HUKUM  

KPK Temukan Masalah terkait Izin Perkebunan Sawit di Papua Barat

Jakarta, Nusantarapos – KPK bersama sebelas lembaga melakukan evaluasi terkait perizinan perkebunan kelapa sawit di Provinsi Papua Barat. KPK menemukan sejumlah masalah dalam perizinan yang kemudian dibuatkan rekomendasi agar dievaluasi.

Sebelas lembaga yang melakukan evaluasi bersama KPK adalah Dinas TPHBun Papua Barat, Dinas Perkebunan tingkat Kabupaten, Kementerian Pertanian, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan; Kantor Wilayah Pajak, Dinas PUPR Papua Barat, Dinas ATR/BPN Papua Barat, Dinas Kehutanan Papua Barat, Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan Papua Barat, Dinas Penanaman Modal dan PTSP Papua Barat, dan BPKH Papua Barat.

“Rekomendasi dihasilkan setelah KPK bersama sebelas lembaga terkait, baik di pemerintah pusat maupun pemerintah provinsi, melakukan berbagai kegiatan mulai dari sosialisasi, pelatihan, klarifikasi, penilaian usaha perkebunan, pengecekan lapangan, dan pertemuan dengan pemangku kepentingan terkait,” kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Pencegahan, Ipi Maryati kepada wartawan, Senin (22/2/2021).

Ipi mengatakan evaluasi perizinan kelapa sawit ini dilakukan sebagai tindak lanjut dari penandatanganan deklarasi penyelamatan sumber daya alam di tanah Papua pada 20 September 2018. Hal ini sejalan dengan amanat Inpres Nomor 8 tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit serta Peningkatan Produktifitas Perkebunan Kelapa Sawit.

“Tujuan dari evaluasi perizinan kelapa sawit ini adalah untuk perbaikan tata kelola perkebunan kelapa sawit sebagai satu upaya pencegahan korupsi, mendorong penerimaan negara dari sektor kelapa sawit, serta menyelamatkan hutan yang tersisa di tanah Papua,” ucapnya.

Hingga Januari 2021, tim evaluasi telah melakukan evaluasi terhadap sepuluh perusahaan. Sebanyak delapan di antaranya, sudah dilakukan pengecekan lapangan.

“Data dan informasi masing-masing perusahaan telah 100 persen terkumpul, dan sedang disusun berkas final oleh tim evaluasi perizinan. Selain melakukan evaluasi izin perkebunan, tim evaluasi juga melakukan analisis peraturan kebijakan,” katanya.

Ipi menyebut tim evaluasi juga menemukan bahwa ekspansi industri kelapa sawit membawa persoalan tersendiri ke tanah Papua. Beberapa masalah yang menjadi temuan tim evaluasi adalah pelanggaran berbagai perizinan, praktik deforestasi hutan alam, dan lahan gambut menjadi perkebunan kelapa sawit, pembukaan lahan dengan cara bakar, tidak tersalurkannya pemerataan ekonomi kepada masyarakat sekitar areal konsesi, konflik tenurial, serta persoalan yang muncul terkait dengan kewajiban pembangunan kebun plasma.

Dia menilai persoalan tersebut perlu untuk diselesaikan secara cepat dan strategis. Sebab, kata Ipi, hutan di Papua merupakan benteng terakhir hutan hujan tropis di Indonesia.

“Provinsi Papua Barat memiliki wilayah konsesi perkebunan kelapa sawit seluas 576.090,84 hektare yang terdiri dari 24 perusahaan. Dari jumlah tersebut, hanya 11 perusahaan yang telah memiliki HGU dan/atau melakukan penanaman. Dari total luas wilayah konsesi perkebunan kelapa sawit di Provinsi Papua Barat tersebut, 383.431,05 hektar di antaranya masih berupa hutan,” katanya.

Untuk mengatasi persoalan ini, tim evaluasi saat ini menyusun rekomendasi yang akan disampaikan kepada gubernur, bupati, dan pemerintah pusat. Menurutnya, rekomendasi tersebut diharapkan tak berhenti di pemerintah provinsi saja, tapi juga ditindaklanjuti sampai ke perbaikan pengelolaan sumber daya alam dengan melibatkan partisipasi masyarakat lokal. (Danil)