BERITA  

Pemerintah Terbitkan Satu Peraturan Turunan UU TPKS, Bagaimana Peraturan Turunan UU TPKS Melindungi Korban Kekerasan Seksual?

Menteri PPPA Bintang Puspayoga, bersyukur salah satu peraturan turunan yang dimandatkan oleh UU TPKS terkait UPTD PPA telah diundangkan untuk nantinya dapat diimplementasikan di daerah.

JAKARTA,NUSANTARAPOS,- Pemerintah telah mengesahkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun 2024 sebagai salah satu peraturan turunan dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).

Perpres tersebut bertujuan untuk membentuk Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA), lembaga yang memiliki mandat khusus dalam melindungi perempuan dan anak dari kekerasan seksual, dengan harapan upaya perlindungan terkoordinasi dan efektif bagi korban kekerasan seksual dapat terwujud.

Langkah ini merupakan bagian dari komitmen pemerintah dalam meningkatkan perlindungan terhadap hak-hak perempuan dan anak, serta memperkuat penegakan hukum terhadap tindak kekerasan seksual di Indonesia.

Peraturan ini bertujuan untuk memastikan pemenuhan hak korban kekerasan seksual atas penanganan, pelindungan, dan pemulihan. Dengan demikian, UPTD PPA akan menjadi garda terdepan dalam memberikan layanan yang holistik kepada korban, termasuk akses terhadap layanan medis, psikososial, hukum, dan rehabilitasi.

Menteri PPPA Bintang Puspayoga menyampaikan rasa syukur atas pengesahan salah satu peraturan turunan UU TPKS terkait UPTD PPA.

“Harapannya pelayanan UPTD PPA semakin mengedepankan kepentingan terbaik bagi korban yang responsif dan berkeadilan,” tegas Menteri PPPA di Jakarta, Jumat (26/4/2024).

Menurut Menteri PPPA, Perpres Nomor 55 Tahun 2024 akan meneguhkan UPTD PPA dengan tata kelola baru melalui kedudukan dan tugas dalam menyelenggarakan penanganan, pelindungan, dan pemulihan korban, keluarga korban, dan/atau saksi.

Lanjutnya, dalam penanganan kejahatan serius (graviora delicta), UPTD PPA provinsi dan kabupaten/ kota menyelenggarakan tugas tanpa meniadakan layanan kekerasan lainnya yang selama ini telah dilakukan, sebagai berikut: (1). menerima laporan atau penjangkauan korban; (2). memberikan informasi tentang hak korban; (3). memfasilitasi pemberian layanan kesehatan;
(4). memfasilitasi pemberian layanan penguatan psikologis; (5). memfasilitasi pemberian layanan psikososial, rehabilitasi sosial, pemberdayaan sosial, dan reintegrasi sosial;

Berikutnya, (6). menyediakan layanan hukum; (7). mengidentifikasi kebutuhan pemberdayaan ekonomi; (8). mengidentifikasi kebutuhan penampungan sementara untuk korban dan keluarga korban yang perlu dipenuhi segera; (9). memfasilitasi kebutuhan korban penyandang disabilitas; (1. mengoordinasikan dan bekerja sama atas pemenuhan hak korban dengan lembaga lainnya; dan (11). memantau pemenuhan hak korban oleh aparatur penegak hukum selama proses acara peradilan.

“Perpres ini memastikan pelindungan dan pemenuhan hak korban melalui mekanisme one stop services atau pelayanan terpadu untuk memastikan korban mendapatkan layanan yang cepat sesuai dengan kebutuhannya dengan meminimalisasi terjadinya pengulangan kekerasan (reviktimisasi) terhadap korban,” tutur Menteri PPPA.

Selain itu, menurut Menteri PPPA, kehadiran Perpres Nomor 55 Tahun 2024 juga akan memperkuat peran kolaborasi antara lembaga pelayanan milik pemerintah, lembaga pelayanan berbasis masyarakat, dan institusi lainnya.

