HUKUM  

Ajukan Kasasi ke MA, Owner Get All 40 : Keputusan Ini Cacat Hukum

Owner Get All 40 Benny Bong

Jakarta, Nusantarapos – Terkait putusan sengketa kepemilikan merek dagang WD-40 dengan Get All 40 oleh Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada 25 Agustus lalu, pihak tergugat Get All 40 mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.

Diketahui, Majelis Hakim memutuskan membatalkan sertifikat kepemilikan merek dagang Get All 40 yang telah dikeluarkan oleh HAKI melalui Putusan Mejelis Hakim Nomor 03/Pdt.Sus Merek/2021/PN.Niaga.Jkt.Pst pada 25 Agustus 2021.

Dengan adanya putusan tersebut, pihak tergugat tidak bisa lagi menggunakan nama Get All 40 pada kemasan produknya.

Owner Get All 40 Benny Bong merasa keputusan tersebut tidak adil dan cacat hukum. Legalitas WD-40 dipertanyakan serta keterlibatan Komisi Banding HAKI selama persidangan juga tidak pernah ada.

“Disitu ada cacat hukum, salah satunya legalitas daripada penggugat. Kedua kekurangan pihak, artinya harusnya yang mengeluarkan sertifikat ini kan komisi banding daripada HAKI, seyogyanya HAKI Komisi Banding itu turut tergugat sehingga keputusannya menjadi sah. Dan ini keputusannya menjadi banci, karena (komisi banding HAKI) tidak dilibatkan di dalam sini, ” ujar Benny Bong saat ditemui Nusantarapos.co.id di Jakarta, Senin (6/9/2021).

Menurut Benny, keputusan hakim tersebut jika dipandang dari aspek dunia usaha, dinilai tidak melindungi perusahaan dalam negeri untuk berkembang serta berkompetisi dengan produk luar.

“Saya melihat ada ketidak keberpihakan daripada dunia hukum terhadap produksi dalam negeri. Karena apa? Karena salah satu alasan memutuskan dibatalkannya sertifikat Get All 40 ini karena penggugat (WD-40) ini perusahaan besar, perusahaan internasional. Jadi saya menganggap ini ada penzoliman dari yang besar terhadap pengusaha kecil yang notabene produksi dalam negeri,” lanjutnya.

Di tempat sama, pengacara Get All 40 Djamhur, SH mengatakan bahwa pihaknya telah mengajukan permohonan Kasasi pada 31 Agustus 2021 dengan Nomor : 40 K/Pdt. Sus-HKI/2021/PN. Niaga. Jkt. Pst. Jo dan Nomor : 3/Pdt.Sus-Merek/2021/PN. Niaga. Jkt. Pst.

Djamhur, SH dalam pertimbangannya menilai, “Majelis Hakim mengatakan itu adalah hak inisiatif penggugat untuk menentukan siapa-siapa pihak yang akan digugat sesuai yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung No. 546K/Sip/1970 yang dikeluarkan tanggal 28 Oktober 1970,” ucapnya.

“Ternyata setalah saya cek, Keputusan Mahkamah Agung No. 546 itu bukan menyangkut pihak yang digugat, putusan itu hanya untuk sengketa penjualan karet antara Eka Nasrun Direktur Utama PT Bintang Jaya Raya dengan pemimpin Bank BNI Cabang Kota. Itu tidak ada hubungannya dengan perkara ini. Berarti ini Majelis Hakim ‘asal tembak’, seolah-olah kami dikelabui dan dibodohi,” tegas Djamhur.

Ia juga heran, mengapa beberapa yurisprudensi terkait sengketa merek yang dia ajukan tidak digubris, dan justru Majelis Hakim malah menggunakan yurisprudensi yang tidak ada kaitannya dengan perkara yang diputuskan.

Dalam hal ini, Djamhur juga menyoroti keputusan Majelis Hakim yang tidak mempertimbangkan pendapat saksi ahli yang menyebut tidak ada kesamaan pada pokoknya antara WD-40 dan Get All 40.

Tak hanya itu, pihaknya juga telah mengajukan eksepsi terkait Legal Standing kuasa hukum penggugat karena paspor milik prinsipal penggugat hanya dalam bentuk fotocopy yang dilegalisir KBRI setempat dan bukan dokumen asli.

“Legalisir KBRI setempat itu hanya sebatas cap dan tanda tangan, tetapi bukan mengenai isi. Dalam putusan hakim tertuang keterangan, tanda tangan yang ada pada dokumen itu dibenarkan oleh Konsulat Jenderal RI. Nah, kata-kata ‘dibenarkan’ itu tidak bisa dibuktikan. Jadi kata membenarkan itu hanya asumsi Majelis Hakim saja, bukan berdasarkan bukti surat,” papar Djamhur.

Tak cuma sampai di MA, Get All 40 akan berupaya mengambil langkah hukum lainnya, yakni dengan mengadu pada Komisi Yudisial, menyurati Komisi III DPR RI serta Komisi Pemberantasan Korupsi.

Sementara itu, menyikapi kasus sengketa merek antara WD-40 dan Get All 40, Ketua Koperasi HWI Lindeteves sekaligus pengusaha Chandra Suwono berharap, Indonesia dapat menemukan payung hukum untuk melindungi produk buatan dalam negeri.

“Kita berharap para aparat hukum itu betul-betul bisa menegakkan keadilan. Karena apa? Payung hukum, kepastian hukum sangat penting untuk Indonesia. Karena itu kita berharap di MA nanti ada kepastian hukum untuk produk-produk Indonesia, ” harap Chandra. (Arie)