HUKUM  

Putusan Lepas dari Tuntutan Hukum, Sesuai Keadilan dan Kebenaran

Terdakwa Bambang Sudomo didampingi Penasihat Hukumnya Johanes Raharjo, SH., MH., & Tim di Pengadilan Negeri Jakarta Timur.

Jakarta, NUSANTARAPOS.CO.ID – Perkara pidana No.640/Pid.B/2023/PN.Jkt.Tim atas nama Terdakwa Bambang Sudomo, Direktur Utama PT. Sumber Data Persada di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, telah diputus pada hari Senin tanggal 20 November 2023 lalu.

Dalam sidang yang dibacakan terbuka untuk umum dengan amar putusan antara lain berbunyi “Melepaskan Terdakwa Bambang Sudomo oleh karena itu dari segala tuntutan hukum”.

Penasehat hukum Bambang Sudomo, Johanes Raharjo dari kantor hukum Johanes Raharjo, SH., MH., & Partners itu sangat bersyukur karena putusan tersebut sesuai asas keadilan dan kebenaran yaitu asas hukum GEEN STRAFT SONDER SCHULD (Tiada Pidana Tanpa Kesalahan).

Menurutnya, Majelis Hakim sudah tepat dalam menerapan hukum. Putusan “Lepas dari segala tuntutan hukum” atau “ONSLAG VAN RECHT VERVOLGING” artinya Terdakwa memang terbukti melakukan suatu perbuatan sebagaimana yang didakwakan, namun perbuatan tersebut bukan merupakan perbuatan pidana ( pasal 191 ayat 2 KUHAP).

“Dalam perkara tersebut Jaksa Penuntut Umum membuat dakwaan secara alternatif, yaitu dakwaan pertama mengenai tindak pidana sebagaimana diatur dalam pasal 378 KUHP (Penipuan) atau dakwaan kedua Pasal mengenai tindak pidana sebagaimana diatur dalam pasal 372 KUHP (Penggelapan),” ungkap Johanes Raharjo melalui keterangan tertulis, Selasa (28/11/2023).

Dia memaparkan, perkara tersebut berawal dari adanya laporan polisi 7 (tujuh) tahun yang lalu di Polda Metro Jaya atas laporan dari pelapor Youzwar Arief, Dirut PT. Wishindo Mandiri pada tahun 2016 LAPORAN POLISI NO : LP/2451/V/2016/PMJ/Dit Reskrimum tanggal 19 Mei 2016, pasal yang disangkakan adalah Pasal 378 KUHP dan atau Pasal 372 KUHP.

Substansi objek laporan, kata Johanes adalah mengenai billyet giro yang diserahkan oleh terdakwa kepada pelapor (PT. WM selaku Supplier) sebagai jaminan pembelian barang dalam rangka menjalankan Kontrak Kerja Sama antara PT. SDP dengan KSO PT PERTAMINA EP-PT BENAKAT BP, ketika Bilyet Giro dicairkan oleh pelapor ditolak bank, karena tidak cukup dananya.

“Nota Pembelaan (Pleidoi) kami, telah menguraikan bahwa hubungan hukum antara terdakwa dengan pelapor adalah murni hubungan kerja sama keperdataan, bukan peristiwa pidana. Penyerahan Bilyet Giro tersebut bukan merupakan peristiwa hukum yang berdiri sendiri, melainkan suatu rangkaian peristiwa hukum yang merupakan satu kesatuan peristiwa hukum tak terpisahkan mulai pada saat perkenalan antara terdakwa dengan saksi korban Youzwar Arief,” jelas Johanes.

“Yang akhirnya melahirkan kesepakatan bahwa PT. WM bersedia dan sanggup untuk bekerja sama dengan PT. SDP menjadi Supplier untuk memenuhi kebutuhan bahan kimia dalam rangka menjalankan KONTRAK KERJASAMA No. JS 066/EPT-226/12/13/R tanggal 28 April 2014, dilanjutkan dengan diterbitkannya SURAT PENAWARAN HARGA oleh PT.WM yang ditujukan kepada PT. SDP, dilanjutkan dengan PT.SDP menerbitkan PURCHASE ORDER, dilanjutkan dengan PT. WM mengirimkan barang barang ke lokasi proyek di Pendopo Sumatera Selatan, dilanjutkan dengan PT. WM menerbitkan INVOICE yang ditujukan kepada PT.SDP, dilanjutkan dengan penyerahkan bilyet giro oleh Terdakwa kepada Youzwar Arief, karena atas permintaannyakemudian Bilyet Giro dicairkan oleh Youzwar Arief yang sudah tentu tidak cukup dananya karena KSO PERTAMINA EP-BENAKAT BP belum membayar lunas kepada PT. SDP dengan alasan ada penurunan harga minyak dunia,” imbuhnya.

