JAKARTA, NUSANTARAPOS – Laporan Kinerja LPSK Tahun 2020 telah disampaikan Pimpinan LPSK ke publik. Beragam tanggapan datang dari para tokoh, mulai anggota Komisi III DPR, perwakilan K/L mitra kerja LPSK, pakar hukum pidana dan penggiat NGO.
Satu hal yang disoroti adalah permasalahan pegawai honorer LPSK yang mendesak diselesaikan. Sebagai ujung tombak LPSK dalam perlindungan saksi dan korban, solusi akan permasalahan status pegawai honorer harus cepat diatasi.
Seperti disampaikan anggota Komisi III DPR Arteria Dahlan pada acara Refleksi Awal Tahun 2020, Laporan Kinerja LPSK di kompleks Gedung DPR, Jumat, 15 Januari 2021. Dia meminta Pimpinan dan Sesjen LPSK segera mengambil langkah kongkret membahas masalah ini dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB).
Ketua Ikatan Pegawai Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (IP LPSK) M Tommy Permana menyatakan, IP LPSK menanggapi positif pernyataan dari anggota Komisi III DPR Arteria Dahlan yang mendorong agar Ketua LPSK segera berkomunikasi dengan Menpan RB.
“Ini menandakan jika pihak di luar LPSK memahami ada permasalahan yang mendesak diselesaikan agar tidak berkelanjutan,” tegas Tommy di Jakarta, Kamis (4/3-2021).
Masih menurut Tommy, sejak LPSK dibentuk tahun 2008, para pegawai honorerlah yang mendampingi 7 (tujuh) pimpinan LPSK periode pertama, berjuang membangun dan memperkenalkan LPSK, serta tentunya melaksanakan layanan perlindungan kepada saksi dan korban.
Bahkan, hingga saat ini, lanjut Tommy, pada kepemimpinan LPSK periode ketiga, para pegawai honorer masih setia mengabdi kepada lembaga. “Walau dengan berbagai problematika kehidupan masing-masing pegawai honorer, bukan suatu hambatan yang memengaruhi kinerja para pegawai honorer,” tegas Tommy.
Dia menjelaskan, permasalahan pegawai honorer berkenaan dengan status kepegawaian mereka yang nantinya dapat berdampak sangat buruk apabila tidak segera diselesaikan.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) secara tegas menerangkan hanya ada 2 (dua) jenis pegawai yang diakui, yakni Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). “Pemerintah melalui Kemenpan RB menyatakan, jika masa transisi penghapusan pegawai honorer sampai dengan tahun 2023,” ungkap Tommy.
Permasalahan status pegawai honorer bukan saja dihadapi oleh LPSK melainkan oleh seluruh kementerian dan lembaga negara lainnya. Namun, Tommy kembali menegaskan, perlu dipahami dan dapat menjadi pertimbangan, terkait perlunya treatment, berupa aturan khusus bagi para pegawai honorer yang memiliki sejarah dalam proses pembangunan lembaga seperti di LPSK.
Masih menurut Tommy, faktor usia pegawai honorer plus beban kerja yang tinggi, perlu diperhatikan jika mereka harus mengikuti tahapan seleksi CAT sebelum kemudian mengikuti tahapan seleksi lainnya. “Sebaiknya ada regulasi khusus yang bisa saja dikeluarkan Kemenpan RB mengenai mekanisme seleksi penerimaan PPPK bagi para pegawai honorer pada lembaga negara,” imbuhnya. (*)