DEPOK, NUSANTARAPOS – Masyarakat, terutama para pemuka agama dan kontestan Pemilu 2024 beserta para pendukungnya, diminta tidak menggunakan rumah ibadah untuk berkampanye.
Penggunaan rumah ibadah untuk politik praktis dikhawatirkan justru akan memicu keterbelahan di masyarakat, karena biasanya kampanye dilakukan dengan menyanjung atau menjelekkan seseorang, termasuk calon kontestan pemilu.
Namun anehnya dari pantauan wartawan di lapangan, keberadaan sepanduk politikus dari Anggota Dewan DPRD Depok Fraksi PSI tampak terpasang di Pelataran Rumah Ibadah Gereja HKBP Cilodong Depok, Jum’at (23/06/23).
Sepanduk Anggota DPRD Depok dari Fraksi PSI tersebut bertulisan “Terimakasih atas terealisasinya Aspirasi Pekerjaan Saluran Air Drainase Lingkungan”.
Menanggapi hal tersebut diungkapkan oleh Pdt. Mis, Daniel Pardede, M,H, PPPT mengatakan, “Itu melanggar hukum, bahkan lebih lanjut ia menjelaskan, tidak perlu ada hukum positif-nyapun tetap saja salah, karena Gereja milik berbagai kalangan, baik profesi yang berbeda, politiknya juga berbeda, kalau Gereja dipakai untuk berpolitik”, ujarnya.
Ia menambahkan, “Gereja bisa bubar atau pecah, jangan berdagang (dalam arti luas) di Gereja imbuhnya, termasuk pemilihan pimpinan Gereja pun harus direform karena jangan ada kampanye Jemaat tatkala pemilihan pimpinan gerejanya, yang sampai sekarang Gereja masih melangsungkannya salah satu HKBP”, ujarnya.
Masih menurut Pdt. Mis, Daniel Pardede, M,H menjelaskan, “Ingat dasar larangan, Jangan kau buat Rumah BapaKu tempat berjualan”.(Yohanes 2:16), Tempat berjualan = tempat kampanye”, ujarnya.
Disisi lainnya diungkapkan Elvri Tobing, S,H, M,H, ia memberikan argumentasi hukumnya: “Keberadaan tempat ibadah sebagai tempat suci, tempat ibadah memiliki makna dan tujuan yang sakral dalam banyak agama”, ujarnya.
Lanjut ia, “Beberapa orang mungkin merasa pantas atau tidak etis untuk menggunakan tempat ibadah sebagai wadah untuk kampanye politik atau komersial”, ujarnya
Menurut Elvri Tobing, “Kita harus menghormati kepercayaan dan keyakinan: “Slogan-slogan kampanye dapat mempengaruhi perasaan orang-orang di tempat ibadah. Jika slogan tersebut kontroversial, konfrontasional, atau bertentangan dengan nilai-nilai agama yang dihormati di tempat ibadah, dapat menimbulkan ketidaknyamanan atau ketegangan di antara para jamaah,” ujarnya.
Perlu diketahui, sebelumnya Kementerian Agama melarang tegas penggunaan rumah ibadah sebagai tempat kampanye atau aktivitas politik praktis.
Larangan ini tertuang dalam Deklarasi Damai umat beragama yang dibacakan dalam hari amal bhakti Kemenag ke-77 dan ditandatangani oleh tokoh lintas agama, di Kompleks Kemenag, Sabtu (14/01/23). (Rizky)