspresi yang kebablasan, menghilangkan batas-batas privasi, pelanggaran hak cipta intelektual, dan sebagainya,” kata Agus.

Menurut Agus, budaya bermedia digital merupakan kemampuan individu dalam membaca, menguraikan, membiasakan, memeriksa, dan membangun wawasan kebangsaan, nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan sehari-hari. Maka dari itu, diperlukan pengetahuan dasar akan nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai landasan kecakapan digital dalam kehidupan berbudaya, berbangsa, dan bernegara.

Agus mengingatkan, bahwa jati diri kita dalam ruang budaya digital tidak berbeda dengan budaya nondigital. Hanya saja, dengan digitalisasi memungkinkan kita mendokumentasi kekayaan budaya, dan membuka peluang mewujudkan kreativitas.
Diakuinya, hak asasi manusia menjamin setiap warga negara dapat mengakses, menggunakan, membuat, dan menyebarluaskan melalui media digital. Tetapi, ada tanggung jawab yang juga harus dilakukan, yaitu menjaga hak-hak atau reputasi orang lain, menjaga keamanan nasional, ketertiban masyarakat, dan menjaga moral publik.

Di acara yang sama, Frida Kusumastuti, dosen Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang mengatakan diperlukan etika dalam bermedia digital. “Mengapa harus etis? Di dalam ruang digital kita akan berinteraksi, berkomunikasi, dan berkolaborasi dengan perbedaan norma berbagai budaya jadi satu di ruang digital,” ujar Frida.

Dia menyebutkan 4 prinsip etika bermedia digital yaitu Kesadaran, Integritas, Tanggung Jawab, dan Kebajikan. “Melakukan sesuatu dengan sadar atau memiliki tujuan dan kejujuran. Mau menanggung konsekuensi dari perbuatannya di media digital, dan memberikan manfaat bagi banyak orang,” tuturnya.

Frida menyebutkan akan ada sanksi yang akan diterima jika melanggar etika saat bermedia digital, yaitu sanksi moral yaitu merasa dirinya bersalah terus menerus dan sanksi sosial yakni diblokir, dikucilkan, dihujat, dan dipermalukan, bahkan bisa terkena sanksi hukum.

Kemudian, Frida memberitahu cara mempromosikan budaya Indonesia melalui media digital. “Selalu beri keterangan pada setiap gambar atau peristiwa budaya yang diunggah. Jangan ditunda karena komunikasi irreversible. Dan, beri kesempatan interaktif dengan membuka fitur komentar agar terjadi dialog penyebaran budaya,” sarannya.

“Sertakan sumber, baik sumber pihak kedua, maupun author, sehingga jelas siapa yang bertanggung jawab terhadap konten,” sambungnya.