banner 970x250

Sambut Hari Ibu, Diah Sulistyani Muladi : Harapkan Anak Perempuan Bisa Lebih Bersaing

DR. Diah Sulistyani Muladi, S.H., C.N., M.Hum seorang ibu sekaligus Ketua Bidang Kaderisasi dan Kepemimpinan PP INI.

Jakarta, nusantarapos.co.id – Menyambut Hari ibu yang jatuh hari ini 22 Desember, diperingati dengan berbagai cara. Dimana saat hari tersebut biasanya para ibu dibebastugaskan dari tugas kesehariannya mengurus urusan rumah tangga.

Berbeda dengan ibu pada umumnya, di era modern seperti sekarang ini peranan seorang ibu lebih besar bukan hanya mengurus urusan rumah tangga semata. Banyak ibu-ibu di Indonesia yang juga menjadi wanita karir seperti DR. Diah Sulistyani Muladi, SH, CN, MHum.

Ketua Bidang Kaderisasi dan Kepemimpinan PP INI tersebut mengatakan hari ibu adalah hari yang spesial bagi wanita di Indonesia. Terlebih jika seorang ibu bisa menciptakan sebuah generasi yang lebih baik karena menguasai semua bidang.

“Untuk menciptakan sebuah generasi terbaik tidaklah mudah, terutama mendidik anak-anak perempuan dimana anak perempuan harus bisa meningkatkan daya saing di semua bidang,” katanya di Jakarta, Sabtu (22/12/2018).

Menurut Listy untuk menciptakan hal tersebut anak perempuan harus dapat menguasai tiga kemampuan dasar di samping disiplin ilmunya masing-masing.”Kemampuan dasar tersebut meliputi wawasan kebangsaan yang kuat, penguasaan salah satu bahasa asing dan Digital Literacy (paham terhadap penggunaan digital di era revolusi industri 4.0 – artificial intelligence),”ujarnya.

Lanjut Listy, hal ini bukan monopoli orang semata-mata tetapi seluruh disiplin ilmu harus punya daya saing. Kesetaraan gender adalah hak asasi manusia dan hal itu mendapatkan kesempatan yang besar bagi perempuan-perempuan Indonesia yang hidup dalam suasana demokratis.

“Dan secara teoritis, promosi dan perlindungan HAM adalah satu akar dasar demokrasi. Hal ini dikenal dengan istilah indikator kinerja utama bagi siapa saja yang menghadapi persaingan yang bersifat obyektif, dengan indikator yang jelas dan terukur dan tidak bersifat emosional,” ungkap alumni Undip.

Kesetaraan gender, tambah Listy, dibina oleh seorang ibu berdasarkan standar-standar universal yang diakui oleh bangsa-bangsa beradab dan harus diartikan secara positif. Perempuan Indonesia harus siap memperjuangkan haknya dengan selalu berpedoman pada SWOT Analysis (kekuatan, kelemahan, peluang, kendala).

“Karena berdasarkan teori-teori universal dalam suatu organisasi kesetaraan selalu diukur paling tidak dengan 3 (tiga) ukuran, yaitu pertama Intellectual Supremacy (keunggulan intelektual), kedua cara berpikir sistematis (berpikir menyeluruh) dan ketiga selalu mengembangkan dialog dalam tim yang komprehensif,” paparnya.

Di sinilah, sambung Listy, peranan wanita harus diperjuangkan dalam 3 (tiga) keunggulan tersebut. Jangan sampai perempuan di negara demokrasi seperti Indonesia ini tumbuh menjadi Second Class Cityzens (warga negara kelas dua).”Semoga peranan perempuan di Indonesia meningkat dalam segala hal,” pungkas alumni PPSA 17 Lemhannas tersebut.(Hari)