Klinik Aborsi Ilegal di Salemba Raup Rp 5.5 Milyar dari 903 Pasien

JAKARTA,NUSANTARAPOS, – Keberadaan klinik aborsi Ilegal yang beralamat di Jalan Paseban Raya 61, Senen, Jakarta Pusat kembali diungkap oleh polisi. Tiga tersangka berhasil diamankan pada 10 Februari lalu.

Mereka adalah MM alias A, dokter yang melakukan praktek aborsi dan tidak memiliki sertifikasi sebagai dokter kandungan. Lalu RM sebagai bidan yang membantu mempromosikan klinik lewat website dan SI, yang mengurus pendaftaran pasien aborsi.

“MM alias A, dia ini dokter di salah satu Universitas. Pernah jadi PNS di Riau, juga pernah bermasalah di Polresta Bekasi. Kasus yang sama seperti ini tahun 2016 pada saat itu, tapi yang bersangkutan DPO kemudian membuka praktek lagi disini,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Yusri Yunus saat jumpa pers di klinik tersebut, Jumat (14/2/2020).

Klinik yang dikenal dengan sebutan klinik Salemba ini, sudah dikenal seantero Indonesia. Tak jarang pasiennya datang dari luar Jakarta.

“1632 pasien yang dia tangani. Tapi 903 yang dilakukan aborsi. Total 21 bulan klinik beroperasi, sebanyak Rp 5,5 Milyar yang didapat,” terang Yusri.

Kebanyakan, pasien yang minta aborsi disebabkan hamil di luar nikah. “Yang rata-rata aborsi disini yang hamil di luar nikah, kemudian ada kontrak kerja dilarang hamil, ketiga gagal KB,” paparnya.

Untuk tarif, dikenakan beragam tergantung usia janin yang dikandung. “Tarif 1 bulan Rp 1 juta, 2 bulan Rp 2 juta, 3 bulan Rp 3 juta dan seterusnya sampai Rp 16 juta,” lanjutnya.

Saat digerebek, tersangka sedang melakukan praktek aborsi. Bahkan ditemukan jabang bayi berusia 6 bulan di klinik tersebut.

Maka dari itu, Polisi masih akan terus mendalami kasus ini. Yusri pun berpesan kepada pasien yang pernah melakukan aborsi. ” Kalau ada dampak aborsi tolong disampaikan kepada pihak Kepolisian,” ucapnya.

Atas perbuatannya, ketiga tersangka dikenakan pasal berlapis yaitu Pasal 83 Juncto Pasal 64 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan dan atau Pasal 75 ayat (1), Pasal 76, Pasal 77, Pasal 78 UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dan atau Pasal 194 Jo Pasal 75 ayat (2) UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Juncto Pasal 55, 56 KUHP dengan ancaman hukuman kurungan 10 tahun penjara. (RIE)