TRENGGALEK, NUSANTARAPOS, – Bupati Trenggalek Moch. Nur Arifin sampaikan upacara adat nyadran dam bagong tahun ini berbeda dari tahun sebelumnya. Dimana tahun ini ada pelaksanaan kirab mahesa atau kerbau dari desa kerjo ke kelurahan ngantru.
Perbedaan tersebut dikarenakan menurut sejarah, akad tokoh menak sopal meminjam gajah putih milik mbok roro krandon itu akan dikembalikan, namun akhirnya disembelih sebagai syarat membangun dam mbagong.
“Upacara adat di tahun ini kita coba rubah, atas dasar masyarakat Krandon sudah ikhlas gajah itu disembelih karena manfaatnya dirasakan oleh masyarakat luas,” kata Bupati Trenggalek Moch Nur Arifin.
Dari sejarah itulah, kedua desa ini mencoba dirangkaikan karena menjadi asal usul dari upacara adat dam bagong. Keduanya coba di kolaborasikan sehingga kerbau untuk nyadran disinggahkan semalam di desa kerjo, juga ada beberapa rangkaian kegiatan dilakukan disana.
Upacara sakral tersebut, mulai dari desa kerjo kemudian kerbau atau Mahesa ini di kirab menuju pendopo manggala praja nugraha. Lalu di kirab kembali ke tlatah mbagongan atau dam bagong yang ada di Kelurahan Ngantru, Trenggalek.
Upacara kirab sendiri dikemas kedalam adat jawa yang menarik, adda Bregodo yang menyerahkan Mahesa kepada bupati, kemudian bupati menyerahkan kembali kerbau ini untuk dibawa ke dam bagong berikut dengan peralatan sembelihnya.
“Jadi kegiatan hari ini sebenarnya kegiatan rutin tahunan, yaitu nyadran dam bagong ditandai dengan sedekahan daging Kerbau kepada masyarakat di desa ngantru,” ucap Gus Ipin
Tapi yang berbeda kali ini, sambungnya pelaksanaan merekonstruksi ulang tetapi dengan nilai yang baru dan pendekatan yang baru. Dahulu kala menak sopal meminjam gajah dari mbok roro krandon. Ternyata dari akad pinjam nya dengan kenyataannya itu berbeda.
Hari ini mencoba melebur itu, desa kerjo masyarakatnya sudah ikhlas bahwa dulu Gajah yang dipinjam itu memang betul punyanya Mbok Roro Krandon dan nyatanya memang digunakan untuk sesuatu yang saat ini manfaatnya dirasakan oleh masyarakat, yaitu dam Bmbagong.
“Maka daripada itu, ini diniati sedekahan, kerbau yang di arak mulai dari desa kerjo sampai ke pendopo,” terang Gus Ipin.
Gus Ipin juga menuturkan dari Pendopo nanti diarak kembali ke ngantru, kemudian dilakukan penyembelihan, untuk besok dilakukan adat nyadran dam bagong. Untuk rangkaian nyadran sendiri sudah dimulai pada hari Rabu malam dan hari sakralnya nyadran dam bagong sendiri yang dilaksanakan pada Jum’at besok.
Ini akan menjadi agenda tahunan yang dilaksanakan rutin setiap tahun. Nyadran dam bagong sendiri sebenarnya merupakan perwujudan rasa syukur dari warga lingkungan sekitar dan petani yang dialiri oleh aliran sungai dam bagong.
“Mereka bersyukur karena sebelumnya Trenggalek merupakan rawa rawa tandus yang kering ketika musim kemarau dan banjir ketika musim penghujan,” ungkapnya.
Berawal dari tokoh yang bernama menak sopal, keadaan ini dirubah dengan membangun sebuah Dam atau bendungan kecil di area Bagongan, tanah yang dulunya tandus ketika kemarau dan banjir ketika hujan menjadi areal persawahan yang subur.
Sedangkan cerita-cerita lain di balik pembangunan dam bagong ini menyembelih gajah putih yang pada waktu itu milik mbok roro krandon, menjadi cikal bakal upacara adat nyadran sekarang.
“Cuma hewan yang disembelib dari Gajah digantikan dengan seekor Kerbau,” pungkasnya. (ADV)