HUKUM  

Prof. Henry Indraguna Ungkap: Mana yang Lebih Efektif, Wantimpres atau DPA?

Nusantarapos, Jakarta – Upaya untuk menghidupkan Dewan Pertimbangan Agung (DPA) memang sempat menjadi perbincangan hangat di kalangan politisi dan publik.

Kritik dan spekulasi muncul, terutama terkait dengan dugaan bahwa langkah tersebut mungkin bertujuan untuk mengakomodir kepentingan Presiden Joko Widodo (Jokowi) setelah masa jabatannya berakhir.

Keputusan untuk menghidupkan kembali atau mengubah lembaga seperti DPA bisa didorong oleh kebutuhan untuk memastikan kepatuhan terhadap konstitusi, menanggapi perubahan politik, atau meningkatkan efektivitas pemerintahan.

Pakar hukum Prof. Dr. Henry Indraguna SH menilai bahwa pembubaran Dewan Pertimbangan Agung (DPA) pada masa lalu didorong oleh beberapa faktor, termasuk isu efisiensi. Berikut adalah beberapa poin penting dari analisis beliau.

DPA dibubarkan karena dianggap tidak efisien dan kurang berkontribusi dalam pengambilan keputusan atau pengawasan kebijakan pemerintah. Lembaga ini dinilai kurang relevan dalam administrasi pemerintahan saat itu.

DPA dianggap mengalami duplikasi fungsi dengan lembaga lain, karena peran advisory dan konsultatifnya sudah diambil alih oleh lembaga-lembaga lain yang lebih terlibat dalam pengambilan keputusan.

Perubahan dalam struktur pemerintahan dan kebutuhan administrasi negara membuat pemerintah lebih fokus pada lembaga yang lebih relevan dan efisien, sehingga DPA dibubarkan.

Meskipun ada dorongan untuk menghidupkan kembali DPA, penting untuk mengevaluasi alasan dan konteks pembubarannya sebelumnya untuk memastikan apakah lembaga tersebut masih diperlukan dan bagaimana perannya dapat dioptimalkan saat ini.

Menurut Prof. Henry Indraguna dalam siaran resminya pada hari ini, Minggu 15 September 2024, pernyataan tersebut menyoroti isu-isu penting terkait DPA dan Wantimpres.

Prof. Indraguna mengatakan bahwa pembentukan lembaga baru bisa membuat arah dan tujuan DPA tidak jelas, karena banyak lembaga dengan fungsi mirip bisa membingungkan peran DPA dan mengurangi efektivitasnya.

Wantimpres memiliki fungsi, tugas, dan wewenang yang jelas, yaitu memberikan nasihat strategis dan pertimbangan kebijakan kepada Presiden, sehingga perannya lebih terdefinisi dalam pengambilan keputusan.

Prof. Indraguna mengindikasikan bahwa Wantimpres lebih tepat saat ini karena memiliki peran dan tanggung jawab yang lebih jelas, sementara DPA mungkin kesulitan menentukan perannya di tengah banyaknya lembaga baru.

Menurut Prof. Henry Indraguna, penghapusan DPA yang mungkin dihidupkan kembali tidak secara otomatis menghilangkan fungsi pemberian pertimbangan kepada Presiden, karena fungsi tersebut masih bisa dilakukan oleh lembaga lain atau melalui cara lain.

Sebagai gantinya, amandemen keempat UUD 1945 mengubah Pasal 16 untuk menetapkan pembentukan “suatu dewan pertimbangan.”

Dijelaskannya, pasal 16 UUD NRI 1945 mengatur, presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada presiden, yang selanjutnya diatur dalam undang undang.

“Jadi, fungsi Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) lebih efisien secara teknis karena perannya lebih jelas dalam memberikan nasihat kepada Presiden,” ujarnya.

Prof. Henry Indraguna berpendapat bahwa DPA menjadi tidak efektif karena dalam praktiknya tidak sejajar dengan lembaga Presiden. DPA yang seharusnya berfungsi sebagai alat kontrol kekuasaan malah menjadi subordinat Presiden.

“Nah, ketika DPR RI sudah mampu menjalankan fungsi kontrol kekuasaan dengan baik, maka DPA otomatis tidak diperlukan lagi. Wantimpres menjadi lebih efisien karena secara berkala mengkaji dan mengevaluasi kondisi sosial di masyarakat,” paparnya.

Hasil kajian tersebut kemudian menjadi bahan penting untuk memberikan masukan, pertimbangan, dan evaluasi dalam pengambilan kebijakan oleh Presiden.

Prof. Henry Indraguna melanjutkan bahwa keputusan untuk membatalkan revisi UU Wantimpres yang akan mengubah nama Wantimpres menjadi DPA patut diapresiasi.

“Perubahan nomenklatur harus sesuai dengan filosofi aslinya. Jika menjadi DPA, kita harus memahami tugas dan fungsi DPA seperti dahulu. Namun, jika nomenklatur diubah menjadi Wantimpres RI, penambahan ‘RI’ menegaskan bahwa Indonesia menganut sistem Presidensil,” pungkas Prof. Henry Indraguna.