Jakarta, Nusantarapos – Pendiri Bluebird sekaligus psikiater Mintarsih A. Latief merasa kecewa dengan putusan pengadilan negeri yang mewajibkan dirinya membayar denda dan ganti rugi Rp 140 miliar.
Nominal tersebut terdiri atas kewajiban pengembalian gaji dan THR selama bekerja di Bluebird senilai Rp 40 miliar, dan membayar denda kerugian karena dianggap mencemarkan nama baik perusahaan sebesar Rp 100 miliar. Ini merupakan putusan pengadilan tahun 2016 silam.
Pada akhir Mei 2024, Pengadilan Negeri telah menegur Mintarsih dan putra putrinya selaku ahli waris untuk melaksanakan eksekusi Rp 140 miliar tersebut.
Mintarsih tentu merasa aneh dan janggal dengan hasil putusan tersebut. “Jadi disini kerugian yang harus saya kembalikan Rp 140 Miliar untuk gaji sejak awal bekerja. Ini sudah inkrah dan saya sudah dipanggil untuk bayar Rp 140 Miliar,” ujarnya saat ditemui awak media di rumahnya bilangan Kalibata, Jakarta Selatan, Senin (28/7/2024).
Menurutnya, sampai sekarang tidak ada bukti bahwa dirinya yang telah mencemarkan nama baik Bluebird.
“Gugatan itu terdiri dari seluruh pengembalian gaji yang pernah saya terima. Gaji, bonus, THR. Kedua, karena pencemaran nama baik, apanya yang dicemarkan? Tanya masyarakat apakah betul itu yang terjadi,” katanya lagi.
Malah dia menegaskan, persoalan yang tak kunjung selesai antara dirinya sebagai mantan direktur Bluebird dengan kedua saudara kandungnya yakni almarhum Chandra Soeharto Djokosoetono (ayah Indra Priawan, suami Nikita Willy) dan Purnomo adalah masalah harta. Diduga, saham Mintarsih di Bluebird diam-diam digelapkan oleh kedua saudaranya tersebut.
Dan hingga saat ini, laporan Mintarsih soal penggelapan saham yang dilayangkan ke Mabes Polri pada Agustus 2023 itu juga belum ada kelanjutannya.
“Ini saham saya sudah diambil, saya gugat juga di kepolisian dan sampai sekarang belum selesai,” jelasnya.
Maka dari itu, terkait putusan Rp 140 miliar, Mintarsih menegaskan akan terus berjuang agar tidak sampai melibatkan putra putrinya.
“Saya tetap berjuang membebaskan putra putri saya dari penjajahan Bluebird dan penjajahan pengadilan. Kenapa pengadilan mau membuat putusan yang diinginkan Bluebird,” tandasnya.
“Saya harapkan keadilan betul ditegakkan, itu nomer satu. Tidak membuat perkecualian terhadap perkara saya yang wanprestasi tanpa bukti yang ditanggung, yang harus dibebankan kepada turunan saya,” harap Mintarsih.
Dia juga ingin dari kasusnya ini, masyarakat jangan sampai menjadi korban seperti dirinya. Karena hingga saat ini, hanya dirinya yang dikenakan putusan untuk mengembalikan gaji selama bertahun-tahun bekerja. Belum pernah ada kasus seperti itu di Indonesia.
“Supaya diketahui masyarakat umum, saya harapkan pencegahan terhdap keadilan. Biar sama-sama masyarakat dilindungi dari hal-hal aneh,” pungkasnya. (Arie)