BERITA  

Kemen PPPA: Perpres tentang UPTD PPA Wajibkan Pembentukan UPTD PPA di Setiap Daerah

Acara Media Talk KemenPPPA Terkait Peraturan Pelaksanaan UU TPKS.

Nusantarapos, Jakarta – Kebijakan ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan anak. Pembentukan UPTD PPA di setiap daerah diharapkan dapat membuat layanan perlindungan anak lebih mudah dijangkau dan berkualitas.

Perkembangan terkait penyelesaian peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) terus berlangsung jelang dua tahun usianya. Kabar baiknya, dari tujuh aturan pelaksana UU TPKS, dua di antaranya telah ditandatangani Presiden dan diundangkan dalam lembar negara.

Kebijakan ini menegaskan komitmen pemerintah untuk meningkatkan layanan kesejahteraan anak. Dengan peraturan ini, diharapkan pembentukan UPTD PPA di setiap daerah dapat meningkatkan akses dan kualitas perlindungan anak di tingkat lokal.

Pertama, Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang disahkan pada 23 Januari 2024 dan terbaru yakni Peraturan Presiden (Perpres) 55 Tahun 2024 tentang Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA).

Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Ratna Susianawati mengatakan, perkembangan dalam 2 tahun terakhir ini telah menghasilkan hal yang sangat positif dengan proses yang dilakukan tanpa henti.

Lanjutnya, di tahun 2024, sudah 2 Rancangan Perpres yang berhasil disahkan menjadi Perpres, yaitu Perpres Nomor 9 tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

“Kemudian terbit pula Perpres Nomor 55 tahun 2024 tentang UPTD PPA yang disahkan tepat 1 hari setelah momentum Hari Kartini, yaitu tanggal 22 April 2024,” ujar Ratna Susianawati dalam Media Talk di Kemen PPPA Jakarta, Jumat (3/5/2024).

Berdasarkan Pasal 91 (2) UU TPKS, Peraturan Pelaksanaan dari UU TPKS harus telah ditetapkan paling lambat tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan, dalam hal ini 9 Mei 2024.

Tidak terdapat konsekuensi yang secara eksplisit diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2022 (UU TPKS) apabila peraturan pelaksanaan tidak diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Kendati demikian, Kemen PPPA selaku leading sector bersama dengan Kementerian/ Lembaga terkait terus mengetatkan koordinasi dengan Setneg agar 5 aturan pelaksana lainnya dapat segera disahkan dan diundangkan sehingga aturan dapat diimplementasikan dan berlaku umum.

“Kami memastikan tingkat komunikasi yang lebih intens. Proses pengesahan aturan pelaksana yang lainnya sudah berjalan dan sudah selesai di tingkat panitia antar kementerian,” ucap Ratna.

“Harapan kami mudah-mudahan dalam waktu dekat semuanya bisa ditetapkan oleh Presiden. Terkecuali untuk Rancangan Peraturan Pemerintah terkait dana bantuan korban yang berada di bawah koordinasi Kementerian Hukum dan HAM bersama Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban yang hingga kini masih berproses,” tambah Ratna.

Ratna menjelaskan, Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2024 tentang UPTD PPA merupakan peraturan hukum untuk memastikan penyelenggaraan layanan terhadap perempuan dan anak korban kekerasan seksual di tingkat daerah. UU TPKS memberi mandat UPTD PPA bertugas melakukan penanganan, perlindungan, dan pemulihan korban secara terpadu.

“UPTD PPA diharapkan dapat menjadi layanan yang bersifat one stop services. Layanan terpadu ini berupaya untuk meminimalkan mobilisasi korban kekerasan seksual dalam artian unit layanan yang mendatangi korban bukan korban yang harus bolak-nalik mendatangi tempat layanan,” sebut Ratna.

“Jika korban harus berpindah-pindah dalam proses penyelesaian kasusnya maka dapat berpengaruh pada kondisi psikologis korban dan korban rentan mengalami revictimisasi,” sebutnya.

“Konsep UPTD PPA terpadu ini juga memastikan adanya support sistem yang dibangun, sinergi, dan kerja kolaborasi dengan lembaga berbasis masyarakat,” ujar Ratna.

Kepala Biro Hukum dan Humas Kemen PPPA, Margareth Robin Korwa menjelaskan, adanya delegasi pasal “wajib” dalam tata kelola baru UPTD PPA yang dimandatkan dalam UU TPKS dan pasca disahkan dan dituangkan dalam lembaran negara melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun 2024 tentang Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak.

Lanjutnya, terkait pembentukan UPTD PPA di daerah dulunya mengacu pada Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah yang menyebutkan pada Dinas Daerah Provinsi “dapat” dibentuk unit pelaksana teknis untuk melaksanakan kegiatan teknis operasional dan/atau kegiatan teknis penunjang tertentu.

Selain itu terdapat Peraturan Menteri PPPA Nomor 4 tahun 2018 tentang Pedoman Pembentukan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak.

Margareth menyatakan pada Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah, ruh pembentukan UPTD PPA di seluruh Provinsi/Kab/Kota tidak diwajibkan karena menyesuaikan dengan kondisi dan kemampuan tiap-tiap daerah.

“Namun, dengan adanya UU TPKS maka berlaku asas hukum ‘Lex Posterior Derogat Legi Priori’ dalam arti terkait UPTD PPA ada mandat khusus tersendiri dari Undang Undang sehingga ‘wajib’ untuk pembentukannya tanpa meniadakan 6 layanan yang selama ini ada. Terkait ketentuan lebih lanjut mengenai UPT PPA diatur dalam Perpres Nomor 55 Tahun 2024 tentang UPTD PPA,” jelas Margareth.

Pada Pasal 5 ayat 2 Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun 2024 tentang UPTD PPA, UPTD PPA provinsi dan UPTD PPA kabupaten/kota bertugas: (a). menerima laporan atau penjangkauan Korban; (b). memberikan informasi tentang hak Korban; (c). memfasilitasi pemberian layanan kesehatan;

(d). memfasilitasi pemberian layanan penguatan psikologis; (e) memfasilitasi pemberian layanan psikososial, rehabilitasi sosial, pemberdayaan sosial, dan reintegrasi sosial; (f). menyediakan layanan hukum; (g). mengidentifikasi kebutuhan pemberdayaan ekonomi; (h). mengidentifikasi kebutuhan penampungan sementara untuk Korban dan Keluarga Korban yang perlu dipenuhi segera;

(i). memfasilitasi kebutuhan Korban Penyandang Disabilitas; (j) mengoordinasikan dan bekerja sama atas pemenuhan hak Korban dengan lembaga lainnya; dan k) memantau pemenuhan hak Korban oleh aparatur penegak hukum selama proses acara peradilan.

Kemen PPPA secara serius terus menguatkan kelembagaan dan layanan bagi perempuan dan anak korban kekerasan melalui Dinas pengampu urusan Perempuan dan Anak di daerah (Dinas PPPA) dan UPTD PPA.

Terkait kewajiban semua provinsi, kabupaten dan kota agar UPTD PPA dapat terealisasi, Kemen PPPA pada praktiknya terus berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri.

Kemen PPPA juga berharap seluruh pihak dapat bersinergi dan berkolaborasi bersama demi mendukung amanat Undang-Undang TPKS dalam mememberikan kepentingan terbaik bagi korban kekerasan seksual khususnya perempuan dan anak.
Peraturan Menteri PPPA Nomor 4 Tahun 2018 tentang Pedoman Pembentukan Unit Pelak. *(Guffe).