HUKUM  

Tim Hukum Merah Putih Nilai Sengketa Pilpres Hanya Berkaitan Dengan Selisih Suara

Kordinator Tim Hukum Merah Putih, C. Suhadi.

Jakarta, NUSANTARAPOS.CO.ID – Mahkamah Konstitusi (MK) akan membacakan putusannya atas perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) atau sengketa Pilpres 2024 pada Senin, 22 April 2024 mendatang. Sebelum itu, MK akan menggelar rapat permusyawaratan hakim (RPH), adapun tujuan dari musyawarah untuk menentukan putusan dari seluruh proses PHPU Pilpres 2024.

Namun sebelum MK membacakan putusannya, berbagai spekulasi ataupun pandangan para pihak terus berdatangan. Bahkan ada yang menginginkan agar Gibran didiskualifikasi karena dinilai tidak sesuai prosedur saat dirinya dicalonkan sebagai Cawapres untuk mendampingi Prabowo Subianto pada Pemilu 14 Februari lalu.

Menanggapi hal tersebut Tim Hukum Merah Putih pun memberikan pandangannya. Karena apa yang disengketakan di Mahkamah Konstitusi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bukan soal Etik akan tetapi masalah Sengketa Perselisihan suara, seperti yang diatur dalam pasal pasal dalam UU No. 7 tahun 2017, karena terkait masalah sah dan tidaknya posisi Gibran Sebagai Cawapres sudah final. Dan kewenangannya bukan di MK, akan tetapi di Bawaslu, hal ini termuat dalam pasal 460 ayat 1 dan 2, ssrta pasal 461 ayat 1, 2, 3, 4 dan 5 serta ayat 6 mengenai sankinya,” ucapnya.

“Menurut hukum, perkara yang di MK (Mahkamah Konstitusi, red) itu berkaitan ‘hanya’ perselisihan suara saja seperti yang sudah diatur dalam pasal 473 dan 475 UU No.7 Tahun 2017 mengenai Pemilu Pilpres, dan di dua pasal tersebut sangat jelas dan tegas terkait sengketa pilpres hanya masalah perselisihan suara saja bukan yang lain,” katanya Kordinator Tim Hukum Merah Putih C. Suhadi dalam keterangan tertulisnya, Senin (15/4/2024).

Lebih lanjut Suhadi menjelaskan bagaimana pengertiannya di dalam pasal itu, jadi begini, dalam real count yang dikeluarkan dan diumumkan oleh KPU Pemenang Pilpres adalah Prabowo-Gibran dengan jumlah suara 96.214.691 suara (58,58 persen), sementara pasangan Anies-Muhaimin 40.971.906 suara (24,95 persen), sedangkan Ganjar-Mahfud hanya mendapatkan 27.040.878 suara (16,47 persen).

“Akibat itu baik Ganjar-Mahfud maupun Anies-Muhaimin melakukan gugatan karena dianggap KPU tidak tepat, dan seharusnya kata tidak tepat atau KPU tidak benar ( curang ) langsung menyebut kepada bilangan Penjumlah terkait selisih yang diperoleh antara 01 dan 03, lalu selesih itu berapa bilangan penjumlahnya dari selisih yang didapat. Nampaknya jujur paslon 01 dan 03 tidak dapat menemukan kesalahan KPU terkait selisih suara, dan harusnya perkara tidak dapat diajukan ke MK,” ujarnya kepada media.

Namun waktu ditanya lebih lanjut oleh media bagaimana perselisihannya dan harus seperti apa, Suhadi menerangkan, ya mereka harus membawa dokumen/ bukti berupa C-1 dan C Plano bahwa KPU salah dalam mengeluarkan angka yang dimenangkan oleh Prabowo-Gibran itu.”Apakah ada selisihnya sehingga mereka menang, kalau 96 juta sekian perolehan suara yang memilih Prabowo-Gibran ya harusnya dibuktikan bahwa itu tidak benar seperti klaim mereka,”ucapnya.

Tapi, lanjut Suhadi, tentunya tidak mudah dalam persoalan ini, karena kenapa? karena Suara mereka kecil, baik paslon nomor 3 Ganjar-Mahfud jika dipersentasikan hanya 16 persen lebih, demikian juga paslon nomor 1 Anies-Muhaimin cuma 24 persen jadi kalaupun dijumlah-jumlahkan tetap tidak mengejar perolehan suara Prabowo-Gibran. Demikan juga apabila paslon nomor urut 1 dan 3 dijumlahkan hanya 40% suara, sementara Prabowo-Gibran 58% suara jadi masih sangat jauh selisihnya.

“Lalu dimana letaknya yang mengatakan mereka itu yang menang, kan sangat terukur atau mengatakan KPU yang curang, itu semua tidak bisa dibuktikan kok,” ujarnya.

“Kemudian ada wacana-wacana yang mengatakan pemilu curang dan sebagainya, kalau pemilu curang itu wilayahnya ada di Bawaslu dan DKPP bukan di MK. Ingat lho MK bukan lembaga banding, karena sesuai UU MK adalah pengadilan pertama dan terakhir,” tuturnya.

Sehingga, sambung Suhadi, menurut saya sudah salah kamar apabila wilayah kerja Bawaslu dan DKPP dibawa ke MK, saya pun menyesalkan kenapa semua terbawa arus mengikuti kemauan dari paslon 01 dan 03. Padahal berkaitan dengan persoalan Pilpres yang diajukan ke MK itu bukan ke sana muaranya seperti yang saya jelaskan diatas.

“Lebih lanjut suhadi menjelaskan tentang kedudukan hukum uu Pemllu. Menurutnya hal itu bersumber dari UUD 45 yang telah diamandemen. Dalam Pasal 24c yang intinya berbunyi sbb:
MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final dan mengikat, salah satunya memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.

“Dan dari pasal ini telah ada dua turunan UU khususnya tentang : Undang-Undang Mahkamah Konstitusi Tahun 2003 Nomor 24 dan Undang-Undang Pemilu Tahun 2017 Nomor 7. Sedangkan di dalam MK seperti dirumuskan dalam pasal 30, terdapat 5 alasan seseorang boleh mengajukan gugatan ke MK, salah satunya seperti diatur dalam huruf (d) perselisihan tentang hasil Pemilu. Lalu dipertegas oleh UU Pemilu apa yang dimaksud perselisihan, ya seperti diatur dalam pasal 473 dan 475 yang dijelaskan diatas,” paparnya.

Suhadi mengatakan, jadi jelas apa yang harus diajukan MK yaitu melulu hanya pada perselisihan perolehan suara saja (473 dan 475), bukan yang lain.Turunannya hanya 2 itu, dan jelas sekali diterangkan di dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 berkaitan dengan pemilu. Apa sih yang disebut dengan perselisihan? Perselisihan adalah yang berkaitan dengan selisih suara tidak ada yang lain lagi disitu.

“Jadi kalau orang mengatakan ini itu ini itu, saya sangat disesalkan sekali sikap-sikap seperti itu. Karena Undang-Undang sudahsangat jelas kok, dan tidak bisa ditafsirkan lagi,” imbuhnya.

“Juga sangat jauh apabila MK sampai membawa-bawa masalah yang berkaitan dengan pencalonan Gibran, karena kewenangan MK cuma 1 ada gak yang berkaitan dengan selisih suara. Apakah benar atau tidak yang didalilkan oleh 01 dan 03 itu. Jadi kalau merembet soal ke masalah pencalonan Gibran, saya hakul yakin MK tidak sampai sejauh itu. Dan oleh karananya kami dari Team Hukum Merah Putih mendukung MK, jangan takut,” pungkas advokat senior tersebut.