ASITA dan Pelaku Wisata Yogyakarta Kecewa dan Resah Menjamurnya MHV

Yogyakarta,Nusantarapos.co.id- Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (ASITA) dan pelaku wisata lokal Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mulai merasa resah dengan keberadaan Manajeman Hotel Virtual (MHV) seperti RedDOORS dan OYO dan lainnya yang mulai menjamur di DIY.
 
Awalnya Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY merasa resah dan saat ini kami pun merasakan hal yang sama akan keberadaan mereka (MHV).
 
Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua ASITA DIY Udhi Sudhiyanto pada saat ditemui seusai mengikuti sebuah acara di Puri Artha Yogyakarta, Sabtu (6/12).
 
“Mereka menjadi dilema bagi kami, karena wujud mereka itu hanya virtual, tidak dapat dipastikan kejelasannya baik dari segi kantor maupun cara berbisnisnya,” ujar Udhi Sudhiyanto.
 
Udhi menjelaskan, Pemerintah seharusnya paham akan persoalan yang dihadapi pelaku wisata lokal terkait masuknya Investor Asing yang bergerak di bidang Managemen Hotel Virtual tersebut.
 
‘Selama ini, pelaku wisata telah menjaga produk maupun paket wisata selaras dengan kearifan lokal,” jelasnya.

Para travel agent dan pelaku wisata telah mempertahankan karakteristik Yogyakarta seperti properti, aksesoris hingga suasana dan itu harus dipertahankan untuk menjadi daya tarik utama bagi wisatawan.
 
Lanjut Udhi, menjamurnya MHV menjadikan harga paket tour di sejumlah travel agent DIY tidak rasional bahkan terlalu murah dan itu berdampak kerugian yang cukup signifikan.
 
“Ketika hotel memberikan paket tour dengan harga yang standar kepada travel agent, akan tetapi MHV dapat mengelurkan harga yang sangat murah dan itu menjadi pertanyaan besar bagi kami, ada apa sebenarnya?,” lanjutnya.
 
Menurut Udhi, pemerintah harus hadir agar dapat menjaga para pelaku bisnis pariwisata lokal untuk dapat bersaing dengan para pengelola MHV itu. Seperti diketahui dari segi permodalan MHV dapat dikatakan cukup kuat.
 
“Apabila negara tidak hadir dengan regulasi yang dapat mengatur mereka maka secara perlahan para pelaku pariwisata seperti travel agent, guide lokal akan tergerus menghilang, ini yang tidak ingin kami alami,” lanjutnya.
 
Secara garis besar sistem paket wisata MHV kurang efektif bagi para pelancong. Wisatawan tidak dapat memilih jadwal mereka untuk berwisata dengan kata lain tidak dapat fleksibel seperti travel agent lokal.
 
“Ketika wisatawan membeli paket travel pada MHV, mereka tidak dapat memilih atau bahkan mendapat arahan yang baik untuk memulai berwisata. Keluhan itu yang kadang kami jumpai dilapangan,” tegas Udhi.
 
ASITA berharap penuh kepada Pemerintah Pusat untuk dapat hadir atau bahkan mengeluarkan regulasi yang jelas atas MHV karena telah terjadi dampak yang cukup signifikan dengan keberadaannya.
 
Selain itu ASITA juga menghimbau para wisatawan untuk dapat memilih biro perjalanan atau travel agent lokal karena dapat memberikan kemudahan serta pelayanan yang lebih baik.
 
“Travel agent lokal lebih dapat memberikan pelayanan atau bahkan saran yang baik ketika wisatawan mendapatkan kesulitan pada saat berwisata baik di Yogyakarta maupun kota lainnya di Indonesia,” imbau Udhi.( AKA)