“Seluruh lembaga pelayanan akan saling terintegrasi, multiaspek, serta lintas fungsi dan sektor dalam mempercepat penanganan kasus kekerasan, diskriminasi, dan masalah lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” lanjut Menteri PPPA.

Menteri PPPA menyatakan, secara teknis operasional, pihaknya akan menyiapkan peraturan menteri sebagai delegasi dari perpres tersebut.

“Kemen PPPA akan menyesuaikan peraturan menteri yang sudah ada, mengingat UPTD PPA sudah menjalankan fungsinya sebelum perpres ini diundangkan. Dalam penyediaan layanan korban kekerasan seksual, kami tetap akan berkoordinasi dengan organisasi perangkat daerah sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing,” ujar Menteri PPPA.

Sejak UU TPKS disahkan dalam Sidang Paripurna DPR RI pada 12 April 2022 dan diundangkan pada 9 Mei 2022, Kemen PPPA bersama Kementerian/Lembaga melalui Panitia Antar Kementerian (PAK) bergerak cepat menyusun 3 RPP dan 4 RPerpres.

“Kemen PPPA menjadi leading sector penyusunan 5 peraturan turunan, sedangkan 2 lainnya dipimpin oleh Kemenkumham,” imbuh Menteri PPPA.

Lebih lanjut, Perpres Nomor 55 Tahun 2024 akan meneguhkan UPTD PPA dengan tata kelola baru melalui kedudukan dan tugas dalam menyelenggarakan penanganan, pelindungan, dan pemulihan korban, keluarga korban, dan/ atau saksi.

Dengan adanya peraturan tersebut, diharapkan UPTD PPA dapat berperan lebih efektif dalam memberikan perlindungan dan bantuan kepada korban kekerasan seksual serta keluarganya, serta meningkatkan responsivitas terhadap tindak kekerasan seksual yang terjadi di masyarakat.

3 peraturan turunan yaitu RPerpres tentang Penyelenggaraan Terpadu PPA, RPerpres Kebijakan Nasional Pemberantasan TPKS, dan RPP tentang Koordinasi dan Pemantauan Pelaksanaan Pencegahaan dan Penanganan TPKS sedang dalam proses pengesahan oleh Presiden Republik Indonesia.

“1 RPP lainnya yang dikawal oleh Kemen PPPA mengenai Pencegahan TPKS serta Penanganan, Pelindungan, dan Pemulihan Korban TPKS sudah selesai pada tahap harmonisasi dan akan segera diajukan kepada Presiden Republik Indonesia,” tutur Menteri PPPA.

Selain Perpres tentang UPTD PPA, salah satu peraturan turunan yang diprakarsai oleh Kemenkumham, yaitu Perpres Nomor 9 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Terpadu bagi Aparat Penegak Hukum dan Tenaga Layanan Pemerintah, dan Tenaga Layanan pada Lembaga Penyedia Layanan Berbasis Masyarakat telah diundangkan sejak 23 Januari 2024 lalu.

Sementara, RPP tentang Dana Bantuan Korban TPKS yang secara substansi dikawal oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) saat ini sudah masuk dalam tahap harmonisasi.

Menteri PPPA menyebut, Pemerintah berkomitmen untuk terus mengawal proses pengesahan 5 peraturan turunan UU TPKS lainnya. Dalam 2 tahun ke belakang kami berupaya keras menyusun peraturan turunan yang komprehensif sebagai wujud kehadiran Negara dalam memberikan pelindungan dan pemenuhan hak bagi korban TPKS, serta efek jera bagi pelaku.

Sekali lagi kami memohon dukungan masyarakat agar seluruh peraturan turunan tersebut dapat segera diundangkan dan diimplementasikan demi kepentingan terbaik bagi korban kekerasan,” pungkas Menteri PPPA. (Guffe).