Soal Revisi Pergub Hibah No 142/2018, Pengamat: Tidak Menutup Dugaan Penyalahgunaan Uang Negara

Jakarta, Nusantarapos.co.id – Buntut penggunaan sisa dana hibah tahun 2019 yang dilakukan oleh KONI DKI Jakarta pada awal Tahun 2020, sepertinya tidak berhenti pada revisi Pergub Hibah No 142/2018. Bahkan menjadi sorotan tajam berbagai pihak, tidak terkecuali pengamat kebijakan publik Sugiyanto.

Sugiyanto yang biasa disapa SGY menilai, meski Anies telah merevisi Pergub Hibah No 142/2018 tapi tak menghapus dugaan penyalahgunaan uang negara.

Pasalnya lanjut SGY, berdasarkan LHP BPK Perwakilan Provinsi DKI Jakarta, KONI DKI telah menggunakan sisa dana hibah tahun 2019 pada bulan Januari  sampai dengan 10 Maret 2020 untuk kegiatan-kegiatan yang tidak ada alokasi anggarannya dalam Naskah Perjanjian  Hibah Daerah (NPHD) Tahun 2020 senilai Rp.24,23 miliar.

Lebih lanjut SGY mengatakan, Gubernur Anies merevisi pergub tersebut dengan perda No.20 Tahun 2020 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Gubernur Tentang Pemberian Hibah Dan Bantuan Sosial Bersumber Dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah.

Bahkan, Kata SGY, masih merujuk pada LHP BPK, hal ini terjadi diduga karena Koni DKI pada tanggal 28 Februari bersurat kepada Gubernur Anies untuk mengunakan sisa dana hibah tahun 2019 di awal tahun 2020.

“LHP BPK menulis Gubernur Anies tak menjawab surat dari Koni DKI tetapi malah merevisi pergub No 20 Tahun 2020 tersebut, maka Koni DKI dinilai aman dari pelanggaran meski pada awal tahun 2020 telah menggunakan sisa dana hibah tahun 2019 dan tak mengembalikan sisa dana hibah Koni DKI ke Kas Daerah dan diperhitungkan dengan hibah Koni tahun 2020,” ujar SGY

Namun lanjut SGY, diduga hal ini dapat menjadi masalah besar karena KONI DKI telah menggunakan uang negara pada tahun 2020 dari sisa dana hibah tahun 2019 yang tidak ada alokasi anggarannya dalam NPHD tahun 2020.

Masih kata SGY, merujuk pada pergub 143 Tahun 2018 dalam Paragraf 2 tentang NPHD Berupa Uang  pada pasal 17 dijelaskan bahwa NPHD adalah dasar dari pembelian dana hibah yang ditandatangani oleh SKPD/UKPD pemberi rekomendasi dan penerima hibah. “Sehingga penggunaan dana hibah tanpa ada dalam NPHD patut diduga merupakan tindakan pidana,” ujar SGY

Terkait hal tersebut, SGY sendiri berencana akan bersurat ke BPK DKI Jakarta untuk menanyakan dan meminta jawaban tentang hal LHP BPK Koni DKI Jakarta. Kata SGY jawaban surat dari BPK DKI nantinya akan digunakan sebagai data pelengkap uji materiil pergub revisi di Mahkamah Agung (MA)termasuk sebagai pertimbangan untuk melaporkan masalah ini kepada penegak hukum. 

“Kami akan bersurat kepada BPK DKI Jakarta sebab baik isi dan proses terbitnya revisi pergub kedua No. 20 Tahun 2020 ini diduga melanggar  peraturan perundang-undangan dan dapat diuji di MA. Bila dianggap perlu boleh jadi akan kami laporkan juga kepada pihak  Kepolisian, Kejaksaan, atau KPK,” tandas SGY.