Dia melanjutkan, dalam rangkaian peristiwa hukum tersebut yang merupakan satu kesatuan peristiwa hukum yang tidak dapat berdiri sendiri mulai pada saat perkenalan antara terdakwa dengan saksi Youzwar Arief yang melahirkan kesepakatan bahwa PT.WM bersedia dan sanggup untuk bekerja sama dengan PT. SDP menjadi Supplier untuk memenuhi kebutuhan bahan kimia dalam rangka menjalankan KONTRAK KERJASAMA No. JS 066/EPT-226/12/13/R tanggal 28 April 2014 sampai dengan penyerahan bilyet giro, tidak didahului/ tidak didasari adanya perbuatan Terdakwa dengan memakai nama palsu, keadaan palsu, tipu muslihat, rangkaian kebohongan.

“Faktanya, Terdakwa memang benar sebagai Dirut PT. SDP telah menandantangani KONTRAK KERJASAMA No. JS 066/EPT-226/12/13/R tanggal 28 April 2014. Proyeknya benar ada, bukan proyek fiktif yaitu di Pendopo, Sumatera Selatan. Barang yang dikirim oleh PT. WM telah diterima di lokasi proyek tersebut. Proyeknya sudah diselesaikan oleh PT. SDP, namun KSO PERTAMINA EP-BENAKAT BP baru bayar sebagian dengan alasan penurunan harga minyak dunia, sehingga KSO PT. PERTAMINA EP – PT. BENAKAT BARAT PETROLEUM masih memiliki sisa kewajiban kepada PT. SDP,” terang Johanes.

Sekalipun, masih Johanes, apabila benar (quod non) bahwa Bilyet Giro tersebut dimaksudkan sebagai pembayaran atas pembelian barang yang dimaksud dalam PURCHASE ORDER (PO), maka ketika Bilyet Giro tersebut dicairkan ternyata tidak cukup dananya sehingga PT. SDP belum melunasi kewajiban pembelian barang kepada PT. WM, maka peristiwa tersebut merupakan PERBUATAN WANPRESTASI yang menjadi domain hukum perdata, bukan suatu perbuatan pidana sebagaimana dalam Dakwaan Pertama (pasal 378 KUHP).

“PURCHASE ORDER (PO) tersebut merupakan suatu Perjanjian yang sah dan mengikat para pihak yaitu PT. WM (Supplier/Penjual) dan PT.SDP (Pembeli) vide Pasal 1320, 1338, 1340 BW. Sehingga apabila benar (quod non ) salah satu pihak tidak memenuhi kewajiban, maka merupakan perbuatan WANPRESTASI yang menjadi domain hukum perdata,” tuturnya.

Dia menjelaskan, sesuai Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 1645 K/Pid/1987 tanggal 27 September 1989 yang kaidah hukumnya menyatakan :

Penarikan Giro Bilyet Kosong bukan merupakan perbuatan pidana penipuan ex Pasal 378 KUHP, melainkan merupakan perbuatan dalam hubungan keperdataan

Yurispruensi Mahkamah Agung RI No.4/Yur/Pi/2018, kaidah hukumnya :

Para Pihak yang tidak memenuhi kewajiban dalam perjanjian yang dibuat secara secara sah bukan penipuan,namun wanprestasi yang masuk dalam ranah keperdataan, kecuali jika perjanjian tersebut didasari dengan itikad buruk/tidak baik”.

“Sejak awal ketika kami ditunjuk sebagai Penasehat Hukum Terdakwa (18 Agustus 2023), kami melakukan Kajian Hukum mengenai duduk permasalahannya, kami berpendapat bahwa peristiwa tersebut sebenarnya bukan peristiwa pidana, sehingga perkara tersebut sebenarnya tidak perlu sampai pada Tahap Penyidikan, bahkan Penuntutan, apalagi sampai dilimpahkan di pengadilan,” tegas Johanes.

“Karena rangkaian perbuatan hukum yang dilakukan oleh terdakwa sangat terang benderang mengenai ikatan hukum keperdataan dengan pelapor, yang merupakan domain Hukum Perdata, bukan domain hukum Pidana. Sehingga wajarlah jika kami menduga bahwa perkara tersebut adalah nampak dipaksakan. Karena jika dicermati dari sisi substansinya adalah peristiwa perdata, dan jika dicermati dari sisi durasi waktunya, Laporan Polisi tersebut sudah 7 tahun lalu (2016), 5 (lima) tahun kemudian Terdakwa ditetapkan Tersangka (Maret 2021), 2 (dua) tahun sejak penetapan Tersangka perkara status P – 21 (Agustus 2023),” sambungnya.

“Oleh karenanya dalam kesempatan ini, kami selaku Penasehat Hukum klien kami, hanya dapat berharap kepada Bapak Kapolri yang selalu mengedepankan profesionalisme dan semangat Presisi, agar lebih meningkatkan pembinaan terhadap jajaran dibawahnya yang terkait. Sehingga jika memang ada laporan polisi yang jelas-jelas merupakan domain hukum perdata, maka laporan tersebut harus dihentikan,” pungkas Johanes Raharjo.